VI. PERAYAAN KESEDIHAN

63 10 45
                                    

Hujan turun. Gadis itu terpaku memperhatikan bulir-bulir air yang menggelinding dari atap kemudian jatuh terhempas bergabung dengan buliran lain yang sudah membentuk sebuah kubangan di lapangan berumput itu. Hujan yang turun sejak subuh berhasil membuat lapangan yang berada di tengah-tengah bangunan asrama itu hampir dipenuhi oleh kubangan air. Tanpa mengalihkan pandangannya, gadis itu mengambil sebuah buku sketsa yang semula ia letakkan di sebelahnya. Gerakan tangannya luwes menari di atas kertas kosong tersebut sehingga menampilkan sebuah sketsa.

"Wow, aku tidak tahu ternyata kau bisa menggambar sebagus ini."

Akibat seruan tiba-tiba itu membuat dirinya terkejut dan tak terelakan buku sketsanya terjun bebas bersama buliran air hujan yang turun dari genteng. Manik bulatnya hanya dapat menatap terkejut dengan sekelebat bayangan hitam yang sampai lebih dulu dan menangkap buku sketsanya. Bayangan itu kemudian menjadi seorang anak laki-laki yang beberapa hari ini selalu menganggunya.

"Maaf, aku tidak bermaksud mengejutkanmu." Anak laki-laki itu berada di depannya sedetik kemudian sambil menyodorkan buku sketsa yang memiliki bercak akibat tetesan air hujan. Senyum kotak yang selalu berhasil membuat semua gadis di asrama itu menjerit terlihat memuakkan. Tanpa berniat membalas ucapan anak laki-laki tersebut, sang gadis mengambil kasar buku sketsanya kemudian berlalu.

"Joshua. Kau bisa memanggilku Joshua," ucap anak laki-laki itu lantang. Suaranya menggema di lorong lantai dua yang lengang. Semua siswa pasti sedang berada di kamar atau di ruang makan di jam seperti sekarang. Namun, gadis yang berjalan memunggunginya itu tidak bergeming, gadis dengan potongan rambut sebahu itu tidak bergeming dan tetap menghilang di belokan tangga menuju lantai satu. Sejak kali pertama ia mendapati keberadaan gadis itu, ada sebuah ketertarikan yang muncul.

"Kau ditolak lagi?"

Joshua memutar bola matanya malas. "Sebaiknya kau urus saja perburuanmu itu. Aku dengar buruanmu berhasil lolos." Ia kemudian berbalik hendak kembali menuju kamarnya.

"Aku pasti akan menangkapnya. Jika tidak karena pria jubah hitam yang membantunya, aku yakin penyihir itu sudah berhasil kuseret ke pengadilan saat ini."

Berbanding terbalik dengan ekspresi kesal temannya, Joshua hanya tersenyum miring. "Itu artinya kekuatanmu masih sangat lemah, Kairo."

"Cih. Aku tak sudi jika dibandingkan dengan penyihir-penyihir rendahan itu. Hanya seorang pengecut yang kabur di tengah pertempuran." Pemuda yang dipanggil Kairo itu kemudian membukakan pintu kamar. "Jadi master, apakah kau bisa membantuku latihan?"

Seharusnya ia bisa menebak apa yang diincar oleh pemuda licik itu saat mengikutinya tanpa mengolok-olok lebih lanjut terkait penolakan yang barusan ia terima. "Tapi apakah kau yakin yang membantu Shera kabur saat itu adalah seorang pria?" Ada alasan kuat mengapa Joshua sangsi saat mendengar bahwa ada seorang pria berjubah hitam yang membatu pelarian Shera malam itu. Setahunya, gadis itu tidak dekat dengan anak laki-laki manapun kecuali Leiv.

"Aku masih bisa membedakan suara laki-laki dan perempuan, Joshua."

"Bagaimana jika ia menggunakan sihir pengubah suara?"

Salah ternyata keputusannya untuk mendatangi Joshua. Bukannya membantunya untuk berlatih, pemuda itu membuat beban pikirannya bertambah saja. "Apa yang salah jika sosok berjubah itu adalah perempuan?" Kairo merebahkan dirinya di atas ranjang.

"Kau lebih menyedihkan daripada aku." Joshua melempar sebuah apel yang dapat ditangkap dengan mudah oleh Kairo yang sedang menatap langit-langit kamar.

"Bagaimana kau bisa dijadikan bulan-bulanan oleh anak perempuan?" lanjut Joshua yang berhasil membuat Kairo meremas apel yang berada dalam genggamannya menjadi pecah berkeping-keping.

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin