Bab 11 Menunggu Hasil yang Baik

4 0 0
                                    

"Maafkan saya, Bu." hanya itu yang diucapkan Nala atas renteten kalimat kekecewaan padanya oleh Bu Murni. Tak ada yang bisa ia lakukan. Menyahuti orang yang penuh dengan kecewa hanya akan membuat masalah baru. Oleh karena itu, Nala membiarkan emosi ibunya Syakila itu larut lebih dulu. Akhirnya Nala kembali ke kamarnya.

"Apapun yang terjadi, semoga hasilnya yang terbaik, Ya Rabb," harap Nala.

Dari kejauhan,. Miza melihat Nala berjalan sambil menunduk. Ia mendengar ibunya memarahi Nala di kolam renang tadi. Ingin ia melangkah menghampiri, tapi ia khawatir hanya akan mempersulit Nala. Begitu gadis yang kini tak bersarung, hanya busana panjang, menghilagn dari area utama rumah, Miza bergegas menghampiri ibunya.

"Aku enggak habis pikir, ya, Mama keterlaluan banget tadi marahin Mbak Nala untuk sesuatu yang belum jelas hasilnya," ucap Miza.

Bu Murni menoleh sekilas pada Miza yang belum sampai di dekatnya. Wanita tengah baya itu berdecih. "Lagi-lagi kamu. kenapa, sih, memprotes Mama terus. Mama salah terus di mata kamu," keluh Bu Murni kesal pada anak sulungnya.

"Jelas salah, dong, Ma," timpal Miza. "Pengumuman hasil akhir Syakila belum keluar. Tapi Mama sudah marahin dia. Dia guru baru Syakila. Enggak etis kalau menurut aku."

"Enggak etis gimana?" tepis Bu Murni. "Dia bekerja sama kita. Kalau salah, ya harus ditegur. Kamu ini gimana, sih?'

Miza dan Bu Murni kembali saling beradu pendapat tentang kejadian sore ini. keduanya sama-sama lelah, karena tidak ada satu pun yang mau mengalah, semua tetap pada pendapat masing-masing, hingga Pak datang Mwelerai adu argument ini.

"Miza, Mama," kata Pak Ridwan tiba-tiba sudah di antara ibu dan anak itu tanpa mereka sadari. "Mau Papa bawain bawain pancingan? Biar kalian tenang."

Miza mengerenyitkan dahinya, begitu juga Bu Murni.

"Kok pancingan, sih, Pa. apa hubungannya?" tanya ibu anak itu kompak.

"Udah mau Magrib. Stop berdebat. Kita tunggu hasilnya besok," kata Pak Ridwan singkat kemudian berlalu masuk ke dalam rumah.

Miza dan ibunya hanya bisa terdiam mendalami ucapan singkat Papa. Lalu,

"Maafin Miza, Ma," ucap Miza. Baginya ibu adalah ibu. Benar atau salah argumennya, ibu tetap ibu.

"Iya, sayang," sahut Bu Murni.

"Berdoa saja, Ma. Semoga Syakila lolos," kata Miza lagi memandang luarsnya kolam renang di hadapannya. Canggng sekali rasanya ketika hendak melihat wajah ibunya setelah berdebat seperti ini.

"Iya, Nak. Amiiiin. Kamu doain adekmu juga." Bu Murni akhirnya masuk ju ke rumah.

Magrib sudah mau datang karena langit senja menghias sore ini. Miza memandanginya sesaat sambil merapan harapan dan do'a untuk sang adik, sebelum masuk rumah. Terselip pemikiran mengenai Nala, harapan hatinya hanya satu, apapun hasilnya Nala akan baik-baik saja.

***

"Kak Nala, Syakila degdegan," ungkap Syakila. Setelah Tahsin selepas jama'ah Isya. Jantungnya memang serasa berdebar-debar, khawatir pada hasil akhir esok hari.

"Bismillah. Yakini semua baik-baik saja," sahut Nala. Ia tahu apa yang dirasakan Syakila kecil. Sama seperti apa yang ia rasakan.

"Tapi Syakila takut terus, udah dibilang baik-baik juga," ucap Syakila lagi. "Takut kalau aku enggak lolos lagi."

Nala ingin menjelaskan perkara positive thinking bisa menjadi nyata, khawatir Syakila tidak akan mengerti. Ia berpikir sejenak.

"Allah menyayangi dan mengabulkan harapan serta do'a orang yang tulus," ujar Nala. Ia harus membuat Nala percaya diri. "Allah sudah berjanji akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang bertakwa. Jadi, kita doa terus sama-sama, ya."

Takdir, Jangan MenolakkuWhere stories live. Discover now