4. Tukeran Motor, Bukan Hati

8.4K 1.8K 565
                                    

Hai hai hai

Selamat malam guys

Absen hadir dulu sini!!!

Mulai hari ini, Reiji akan update secara rutin, ya!

***

Aeris belum pernah membayangkan bahwa dia akan berada dalam situasi konyol yang belum pernah dia alami selama hampir empat tahun bersahabat dengan motor. Kalau saja waktu tidak semakin sore dan langit yang memberikan tanda-tanda mendung, mungkin dia tidak akan menerima bantuan Reiji yang dengan baik hati mengajaknya bertukar motor. Awalnya, Aeris merasa biasa saja saat mengiyakan tawaran dari laki-laki itu meski sedikit terpaksa. Namun, saat hampir setengah perjalanan dia mengendarai motor Reiji, isi otaknya yang telah menjadi sarang iblis itu mulai mengajaknya berpikir negatif.

Apakah kali ini Aeris merasa bahwa dia telah melakukan tindakan bodoh?

Bagaimana jika ternyata Reiji memiliki niat buruk kepadanya?

Dan... mengapa Reiji bisa tiba-tiba datang bertepatan dengan kesialan yang menghampirinya?

Ah, rasa-rasanya, ketiga pemikiran itu memiliki potensi untuk mendapatkan poin kebenaran.

"Kalau pun motor gue dijual, ya gue jual balik motornya dia!" sungut Aeris di balik kaca helm yang melindunginya dari debu-debu laknat di Ibu Kota. "Lagian, masa cowok galak kayak dia motornya scoopy menye kayak gini? Bencong nggak, sih?"

"Nggak bermaksud motor shaming, tapi nggak cocok aja sama muka sok sangarnya!"

"Mana motornya persis banget sama punya gue. Jangan-jangan dia stalker abadi gue sejak dini."

Aeris menghela napas panjang saat paru-parunya memaksanya untuk berhenti mengoceh detik ini juga. Sibuk merutuki Reiji juga tidak akan membuatnya puas, justru menghadirkan kemarau berkepanjangan di tenggorokan. Apalagi polusi udara yang membuat napasnya semakin sesak. Mungkin hanya segelas air putih dingin yang mampu meredam kekesalannya hari ini.

Tak terasa, Aeris akhirnya sampai di pekarangan rumahnya dalam waktu tiga puluh menit. Meski di sepanjang jalan dia tidak berhenti perang dengan pikiran, nyatanya motor Reiji juga yang berhasil membawanya pulang dengan selamat.

"Baru OSPEK aja udah kelihatan nggak niatnya. Tinggal nurut aja apa susahnya, Aeris?"

Bukan. Bukan senyum hangat dari mama yang dia dapatkan. Bukan pula sambutan kecil layaknya seorang ibu yang menyambut putri kecilnya ketika pulang. Melainkan tatapan tajam penuh intimidasi juga ucapan pedas dari Ambini–sang mama.

Diam-diam sambil mengepalkan kedua tangannya, Aeris kembali menahan amarah sambil menatap ke arah seberang rumahnya. Rinai, tetangga tukang cepunya itu pasti telah melaporkan semuanya kepada Ambini.

*****

"Loh? Ini motor siapa? Ketuker sama punya orang, ini, Rei!"

Zanila terlihat begitu panik saat Reiji datang menghampirinya di pendopo kampus, tapi tidak dengan motornya yang dua jam lalu dipinjam oleh laki-laki itu. Tipe dan warnanya memang sama persis, tapi Zanila sangat hafal dengan setiap jengkal bagian motornya. Lagipula, Zanila tidak perlu ribet memikirkan bagian apa yang membedakan, platnya saja sudah berbeda!

"Ini ketuker, Rei!" seru Zanila sambil berjalan panik ke arah Reiji yang masih duduk di atas motor dengan raut santai tak bersalah.

