V. Kairo, Shera, dan ....

64 11 15
                                    

Mata bulat Shera terus menatap Kairo. Jantungnya berdebar tak karuan, dengan bulir-bulir keringat yang tiba-tiba muncul. Gadis berkulit putih pucat itu mengepalkan kedua tangan untuk menahan tubuhnya yang bergetar ketakutan. Ia tidak menyangka kalau si pemburu yang amat menyebalkan dari keluarga Matternich akan menemukannya secepat itu. Shera pun mundur beberapa langkah, memberi jarak antara dirinya dan Kairo.

Leiv mengerutkan dahi, ia tak pernah melihat Shera sangat ketakutan seperti itu. Biasanya Shera sangat berapi-api untuk menyingkirkan seseorang, tetapi di hadapan Kairo malah sebaliknya. Tangannya menahan bahu Shera yang akan menubruk dadanya.

"Kalian udah saling kenal, ya? Apa ada sesuatu di antara kalian?"

Shera menggeleng. "Ka-kami enggak saling kenal kok, Leiv. A-aku hanya ...." Shera segera menarik tangan Leiv. "Sepertinya aku kurang enak badan, temani aku ke UKS yuk, Leiv," pintanya, mencoba melarikan diri dari pemburu ber-eye patch hitam yang telah lama mengincarnya.

Shera menggenggam erat tangan Leiv, melewati Kairo dan dua gadis yang sangat ingin Shera singkirkan. Leiv merasa ada sesuatu yang Shera sembunyikan darinya.

Kairo menarik salah satu sudut bibirnya sambil menggeleng. Tangan yang terbungkus sarung hitam membuat gerakan putaran kecil, Kairo ingin menghentikan waktu agar Shera tak bisa lagi kabur darinya. Ia ingin menyeret Shera, sebelum gadis berkulit putih pucat itu melakukan pelanggaran lain, dan dapat mengacaukan Asrama 300DC. Namun, aksinya terhenti ketika Rain menepuk pelan bahunya, dan Rara berdiri di sampingnya.

Kairo menoleh ke Rain, lalu Rara. Shera dan Leiv pun sudah tak terlihat lagi.

"Kenapa Shera terlihat seperti orang yang akan dihabisi? Ada masalah apa di antara kalian sebenarnya, hmm?" tanya Rara, yang sangat penasaran dengan hubungan antara Kairo dan Shera yang terlihat mencurigakan.

Kairo membenarkan penutup matanya yang sedikit miring, lalu tersenyum. "Gadis itu ...." Ia menggantung perkataannya, membuat ketiga orang yang ada di hadapannya menunggu dengan alis bertaut. Kairo tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, karena hal tersebut akan membongkar identitasnya sebagai pemburu. Kairo pun menarik sudut bibirnya ke atas dengan sangat lebar, lalu tangannya merangkul bahu Rara. Pianis cantik itu tidak nyaman, ia langsung menurunkan tangan Kairo dan berdiri di samping Ervin. "Gadis itu bukan ketakutan, dia hanya ... kurang merasa nyaman aja." Tangan Kairo merapikan rambut bagian depannya yang sedikit panjang. "Alasannya karena sinar kegantengan aku itu terlalu dahsyat, jadinya ...."

"Menyebalkan sekali! Omong kosong apa lagi sih ini?!" Ervin langsung berbalik dengan tangan terlipat di dada, ia menggeleng beberapa kali sambil terus berjalan menuju pintu keluar. Ervin tak akan lagi membuang-buang waktunya, ia memilih untuk kembali ke kamar. Menyusun strategi baru untuk membalaskan dendam saudaranya.

Kairo ingin sekali merapalkan mantra untuk menyumpal bibir Ervin. Bisa-bisanya keturunan Matternich yang paling tampan dan dikagumi banyak wanita, tidak dihargai seperti itu.

Rain menepuk pelan bahu sahabatnya. "Sabar ya, perempuan memang suka gitu kalau sudah tidak mood. Biasa makhluk ciptaan Tuhan yang paling sensitif, jadi kita harus memakluminya."

Rara menggeleng, lalu berteriak, "Ervin, tunggu!"

Kairo memperhatikan Rara dan Ervin dari balik kaca jendela. Aku harus bergerak lebih cepat, sebelum si penyihir menyebalkan itu melakukan hal mengerikan pada mereka, ucapnya dalam hati.

***

Mendadak ruangan serba putih itu terasa lebih dingin, padahal pendingin ruangan di ruang UKS sedang sedikit bermasalah. Tirai-tirai penyekat tiba-tiba bergoyang-goyang, seolah tertiup angin. Kaki jenjang yang terbalut boots hitam tua telah berada di depan ranjang Shera.

Shera bangkit dengan mata membulat, saat Kairo mengeluarkan pedang kecil yang memancarkan cahaya hijau. Senjata yang beberapa waktu lalu telah melukai Shera, hingga dirinya tak berdaya. Untung saja waktu itu Leiv menolongnya.

"Sudah saatnya aku membawamu pergi dari sini," ucap Kairo dengan tenang sambil melapisi pisau kecil di tangannya dengan air suci.

