30. Kebenaran yang Belum Terungkap

5K 572 50
                                    

Reiji turun dari motor dengan hati yang berdebar-debar setelah memutuskan untuk mengajak ayahnya menjauh dari Rumah Aeris. Dia kaget bukan main saat mendapati ayahnya berada di seberang saat dia keluar dari rumah Aeris. Beruntung Aeris dan orang tuanya tidak melihat kalau Haris ternyata menguntit. Meskipun rasa curiga dan kekhawatiran masih menyelimuti pikirannya, Reiji berusaha untuk tidak langsung menuduh sang ayah.

Dengan langkah terburu-buru, Reiji menghampiri ayahnya, Haris, yang juga turun dari motor. Hening yang mencekam memenuhi udara di sekitar mereka, mencerminkan keadaan tegang yang melingkupi pertemuan mereka.

Saat Reiji semakin mendekat, ekspresi wajahnya mencerminkan perasaan campur aduk. Ia ingin tahu apa yang ayahnya lakukan di sana, namun ketakutan dalam hatinya membuatnya waspada. Reiji merasa takut bahwa ayahnya yang nekat itu mungkin saja sedang merencanakan sesuatu yang jahat.

Dalam sekejap, pikiran Reiji dipenuhi oleh gambaran-gambaran yang tak menyenangkan. Dia mengingat beberapa kenangan buruk dari masa lalu yang melibatkan ayahnya. Rasa curiga dan kecemasan semakin memenuhi pikirannya, membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan napasnya yang terengah-engah.

Keduanya saling berhadapan di pinggir jalanan kompleks perumahan yang sunyi. Reiji menggenggam erat perasaan was-wasnya, sementara Haris terlihat tenang meskipun terpancar rasa kegelisahan dalam matanya.

"Mau apa Ayah di sana?" tanya Reiji, memecah keheningan yang membentang di udara.

"Pacarmu, kan?" Haris malah bertanya balik. Nada bicaranya terdengar mendesak.

"Ayah nggak perlu tahu," jawab Reiji tegas.

"Pacarmu, kan?" tanya Haris lagi.

Reiji mengembuskan napas kasar. "Nggak guna juga Reiji ngasih tahu."

"Oke. Berarti dia pacar kamu." Haris meraup wajahnya kasar. "Putusin sendiri atau mau Ayah yang mutusin hubungan kalian?"

Reiji merasakan adrenalin memuncak dalam dirinya. Kecemasannya berubah menjadi kemarahan yang meluap-luap. Dia menatap bingung juga kesal kepada sang ayah yang dengan mudahnya mengatakan hal tersebut. Reiji merasakan dadanya terasa sesak. Ia tidak pernah menyangka bahwa ayahnya akan mempertanyakan hubungannya dengan Aeris. Apa tujuan pria itu mengacaukan kebahagiaan anak sendiri?

"Reiji sama sekali nggak paham otak Ayah ada isinya apa enggak," sarkas Reiji, tidak lagi memedulikan kesopanan antara ayah dan anak.

BUGH!

Satu pukulan kencang berhasil Reiji dapatkan di tulang pipinya. Rasa ngilu dan perih bercampur menjadi satu. Reiji tidak kaget. Dia sudah biasa mendapat pukulan telak dari sang ayah. Bahkan pria itu tidak peduli di mana mereka sekarang.

"Pukul aja sampai Reiji mati kalau itu bikin Ayah seneng dan puas," ucap Reiji, menantang Haris dengan mata yang berapi-api.

BUGH!

Lagi. Kali ini pukulan itu mendarat di perut, tepat di ulu hati. Haris sama sekali tidak merasa iba saat melihat wajah kesakitan milik anaknya. Dia justru menyeringai puas, seolah apa yang dilakukannya memang pantas untuk Reiji dapatkan.

"Tinggalkan perempuan itu atau Ayah yang akan bertindak dan berujung mempermalukanmu di depan dia!"

Reiji mengepalkan tangannya kuat. Napasnya kini terengah-engah. Rasa marah bercampur dengan nyeri yang menjalar di wajah dan perutnya. "Sampai kapan Ayah mau mencampuri urusan Reiji?!"

"KAMU MASIH ANAK AYAH!"

"Ayah mana yang tega mukul anaknya tanpa sebab yang jelas?!"

"Oh, nantangin Ayah, ya, kamu," lontar Haris. "Ayah tunggu kamu putusin hubungan kamu dengan perempuan itu, atau Ayah sendiri yang akan bertindak. Ini semua demi kebaikan kamu, Reiji."

"Jelaskan dulu apa alasannya, Yah!"

