TERSESAT PADA KELAM

12 7 1
                                    

HAPPY READING

Tidak ada yang berubah dari ruang 4 × 5 meter itu. Masih sunyi seperti biasanya dengan seorang gadis yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Seorang wanita paruh baya yang menggenggam tangan gadis itu dengan lemah tengah menatap wajah putrinya dengan sendu, seolah ia telah kehilangan sinar pada wajahnya yang mulai berkerut.

Suara pintu yang berderit memecahkan keheningan dalam ruangan itu. Seorang perawat wanita berusia 40an yang memasuki ruangan tersebut melontarkan senyuman menguatkan pada sang Ibu. "Permisi, Bu. Saya akan memeriksa putri Ibu."

Wanita itu membalas senyuman dengan lemah. "Silakan." Lantas mundur dua langkah pada memberikan ruang pada dokter tersebut untuk memeriksa putrinya.

Perawat tersebut memulai pekerjaannya, mengecek kondisi pasien mulai dari tensi, suhu tubuh, tekanan darah dan informasi lainnya mengenai kondisi gadis yang tetap tak bergeming di atas ranjangnya. Lantas mencatat hal tersebut pada lembaran yang ia bawa.

Sang Ibu hanya mengamati perawat itu dari samping-belakang. Melihat si perawat yang menyuntikkan obat pada infus yang tersambung ke punggung tangan gadis cantik berpipi tembam tersebut dan memastikan infus itu masuk dengan nyaman ke dalam tubuhnya.

"Kondisi anak Ibu baik. Tekanan darahnya dan tensinya normal. Suhu tubuhnya yang semula tinggi, kini sudah turun. Saya tidak menemukan ada yang salah dengan kondisinya." Perawat menjelaskan kondisi pasien kepada sang Ibu. "Kita terus berdoa untuk kesembuhannya, ya. Semoga pasien lekas siuman dan dapat segera kembali menjalankan aktivitasnya dengan baik," Lanjutnya sembari menepuk lembut pundak si Ibu.

"Baik, kalo begitu saya permisi dulu, ya, Bu," pamitnya kemudian berjalan keluar, meninggalkan ruangan.

Ibu dari si Pasien kembali duduk di samping ranjang anaknya. Sungguh, hanya rasa syukur yang ia panjatkan mendapati kondisi anaknya yang baik. Setidaknya, gadis itu masih ada di sampingnya hingga kini. Membuat gelembung harapan semakin membesar di dadanya.

Sedang di ruangan lain rumah sakit itu, tepat di samping ruangan tersebut. Ruang sunyi lainnya telah berdiri kokoh sebagai saksi bisu seorang pemuda yang terbaring lemah di dalamnya. Seorang diri tanpa keluarga atau sanak saudara yang menemani. Suara alat monitor dan alat medis lainnya yang mendesing pelan memecahkan keheningan. Seolah menjadi lagu tidur untuk si pasien yang tak kunjung menghadiahkan kabar baik.

Jantungnya kian waktu berdenyut semakin cepat, napasnya memburu, dan suhu tubuhnya naik drastis. Suara pintu yang berderit mengejutkan tak mendapat respons darinya. Perawat wanita yang baru saja keluar dari ruangan di sebelahnya mulai mengecek keadaan pemuda tersebut. Ia tertegun, wajah perawat itu seketika menjadi panik. Ia keluar dari ruangan tersebut dengan berlari, memanggil dokter dengan setengah berseru.

***

Aku terbangun dengan perasaan tak tenang. Napasku memburu seolah baru saja berlari karena dikejar oleh sesuatu. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Dan baru kusadari aku telah menangis saat tertidur. Aku mengembuskan napas panjang, meminum segelas air mineral yang tersedia di nakas. "Mimpi yang buruk," gumamku.

Beberapa saat menenangkan diri, aku akhirnya beranjak ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Pagi ini ada jadwal kelas Morfologi Bahasa Indonesia pukul delapan, sedangkan jarum jam telah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit.

Selang beberapa waktu, aku telah menyahut tas punggungku dan menggendongnya. Membuka pintu rumah yang langsung disambut pemandangan yang membuatku terkejut.

Seseorang di bawah sana menggeliat. Mengerjap beberapa kali, menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari yang telah bersinar penuh. Ia menoleh ke arahku saat aku hanya dapat terdiam tak bergeming di sana. "Selamat pagi, Nona."

MAJNUN NISKALA✔Where stories live. Discover now