II. Penyihir

80 15 40
                                    

Beberapa jam sebelum penembakan itu, Leiv dan beberapa temannya tengah terduduk di taman sebelah asrama. Sorot mata lelaki itu terhenti ketika melihat seorang gadis berambut hitam pekat panjang mengisyaratkan untuk datang padanya.

Leiv menghela napas kasar, kemudian dia berpura-pura pergi ke toilet. Setelah sampai, Leiv langsung menarik pergelangan tangan gadis itu dan menubruknya ke tembok.

"Lo ngapain ke sini, Shera?" tanya lelaki itu sembari menoleh kiri dan kanan memastikan tidak ada yang melihat gadis berjubah hitam ini. "Lo mau apa sekarang?"

Gadis itu memeluk lengan Leiv. "Leiv, kamu beneran nggak mau minta apapun dari aku? Aku bakal kasih apapun yang kamu mau."

Leiv melepaskan pelukan tangan gadis itu dari lengannya. "Shera, gue bantu lo waktu itu karna gue beneran niat bantu."

Gadis bernama Shera itu mengangguk kecil. Padahal dia hanya ingin membalas budi pada lelaki ini, tapi sudah tiga kali Shera bertanya, laki-laki ini terus menolak. "Atau kamu mau aku bunuh gadis itu?" lanjut Shera seraya menatap Leiv.

"Jangan!"

"Kenapa? Bukannya kamu nggak suka, kalau dia ikut campur?" balas Shera.

Sejenak Leiv menunduk, lalu menatap Shera seraya memegang kedua bahu gadis itu. "Iya, tapi bukan berarti gue mau dia mati, Shera."

"Terus kamu mau aku ngapain?"

Leiv menggeleng kecil. "Nggak ada, mendingan lo balik. Jangan sampai ada yang liat lo di sini."

Saat Shera mendengar perkataan itu, gadis berambut panjang itu tertawa terbahak-bahak. Sontak membuat Leiv kebingungan. "Cuma kamu yang bisa liat aku, Leiv."

"A-apa?" Leiv mengerjap, dia tidak mengerti apa yang dikatakan gadis cantik berkulit putih pucat ini. "Maksudnya?"

Shera mengangguk kecil dengan senyuman manisnya. "Aku ini--"

"Ha-hantu?" potong Leiv seraya menjauhkan tubuhnya dari Shera.

Shera mempoutkan bibirnya. Tidak mungkin ada hantu secantik dan sebaik dirinya bukan? Manusia ini benar-benar membuatnya kesal. "Ish, bukan Leiv." Shera melangkah maju mendekat lelaki itu. "Aku bukan hantu tau."

"Ya, te-terus lo apa?"

Shera mendekati wajah Leiv, mengarahkan wajahnya ke arah sebelah telinga pria itu dan berbisik. "Aku penyihir."

"Pe-penyihir? Nggak mungkin. Mana ada penyihir di dunia nyata?" balas Leiv mulai ketakutan dengan gadis cantik ini.

"Ada. Nih di depan kamu, Leiv. Jadi, kalau kamu mau minta apapun, bakal aku kabulkan. Kamu mau keluar dari asrama ini juga bisa," lanjut Shera dengan senyuman lebarnya.

Leiv masih terdiam menatap wajah Shera. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh gadis yang sudah diselamatkannya minggu lalu. Penyihir? Tidak mungkin ada penyihir di dunia ini. Apa gadis ini sebenarnya gila? Leiv menggeleng cepat.

"Gue nggak tau apa yang buat lo sampai stres begini, tapi please jangan libatin gue, Shera," ujar Leiv membuat Shera bingung. Baru saja Leiv hendak melangkah pergi gadis itu langsung menahan pergelangan tangannya.

"Leiv, kamu pikir aku gila?" tanya Shera dengan wajah yang terlihat sedih. "Kalau aku berubah di sini, aku takut nanti kamu nggak mau ketemu aku lagi."

Leiv berusaha melepaskan pegangan tangan Shera. Namun, gadis itu menahan pergelangan tangannya begitu kencang. "Leiv ... aku kasi liat tapi kamu jangan takut."

Hawa di tempat itu mendadak dingin disertai angin kencang yang menghantam Leiv dan Shera. Lelaki itu mengangkat sebelah tangan lain, dia menghalangi angin yang membuat pandangan terbatas. Leiv terbelalak saat melihat seorang gadis bergaun hitam dengan rambut yang begitu panjang ditambah topi khas penyihir.

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Where stories live. Discover now