"Emang gue tuker, Zan," balas Reiji akhirnya. Laki-laki itu kemudian menyodorkan kresek berisikan barang titipan Zanilla lalu turun dari motor. "Ini motor MABA, bannya tadi bocor, gue tambalin, terus gue suruh dia pulang pake motor lo. Sori nggak ngasih tahu dulu."

HAH?

Zanila tidak habis pikir dengan isi otak Reiji saat ini. Bagaimana bisa laki-laki itu mengambil tindakan ini tanpa meminta izin kepadanya terlebih dahulu? Padahal, Reiji pasti tahu persis kalau Zanila tipikal orang yang jarang mau untuk meminjamkan barang-barang.

"Makanya sampai dua jam. Nanti kalau motor lo kenapa-kenapa, gue yang tanggung jawab. Thanks, Zan," lanjut Reiji sebelum akhirnya dia meraih tangan Zanila dan meletakkan kunci motor scoopy milik Aeris di telapak tangan perempuan itu.

Belum sempat Zanila menjawab ucapan Reiji, laki-laki itu sudah telanjur pergi dari hadapannya. Sampai detik ini, Zanila semakin sadar bahwa sekesal apa pun dia sekarang, jika penyebabnya adalah Reiji, Zanila tidak akan bisa marah.

*****

"Tanpa Mama sama Papa minta, kamu harusnya paham kalau kamu adalah harapan satu-satunya kami. Jangan sampai salah ambil langkah demi keegoisan kamu, Aeris. Mama sama Papa sudah hidup jauh lebih lama dari kamu. Jadi, kami yang lebih paham."

Aeris meletakkan sendok dan garpunya dengan sedikit kasar ke atas piring. Bahkan di sela-sela makan seperti ini, kedua orang tuanya itu masih saja memberikan wejangan-wejangan yang terkesan memojokkan tanpa memberikan kesempatan untuk bertukar pendapat dan pikiran.

"Aeris tahu, Ma. Lagipula, Aeris juga masih adaptasi dan mencoba berdamai dengan pilihan Mama sama Papa," seloroh Aeris, sedikit memberikan pembelaan.

Erwin–papanya Aeris–hanya bisa menghela napas panjang mendengar perseteruan antara Ambini dan anaknya yang masih tak kunjung usai. "Lakukan saja apa yang mamamu inginkan, Aeris. Kamu sudah punya privilege yang bagus. Manfaatkan dengan baik."

"Iya...," jawab Aeris meski raut wajahnya terang-terangan memberikan isyarat tidak suka.

"Manajemen keuangan nggak akan bikin kamu nyesel kalau lulus, percaya sama Mama," kata Ambini.

"Iya, Ma, Aeris tahu kok. Kalau pun Aeris bilang manajemen keuangan bukan cita-cita Aeris, Mama juga bakalan bilang kalau hidup ini nggak perlu selalu berputar pada apa yang kita inginkan, kan? Kalau bidang lain lebih menjanjikan, apa salahnya mencoba? Itu, kan, yang selalu Mama bilang?"

Ambini tersenyum tipis mendengar jawaban putri semata wayangnya itu. "Bagus kalau kamu mengerti. Tinggal diterapkan dengan baik."

"Gimana mau nerapin dengan baik kalau Mama sama Papa cuma bisa memberikan tekanan tanpa support system yang baik?"

BRAK

"CUKUP!" Erwin akhirnya tidak lagi mampu mengontrol emosinya. Gebrakan dari tangannya ke meja makan cukup membuat Aeris dan Ambini terkejut. "Aeris, kembali ke kamarmu sekarang!"

Tanpa sepatah kata lagi, sambil menahan air matanya yang hendak merosot dari pelupuk mata, Aeris buru-buru pergi dari meja makan dengan berlari kecil. Bahkan hingga saat ini, Aeris masih belum menemukan cara untuk menghangatkan dinginnya suasana di keluarga mereka.

*****

Spam emoticon yang kalian suka!

1k komen untuk next yuuu bisaa yuuu

See you guys! 

Rotasi Dunia ReijiWhere stories live. Discover now