IV. Memento Mori

70 11 62
                                    

Ruangan itu cukup luas dan dilengkapi dengan banyak sekali lemari kaca tinggi. Di dalam lemari itu tersimpan beberapa boneka-boneka berbentuk manusia dengan berbagai desain. Ada yang bergaya kuno, ada yang bergaya modern, dan bahkan memakai pakaian aneh yang asing tetapi tampak serasi.

Dengan rambut yang berbeda dan kostum yang indah dan rapi, boneka-boneka itu duduk di dalam lemari kaca dan dengan cermat mengamati Rara dan Ervin yang baru saja masuk.

Setidaknya ada ratusan atau lebih boneka dengan berbagai ukuran yang ada di ruangan itu.

Cahaya kuning yang menyorot dari lampu-lampu kecil tidak mampu untuk menghilangkan hawa dingin mencekik melalui orang-orang yang hadir. Bau yang lembab dan sedikit apak seakan memberi kesan bahwa ruangan itu sudah lama ditinggalkan.

Ditatap oleh ratusan pasang mata pada saat yang sama bukanlah perasaan yang menyenangkan bagi Rara dan Ervin. Mereka yang pada awalnya merasa percaya diri ketika menemukan rahasia asrama yang sudah lama terkubur, mendadak menciut ketika berhadapan dengan boneka yang tampak bernyawa.

“Aku tidak suka boneka,” ucap Ervin dengan nada jijik ketika gadis itu menatap salah satu boneka laki-laki berseragam timnas dan membawa sebuah bola sepak berukuran kecil . Semakin lama mengamati boneka itu, perasaan Ervin menjadi gelisah dan dia beralih untuk melihat Rara.

“Bukankah mereka tampak imut?” tanya Rara seraya menempelkan tangannya ke kaca. Keningnya mengkerut ketika menyadari kalau kaca itu sangat bersih tanpa debu, seolah-olah seseorang yang terobsesi dengan boneka selalu datang berkunjung ke ruangan itu.

Rara mengedarkan matanya ke seluruh ruangan itu, sedikit menyipitkan mata karena kurangnya pencahayaan. Lantai yang berkerak dan kotor, cat dinding yang mengelupas dan sedikit lumut, dan beberapa lampu kecil yang mati, sudah cukup membuat gadis itu mengasumsikan bahwa seseorang hanya terfokuskan pada para boneka.

“Kau sangat ... fantastis.” Ervin menggeleng pelan tampak lelah dengan Rara yang sedikit aneh tetapi sangat lurus.

Ervin bergerak untuk mengamati boneka perempuan yang berada di samping boneka laki-laki timnas, penampilannya yang halus dan cantik dengan hanbok berwarna merah muda telah mencuri perhatian.

Tubuh Ervin tiba-tiba kaku menyadari kalau mata dua boneka itu telah bergerak mengikutinya. Ervin berulang kali berkedip, untuk memastikan bahwa dia sedang berhalusinasi.

Tetap saja mata kedua boneka itu mengikuti setiap Ervin berpindah tempat.

“Ki-kita sudah selesai melihat boneka ini. Bisakah kita pergi saja dari sini?” Bahkan untuk berbicara kepada Rara, Ervin harus mengerahkan seluruh ototnya untuk bergerak.

Orang gila mana yang membuat boneka seperti itu?

“Aku belum selesai melihat-lihat.” Suara Rara terdengar sayup-sayup dan Ervin segera berlari menyusul teman barunya yang berada di rak sebelah, walau kini seluruh pasang mata mengikutinya dengan terang-terangan.

“Kita harus pergi dari sini!” Ervin sedikit mencengkeram lengan Rara, sedikit menggoyangnya, dan dia berusaha untuk tidak pingsan di ruangan berisi boneka monster ini.

Ervin cukup lelah ketika berhadapan dengan Leiv dan dia tidak punya tenaga untuk melawan boneka.

“Kamu harus melihat ini,” ucap Rara seraya melepaskan cengkraman Ervin dengan susah payah.

“Apa?”

“Itu kamu.”

Rara menunjuk boneka yang ada di depannya dengan dagu dan kaki Ervin langsung kehilangan tenaga.

“Ke-kenapa?”

Mata Ervin menatap boneka perempuan yang terletak pada bagian tengah rak lemari, duduk anggun di sebelah peti mati tua berukuran kecil dan berwarna coklat muda. Rambut pirang panjang dan mata biru yang memandangnya dengan mata cerah dan berbinar. Hal yang paling mengejutkan adalah papan nama bertuliskan Ervin Samantha.

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon