XI. Permainan Harus Berlanjut

39 5 1
                                    

Para murid Asrama 300DC baru saja mengatur napas setelah tersengal akibat tantangan sebelumnya. Bulir keringat bercucuran bercampur dengan bau anyir darah yang menetes akibat banyaknya luka di tubuh mereka. Jangan tanyakan bagaimana kabar mereka yang gugur, sebab yang selamat saja sudah terlihat tak berdaya.

Joshua tampak menyeka darah di siku melalui celah lengan kemeja panjangnya yang sobek usai melawan ular-ular. Ia meringis sebab rasa perih baru terasa setelah semua berlalu. Ia melirik Kairo yang duduk bersandar di bawah pohon besar sambil membuka mulutnya lebar, entah untuk mengatur napas, atau ia sangat kehausan. Di dekatnya ada Shera yang menatap penuh damba pada Leiv yang sibuk dengan lukanya sendiri.

Pemuda itu berdecih. "Di saat begini, ia bahkan tidak ingat pada buronannya. Itulah mengapa kita tidak perlu percaya sepenuhnya pada orang lain. Mereka seketika lupa apa tujuan utama, begitu ada hal lain menerpa."

Mengabaikan Kairo dan buronannya, Joshua lantas berdiri. Ia menatap langit, menantikan tantangan selanjutnya. Ia sudah tidak sabar untuk menjadi pemenang, dengan begitu ia dapat mengambil keuntungan dari sana. Namun, atensinya teralihkan pada gadis cantik dengan rambut hitam kebiruan sepanjang bahu. Dilihatnya Arabella tengah duduk bersimpuh bersama Rara di sampingnya.

Senyum kotaknya terukir lebar. Ia berjalan menghampiri dengan langkah ringan, mengabaikan rasa perih atas luka di sekujur tubuhnya. "Syukurlah kau selamat. Gadis cantik sepertimu, tidak seharusnya berada di medan perang dan menghasilkan banyak luka."

Bella yang masih melingkarkan telapak tangan untuk menutupi lehernya dari Rara pun menoleh. Begitu juga dengan Rara, ia mengernyit menatap Joshua. Sejak kapan pria ini mendekati Bella? Ia sudah kecolongan menjaga Arabella rupanya. Jika Dante tahu, abangnya itu bisa mengamuk.

Pemuda berparas rupawan itu berjongkok dan tanpa ragu mendekat ke arah Bella. Tepat di telinga kiri gadis itu ia berbisik, "Apa kau yakin dapat menyelesaikan misimu dan lulus menjadi seorang auror setelah ini?" Joshua melirik pada tanda berbentuk akar yang terlihat semakin jelas melingkari leher Bella meski gadis itu berusaha menutupi dengan jemarinya.

Gemetar. Ketara sekali gadis itu masih mengalami kejang feromon setelah menggunakan mantranya secara paksa, padahal jelas itu membahayakan dirinya. Namun, Bella tidak memiliki pilihan, baginya lebih baik mati dalam perang daripada meregang nyawa tanpa berjuang.

Pria di hadapannya tersenyum miring. "Aku salut akan keberanianmu, Cantik. Namun, ketahuilah, menggeser posisiku tidaklah mudah."

Belum sempat Bella menyahuti ucapan Joshua, tiba-tiba kabut menyelimuti mereka semua. Hanya sekitar seratus orang tersisia, dan kini mereka saling menatap. Melihat layar transparan yang muncul di atas awan.

Tampak seorang pria berperawakan tinggi dan juga kekar mengenakan baju zira berwarna biru, serta busur panah menggantung di punggung. Mata sipit dari wajah orientalnya menunjukkan tatapan yang tajam seolah menusuk tiap pasang mata di hadapan. Jumong, raja pertama serta pendiri Dinasti Goguryeo itu siap memberikan tantangan selanjutnya untuk seluruh murid Asrama 300DC yang tersisa.

Seluruh murid memberikan atensi padanya—menantikan. Namun, Jumong masih saja terdiam di balik layar yang menunjukkan ia tengah berada di dalam ruangan serba putih bersama empat orang Awaken lainnya.

"Apa yang kau tunggu, Jumong? Anak-anak ini sudah bersiap menumpahkan darahnya untuk menjadi pemenang," ucap Vlad Dracula, meski tampak ia yang tidak sabar menunggu gilirannya memulai permainan.

Jumong berdehem, mengabaikan ucapan Vlad Dracula lalu melipat tangan di dada. Kembali ia menatap remaja belasan tahun di hadapannya. "Apa kalian siap, anak-anak?"

"Siap, Master!" Semua menjawab serempak.

Sang master tersenyum miring. Ia tampak menikmati mengulur waktu, membuat peserta dari permainannya digerogoti rasa penasaran serta tidak sabaran. Ia mengambil satu busur serta anak panahnya, bersiap untuk memulai permainan.

"Tantanganku tidaklah sulit. Kalian hanya harus berpindah dari bukit ini, menuju bukit di sebelah sana."