"Tidak! Aku tidak mau!" Shera berusaha membuka seluruh jendela di ruang UKS, tetapi tak bisa. Ia berlari ke pintu, tangannya menarik paksa gagang keemasan itu. Lagi-lagi yang dilakukannya gagal. Shera menggedor-gedor pintu kayu itu sembari berteriak minta tolong, berharap Leiv yang sedang menerima beberapa Email di luar mendengarnya. Sayang, semua yang Shera lakukan sia-sia. Leiv ternyata telah tertidur setelah Kairo membacakan mantra mimpi indah. Seluruh dinding ruang UKS pun telah Kairo pagari. Sehingga tak ada yang bisa mendekati ruang yang ada di lantai tiga itu. Shera terkurung di ruang UKS bersama Kairo.

Shera terdesak, ia pun mengubah wujudnya dan mengeluarkan bola api dengan tongkat sihirnya. Kairo memiringkan tubuhnya, lalu melipat tubuhnya ke belakang untuk menghindari serangan Shera. Penyihir itu terus menyerangnya tanpa henti. Wajah Kairo memerah dengan tangan terkepal, ia sangat kesal karena salah satu bola api yang dilemparkan Shera hampir melukai wajah mulusnya.

"Udah cukup main-mainnya, gadis nakal!" Kairo secepat kilat mendorong tubuh Shera ke tembok, tangannya mengunci tubuh Shera agar tak bisa lagi bergerak. Salah satu tangannya mengayunkan pisau kecil ke bahu Shera.

Sekuat tenaga Shera menahan ujung pisau yang akan menyentuh kulit bahunya. Tiba-tiba tangan Shera terasa seperti jelly, saat bibir Kairo bergerak membacakan sebuah mantra. Tubuh Shera pun merosot ke lantai, seoleh seluruh tulangnya dicabut paksa. Shera terduduk lemas dengan napas tersengal-sengal.

Kairo pun ikut berlutut, bersiap menancapkan ujung pisau ke bahu Shera agar penyihir itu tidak sadarkan diri. Kairo dengan mudah membawa Shera ke pengadilan untuk diadili atas tindakannya yang telah banyak melanggar aturan. Namun, aksinya terhenti ketika angin kencang tiba-tiba muncul, bersamaan itu pasir hitam beterbangan--mengganggu penglihatan Kairo.

"Cepat pergi, Shera!" teriak seseorang dari balik jendela.

Semua jendela di ruang UKS langsung terbuka lebar. Shera pun mengubah wujudnya menjadi gagak hitam. Kairo ingin menangkapnya, tetapi sosok yang membantu Shera itu menyerang Kairo hingga sang pemburu itu terhempas ke tembok. Mantra yang memagari ruang UKS pecah berkeping-keping, sehingga ruang putih dengan aroma obat-obatan itu tak lagi terkunci dan kedap suara. Kairo bangkit sambil menyeka sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah, ia segera mengambil kembali pisau kecil yang berada di lantai. Kairo segera melompat keluar dari jendela, mengejar Shera dan si jubah hitam. Kairo yakin, sosok berjubah hitam itu yang telah membantu Shera melarikan diri waktu itu. Kali ini Kairo tak akan melepaskan mereka. Tanpa Kairo sadari, kertas lusuh yang menempel di ujung pisaunya itu tertinggal lalu terbawa angin sampai ke kolong ranjang.

Mang Solihun, petugas bersih-bersih di Asrama 300DC melewati UKS. Ia menggelengkan kepala saat melihat salah satu murid malah tertidur nyanyak di kursi kayu, depan ruang UKS sambil tersenyum-senyum. Murid itu terlihat sedang bermimpi indah, Mang Solihun pun tak tega membangunkannya. Dahinya mengerut saat mendengar suara bantingan keras dari dalam ruangan.

Mang Solihun segera membuka pintu. Dahinya mengerut saat melihat seluruh jendela terbuka lebar, dengan kondisi kacau balau seperti telah diterjang angin puting beliung.

"Saya akan laporkan kekacauan ini pada Bu Kinan, supaya pelakunya ditindak tegas!" Mang Solihun akan keluar, tetapi langkahnya terhenti saat melihat cahaya merah.

Mang Solihun yang penasaran segera mendekati ranjang, yang berada di samping pintu itu. Ia melihat sebuah benda memancarkan cahaya merah. Dengan bantuan sapu, Mang Solihun mengambil kertas cokelat lusuh dengan tulisan serwarna darah. "Avrra Kad ...." Sapu di tangannya tiba-tiba terjatuh. Tangan kanannya langsung memegang leher yang memerah dengan urat-urat menonjol keluar. Ia merasa seperti ada yang mencekik lehernya.

Matanya membulat, saat seseorang tiba-tiba muncul dari belakang merebut kertas yang ada di tangan kirinya. "B-Bu Kinan ...." Mang Solihun tak dapat menyelesaikan ucapannya, ia langsung terjatuh ke lantai dengan mata terpejam.

***

Note: Hai, guys! Semoga suka ya dengan cerita yang kubuat. Maaf jika masih ada banyak kekurangan. Oh ya, adegan ini hanya fiktif belaka, ya. Ambil hal baiknya, dan buang hal buruknya. Oke. Happy reading. Mmuuuachhh.

Author: adistia99

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Where stories live. Discover now