BAB 17 [Hari paling buruk]

23 6 2
                                    

Tandain Kalo ada typo!

Selamat Membaca

Setibanya dirumah sakit Medis Pelita, Khanzia meminta kursi roda untuknya, bukan brangkar, Carva tentunya menuruti permintaan gadis itu, "Carva, tolong tanyain dimana ruangan Ayah sama Bunda!" titah Khanzia, Carva bingung apa maksud Khanzia.

"Maksud kamu?"

"Cepet, Ayah sama Bunda kecelakaan dan dilariin kerumah sakit ini," jelas Khanzia, Cowok yang mendorong kursi roda gadis itu dari belakang tersentak kaget.

"Cepet!" Carva mengangguk, ia segera berjalan menuju meja data pasien.

"Ayah dan Bunda dimana? ruangan mana?" tanya Carva pada wanita yang duduk dimeja itu.

Wanita itu terlihat kebingungan, "Ayah dan Bunda siapa? maaf Nama pasiennya siapa mas?" tanya wanita itu pada Carva.

Bodoh sekali! bagaimana pihak yang mendata pasien tau siapa 'Ayah dan Bunda' seharusnya ia menyebutkan Nama kedua mertuanya.

"Maaf, dimana Pasien atas Nama Pak Davit dan Buk Kelly?" Wanita itu segera mengecek di komputernya.

"Pak Davit Ananda Surya dan Buk Kelly Faralandazia?" tanya Wanita itu, Carva segera mengangguk.

"Keduanya masih berada di UGD lantai satu Mas," ujar Wanita itu, Carva segera berterima kasih lalu segera berlari menghampiri Khanzia kembali.

"UGD lantai satu," ucap Carva, Khanzia mengangguk, mereka langsung pergi keruangan yang telah diberi tahukan tadi.

Khanzia mencoba mengatur napasnya saat melihat ruangan berflang 'UGD 1' baru saja ingin masuk Dokter lebih dulu keluar dari sana. "Dokter, gimana Ayah sama Bunda saya?" Khanzia langsung bertanya.

"Oh kalian keluarga Pasien, mereka sebenarnya dalam kondisi kritis sekarang ini, Tapi silahkan saja salah satu dari kalian bisa masuk karna sedari tadi mereka menyebut-nyebut Nama Khanzia, dimana Khanzia, apakah Nona yang dimaksud?" tanya Dokter laki-laki itu, Khanzia segera mengangguk, Gadis itu medongak kebelakang melihat pada Carva, "Gue masuk dulu," ucap Khanzia, Cowok itu mengangguk lalu melepaskan dorongan kursi roda Khanzia.

Gadis itu mulai menjalankan kursi roda yang ia duduki menggunakan tanganya, ia memasuki ruangan bernuansa putih dengan aroma has obat-obatan, air matanya kembali mengalir dengan deras saat melihat kedua orang tuanya berbaring di dua brangkar dengan bantuan alat oksigen masing-masing.

Kondisi Kelly dan Davit terlihat sangat mengenaskan, keduanya mendapati masing-masing luka yang serius, Khanzia membekap mulutnya agar mereka berdua tak mendengar tangisannya, "K—khanzia... Sini nak." Kelly membuka matanya perlahan seraya melihat Khanzia.

Khanzia memutar kursi rodanya untuk menghampiri brangkar Kelly, "B-bunda," panggil Khanzia dengan lembut.
"M-mas? Khanzia udah datang." Kelly memangg Suaminya dengan lirih, tetapi tak ada jawaban dari Davit yang berbaring di sebelah berangkarnya dengan penuh perban diarea tubuhnya dan kepalanya.

Wanita itu menolehkan kepalanya pelan untuk melihat sang putri tercinta, "Ay-yah kamu, rupanya ud-dah pergi.." ucap Kelly, ia meneteskan air matanya lalu menggela napas berat.

Khanzia seketika terisak hebat, tak kuat untuk melihat jasad seorang laki-laki yang merupakan cinta pertamanya, "Jang-ngan nangis sa-yang, Bunda gak mau ka-mu sedih," ucap Kelly, tangannya berusaha menggapai dipipi anaknya,
untuk mengusap air matanya.

"Kamu kuat, hebat, anak Bunda gak cengeng inget." Khanzia yang terisak menggeleng dengan kuat.

"Khanzia anak cengeng Bunda, Khanzia lemah," elak Khanzia, Kelly tersenyum dengan tatapan kosong.

Pangeran Carva [On Going]Where stories live. Discover now