Kini seluruh murid menoleh, mengikuti arah bukit yang ditunjuk Jumong. Tidak jauh, hanya beberapa ratus meter dari tempat mereka berdiri saat ini. Jalanan yang harus dilalui juga bukan merupakan jalanan terjal yang sulit dilalui. Mereka mulai kebingungan. Apa mungkin tantanganna semudah itu? jika iya, maka dipastikan mereka semua dapat lolos dari tantangan ke dua.

"Syukurlah jika kalian senang menerima tantanganku yang mudah ini. Sebab berlari menuju bukit itu bukanlah hal yang sulit, yang perlu kalian perhatikan hanyalah ... hindari anak panahku. Sebab jika sedikit saja ujung anak panah ini mengenai kulit apalagi sampai menusuk, maka racun yang tertempel di sana akan menggerogoti seluruh sel yang ada di tubuh kalian. Mudah, bukan?"

Murid-muridpun mendelik mendengarnya. Jika harus menghadapi ular atau hewan buas lainnya, setidaknya mereka bisa melawan. Akan tetapi, jika ini anak panah, mereka hanya bisa menghindar. Bagaiamana mereka bisa melawan benda mati. Mereka juga tidak dapat membayangkan kecepetan dan ketepatan panah Jumong. Bagaimana pria itu menggunakan panahnya untuk menyerang ratusan orang?

Tanpa aba-aba, Jumong melesatkan satu anak panah tepat ke sebuah pohon yang nyaris saja mengenai pipi mulus Shera. Gadis itu cukup terkejut sebab tidak dapat membaca gerakan Jumong. Kini jam pasir telah dibalikkan menunjukkan permainan telah dimulai. Seketika semua orang berlarian meninggalkan tempatnya berpijak menuju sebuah bukit yang dituju. Tanpa mereka sadari, ratusan anak panah sudah berjatuhan dari langit. Tampaknya raja kerajaan Goguryeo itu menggunakan sebuah mantra untuk melipat-gandakan anak panahnya yang melesat tak tentu arah.

"Ahhk!" seorang gadis manis berambut kecokelatan terajtuh tepat di hadapan Rara dan Bella ketika mereka berlari dengan sisa tenaga. Anak panah menusuk pada punggungnya, lalu seketika tubuh gadis itu membiru dan matanya membelalak. Hanya dalam hitungan detik, mereka menyaksikan kematian gadis malang itu.

Rara menelan ludahnya kasar, tidak ada waktu lagi. Mereka harus segera pergi dari sini, atau salah satu dari anak panah sialan itu akan mengenai tubuh mereka. Rara tidak mau membayangkan bagaimana nasibnya jika kalah dalam babak ini. apapun yang terjadi, ia harus sampai pada titik akhir. Ini semua demi ayahnya.

Sementara di sisi lain, Rain tengah berlari kepayahan bersama Kairo di belakangnya. "Apa sebaiknya kita sembunyi saja?" tanya Rain yang hampir kehabisan napas. Kairo berdecih. Mata tajamnya berkelana, menelisik satu persatu objek di hadapannya. Ia melihat Sera tengah menggunakan sihirnya untuk berjalan cepat melalui segerombolan orang bersama Leiv dalam dekapannya. Gadis sial! Dia selalu memanfaatkan ilmu sihir seenaknya.

Ia tidak boleh kalah di sini. Apapun yang terjadi, ia harus selamat dan menang tidak peduli bagaimana tantangannya, untuk mendapatkan hadiah akhir yang dijanjikan kepala asrama jadi-jadian itu.

Kairo kembali akan berlari, lalu ia menoleh menatap Rain yang sebelumnya berlari lebih dulu. Namun, baru disadarinya, kini Rain sudah tergeletak di tanah dengan mata membelalak. Terkejut, lantas Kairo berusaha meraih tubuh Rain. Namun, sebuah anak panah melesat begitu saja hampir mengenai tangannya. Untung saja pemuda itu berhasil menghindar.

"Rain!"

Satu bulir air mengalir dari pelupuk matanya. Ia berusaha menghampiri Rain yang tergeletak, tubuhnya diinjak-injak oleh beberapa orang yang berlari sembarangan. Namun, satu tangan menahan pergerlangannya. "Inget, dalam perang, kita harus terus maju enggak peduli apapun yang terjadi."

Itu Joshua. Ia berusaha menahan Kairo agar tidak berbalik. Terlalu beresiko jika harus mengurus tubuh Rain yang bisa saja sudah menjadi jasad. Mereka tidak punya banyak waktu, jika tidak sampai ke bukit dalam waktu yang sudah ditentukan, maka mereka akan dianggap kalah.

"Tapi rain?" Kairo tidak tahan melihat temanna terkapar begitu saja. Joshua memegan kedua bahu Kaio dan memberikan tatapan penuh pada pemuda itu. "Kalau salah satu dari kita kalah, yang lain harus terus berjuang sampai titik darah penghabisan."

Karya: rizkitaramadan

Notes: semoga suka dengan chapter ini. Mohon maaf jika ada typo atau kesalahan penulisan lainnya 🙏 have a nice day ✨️

ASRAMA 300 DC (SEASON 2)Where stories live. Discover now