"Nggak perlu Ayah kasih tahu. Yang jelas, pacaran dengan dia hanya akan membuat kamu menanggung rasa malu!" pungkas Haris, tidak memiliki niat untuk menjelaskan semua kebenaran kepada Reiji. Bahkan dengan teganya dia buru-buru pergi dari sana sebelum Reiji bertanya lebih lanjut lagi.

Sementara itu, Reiji hanya mematung di tempat dengan menatap kepergian sang ayah bersama rasa penasaran yang telah menguasai dirinya.

*****

"Kenapa bisa bonyok begini? Siapa yang pukulin?"

Yeni tidak berhenti mengomel sejak tadi saat mendapati anaknya yang pulang dengan keadaan wajah lebam. Tentu saja sebagai ibu dia merasa sangat khawatir karena selama ini Reiji bukanlah anak bandel yang suka berkelahi dengan orang lain. Lebam tersebut jelas disebabkan oleh pukulan seseorang.

"Cuma ada satu kemungkinan. Ayahmu yang bikin kayak gini, ya?" tebak Yeni karena hanya ada seseorang yang terlintas di pikirannya sebagai pelaku yang membuat kondisi Reiji menjadi seperti itu.

Reiji tidak menjawab, dia hanya mengukir senyum sendu yang membuat Yeni merasa semakin kesal kepada mantan suaminya.

"Ayah yang mukul Abang, ya, Bu?" tanya Rafael yang sejak tadi tidak beranjak pergi dari samping kakaknya. Bocah itu terlihat sangat khawatir dan telaten merawat Reiji. "Ayah jahat banget sama kita...."

Reiji tersenyum lembut ke arah Rafael lalu mengusap-usap rambut adiknya dengan penuh kasih sayang. "Abang nggak apa-apa, Ael."

"Kenapa, sih, Ayah suka mukul-mukul? Itu kan dosa," gerutu Rafael.

Yeni menatap malang kedua anaknya. Ada sorot kekecewaan dan rasa bersalah yang terpatri di matanya. Dia merasa sangat gagal untuk menciptakan keluarga yang hangat bagi anak-anaknya. "Maafin Ibu sama Ayah, ya...."

"Nggak apa-apa, Bu. Kan ada Ayah Salman nanti, hehe," balas Rafael, berusaha menghibur ibunya. Kehadiran Salman memang berhasil mencuri hati Rafael karena pria itu memperlakukan Rafael sebagai anak kandung yang membuat Rafael merasa nyaman dengannya. "Ael ayahnya ada dua."

Reiji dan Yeni saling berpandangan, bingung harus memberikan respons seperti apa kepada Rafael.

"Ael, buku-buku buat pelajaran besok udah disiapin belum? Kalau belum, siapin dulu gih, Ibu mau ngomong berdua dulu sama Abang," ucap Yeni dengan lembut kepada anak bungsunya itu. Rafael pun dengan patuh mengangguk kemudian pergi ke kamar dengan berlari kecil.

"Ayah nyuruh Reiji putus sama Aeris tadi sore. Nggak tahu alasannya kenapa," jelas Reiji kepada Yeni setelah Rafael tidak ada di dekat mereka.

"Tiba-tiba ngomong gitu?" tanya Yeni terheran-heran.

"Awalnya, Ayah ngikutin sampe ke rumah Aeris. Abis itu nyuruh putus."

Kerutan di dahi Yeni semakin terlihat jelas. "Ada yang nggak beres," batinnya.

"Ibu tahu kenapa?" tanya Reiji karena Yeni hanya diam saja, seperti tengah berperang dengan pikiran sendiri.

Yeni gelagapan. Tapi sebisa mungkin dia mencoba untuk tenang di hadapan Reiji lalu berkata, "Ayahmu, kan, emang gitu. Suka usil kalau lihat ada yang bahagia."

Mendengar itu, Reiji justru semakin merasa janggal. Dia percaya kalau ada satu hal yang berusaha ditutupi oleh Haris. Tatapannya kini menatap kosong ke sudut ruang tamu. Bayangan wajah Aeris menghantui pikirannya. Wajah yang ceria dan senyum yang selalu membuat hati Reiji berbunga-bunga. Mereka telah melewati banyak hal bersama, mendukung satu sama lain, dan membangun hubungan yang kokoh. Dia tidak mungkin hubungannya dengan Aeris hanya karena hasutan Haris yang tidak berdasar pada apa pun.

bersambung...

******

Makin complicated ya....

Sampai sini, kalian perasaannya gimana?

Udah siap blm pisah sama Reiji di Wattpad?

Sebentar lagi, kita bakal beneran pisah, tapi tenang... Besok akan ada info istimewa! Pantengin terus update-an Belia ya...

Rotasi Dunia ReijiWhere stories live. Discover now