BAB 2 [Khanzia udah berusaha Bunda]

52 17 16
                                    

Happy reading

****

Dimeja makan terlihat Khanzia beserta keluarganya sedang menikmati sarapan dipagi hari ini.

BLETING.., Khanzia dan Ayahnya tersentak kaget, karena Kelly tiba-tiba menghetakan sendok yang di pakainya untuk makan dengan kesal, "Bunda kenapa?" tanya Khanzia pada Kelly,

"Jangan ditanya Zia, kamu terusin aja makanya tuh, nanti kesiangan berangat kekantornya," titah Davit pada anaknya, Khanzia mengangguk lalu kembali menyantap sisa makanan yang ada dipiringnya.

"Bunda udah cape dengerin para tetangga yang nanya kapan kamu nikah? kenapa Khanzia belum laku, Bunda sakit hati tau Zia," ungkap Kelly, Khanzia yang baru saja ingin menyuapkan seusendok makanan langsung meletakkan kembali semdok itu diatas piringnya dengan kesal.

"Bunda, Khanzia mau nanya sama Bunda, kenapa Bunda harus dengerin omongan para tetangga capener itu?" tanya Khanzia pada Kelly dengan serius.

"Capener itu apa? jangan bikin Bunda bingung," tanya Kelly balik, ia tidak mengerti apa yang dimaksud tetangga capener yang dikatan oleh anaknya tadi, sedangkan Davit hanya diam, dia akan ikut bicara saat itu diperlukan.

"Calon penghuni neraka," cetus Khanzia, mata kelly terbelalak kaget dengan jawaban anaknya.

"ASTAGHFIRULLAH! Zia Bunda gak ajarin kamu ngomong kaya gitu," tegas Kelly pada Khanzia, Davit juga merasa kaget tapi dia lebih memilih menahan tawanya sedari tadi.

"Gak diajarin ini inisiatif Khanzia sendiri, soalnya Khanzia gedeg banget sama para tetangga, ngapain coba kurusin hidup Khanzia, padahal Khanzia udah kurus."

"Terus masalah Khanzia gak laku, itu emang bener Bun."

"Emang bener karna Khanzia gak jualan," jawab Khanzia, Kelly berhasil bungkam dengan jawaban super jelas darinya.

"Pintar sekali anakku," batin Davit.

"Tapi.., Bunda ingin kamu punya pasangan untuk menemani setiap langkah yang kamu lalui, Khanzia usia kamu sudah cukup usia seorang gadis untuk menikah," papar Kelly, lalu wanita paruh baya itu beranjak meninggalkan meja makan, meninggalkan Khanzia dan Davit.

"Ayah?" panggil Khanzia sembari mengalihkan netranya pada Davit.

"Iya sayang, udah jangan dipikirin," titah Davit sembari mengelus puncak kepala Khanzia yang terbalut jilbab putih itu.

"Khanzia mau bahagiain dulu kalian berdua, dan sebagai anak satu-satunya, Khanzia mau buat kalian bangga, Ayah suka dengan angkasa, sebab itu Khanzia mau kuliah jurusan astronomi bukan milih pertanian, dan sampe saat ini Khanzia bisa masuk perusahaan Nasa internasional, semua itu demi Ayah juga Bunda biar kalian bangga sama Khanzia."

"Sebenarnya Bukan Khanzia gak berusaha buat nyari pasangan, ya kalo belum ada jodohnya, mau Khanzia jungkir balikin bumi, ya kalo belum waktunya gak akan ketemu," tutur Khanzia, Davit pun terkekeh kecil melihat putri semata wayangnya itu, lalu ia memeluknya sebentar.

Setelah itu Davit menangkup kedua pipi Khanzia, "Khanzia anak hebat, pokoknya terbaik dimana Ayah, jadi kamu jangan mikirin itu lagi yah, sekarang kamu berangkat ke kantor nanti kesiangan gih," ucap Davit pada Khanzia, gadis itu kembali tersenyum, Ayahnya memang orang yang paling mengerti perasaannya dari pada sang Ibunda.

"Yaudah Khanzia mau berangkat, beuh Zia lupa Yah buat kasih tau kalian bahwa peluncuran stelit tahun ini yang akan memimpinnya Khanzia loh," ucap Khanzia, tentu saja Davit sangat bahagia mendengar hal ini.

Pangeran Carva [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang