SEBARIS MEMORI DAN SEMBILU NGILU

6 3 1
                                    

HAPPY READING

Kivandra tengah menyantap makan siangnya di kantin rumah sakit milik Pamannya. Setelah tadi malam berjumpa dan membicarakan perihal pasien barunya, ia akhirnya memutuskan untuk menemui Ibu dari gadis yang dibicarakan Andra. Setelah ini ia akan mengunjungi gadis itu selepas makan siang.

Pemuda tampan dengan kulit putih bersih dan rambut kecokelatannya yang tampak ringan itu menyuap salad miliknya dengan cepat. Setelah menghabiskannya, ia beralih pada jus tomatnya yang tersisa separuh gelas, meneguknya hingga tandas. Setelahnya ia pergi keluar dari rumah sakit itu, menyeberang jalan dan memasuki swalayan. Beberapa menit kemudian, pemuda itu kembali dengan membawah sekeranjang penuh buah-buahan segar.

Dengan langkah mantapnya, Kivandra berjalan menuju salah satu ruang inap VIP di lantai dua rumah sakit, di mana Niskala telah dipindahkan dari IGD ke ruangan tersebut. Beberapa saat ia berdiri di hadapan pintu tanpa melakukan apa pun. Setelah beberapa menit berlalu, barulah Kivandra mengetuk pintu. Ia akan menjalankan misinya.

Seorang wanita paruh baya yang ia kenali sebagai Ibu dari Niskala membukakan pintu, mempersilakannya masuk. Dilihatnya, gadis berasma Niskala Nirwana itu tengah merenung di hadapan jendela yang menghadap langsung ke jalanan kota Jakarta yang macet.

“Niskala,” panggilnya.

Gadis itu menoleh. Memandang Kivandra begitu lama dengan tatapan sendunya. “Kavi?”

Kivandra menghela napas. “Siapa Kavi? Kamu tidak mengenalku? Aku temanmu.”

Niskala menggeleng, ia tidak mengenal pemuda di hadapannya. Begitu pula dengan Kavi, ia juga tidak mengenalnya. Hanya saja, nama itu terasa sangat akrab seolah benar-benar tersimpan pada relung hatinya. Membuat ia berusaha untuk mencari tahu perihal lelaki berasma Auriga Kavi.

“Apa aku perlu mengulangi perkenalan kita?” Kivandra memecah khayalan seorang Niskala.

Gadis itu menatap Kivandra cukup lama, hingga ia membuang muka. “Aku tidak berkenalan dengan orang asing.”

“Namaku Kivandra Ananta.” Kivandra tidak memedulikan rasa enggan yang diutarakan Niskala.

“Sudah kukatakan, aku tidak berkenalan dengan orang asing!” Ia menekan setiap kata yang ia ucapkan. “Lagi pula, namamu terlalu rumit untuk kuingat! Ah, sudahlah. Kupanggil kamu Nana saja.” Akhirnya ia mengalah, meski perkataannya diikuti dengan mengembuskan napas kesal dan memberengut.

Kivandra tersenyum mendapati jawaban gadis itu. Nana katanya? Dapat dari mana panggilan itu? Lucu sekali. Ia berjalan mendekati Niskala dan duduk di sampingnya. “Kalau begitu aku akan memanggilmu Nirwana.”

“Terserah kau saja.” Namun, ada sekelebat ingatan yang lewat, membuatnya merasakan rasa sakit yang hebat pada bagian kepala sehingga membuatnya berseru kesakitan. Bukan hanya dengan nama Nirwana, saat ia menyebut nama Nana tadi, gadis itu merasa dejavu. Sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi dalam kehidupannya selama sebulan terakhir?

Kivandra hanya memerhatikan gadis di hadapannya. Ia tahu hal semacam itu akan sering terjadi. “Bagaimana keadaanmu?”

Sakit pada kepala Niskala berangsur mereda. Ia balik menatap Kivandra dengan tajam. “Kau bukan temanku. Kau seorang dokter,” ucapnya dingin.

“Oh, baiklah. Tapi, karena kita sudah berkenalan, sekarang kita menjadi teman.” Usaha penyamaran Kivandra gagal. Padahal ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk tampil berbeda dari dirinya sendiri, seolah ia adalah teman yang telah gadis itu lupakan. Bahkan ia sudah berusaha keras berlatih untuk tidak bicara menggunakan bahasa formal, karena Kivandra tidak terbiasa menggunakan bahasa informal kepada selain Pamannya, apalagi kepada pasiennya. Itu merupakan hal sulit baginya, tapi sekarang ia sudah gagal.

MAJNUN NISKALA✔Where stories live. Discover now