25. Siapa Reiji?

3.1K 639 534
                                    

Meski malam sudah tiba, ketiga orang itu masih belum beranjak dari taman. Rafael sudah tertidur di pangkuan Reiji, sementara Reiji dan Aeris tengah sibuk menikmati keindahan bintang di langit malam. Udara malam yang sejuk membuat mereka betah berada di sana. Angin sepoi-sepoi juga tidak berhenti menyapu lembut wajah mereka.

"Pilih bintang yang mana, Kak?" tanya Aeris tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.

Reiji terlihat berpikir sejenak sebelum dia menunjuk salah satu bintang yang letaknya sedikit berjauhan dari yang lain. "Yang menyendiri itu," jawabnya.

Aeris mengernyitkan keningnya. "Kenapa yang sendiri? Padahal lebih seru yang bergerombol kayak itu," ucap Aeris sambil menunjuk bintang-bintang yang saling menggerombol.

"Sesuai sama hidup gue yang lebih suka sendiri, Ris," balas Reiji.

Aeris menatap wajah Reiji dengan sorot mata teduhnya. Tangannya yang sejak tadi bertumpu pada tanah kini mulai bergeser, menyentuh punggung tangan Reiji yang berada di dekatnya. "Sendiri nggak selamanya baik. Lo juga butuh someone buat dijadiin teman berbagi. Mungkin kedengarannya memang simpel, tapi dampaknya besar, Kak. Seru, tau, kalau kita punya seseorang yang bisa kita tuju kalau lagi sedih, seneng, mau pergi ke suatu tempat, mau ngelakuin sesuatu, mau minta pendapat, dan masih banyak lagi."

Aeris menjeda kalimatnya sejenak.

"Seseorang yang bisa dipercaya untuk menjaga rahasia. Seseorang yang siap jadi telinga kalau kita lagi butuh teman cerita. Dan seseorang yang siap melakukan hal serupa dengan apa yang udah kita lakuin," lanjut perempuan itu.

Reiji menatap balik Aeris, tatapannya terlihat ragu. Dia belum terlalu percaya dengan apa yang baru saja Aeris katakan. "Gue cuma takut pisah. Ketika kita udah nyaman, ujung-ujungnya juga ketemu yang namanya perpisahan. Jadi... rasanya percuma kalau harus berhadapan dengan kehilangan."

"Buktiin kalau pikiran lo itu salah. Buktiin ke diri lo sendiri kalau apa yang selama ini lo takutin ternyata bisa diatasi," balas Aeris.

"Lo pinter banget soal ginian." Reiji tertawa lalu mengacak gemas puncak kepala rambut Aeris.

"HATI GUE JUGA IKUT ACAK-ACAKAN, KAK!" jerit Aeris dalam hati sembari membenahi rambutnya yang berantakan karena ulah Reiji.

"Thanks buat hari ini," ucap Reiji, nada bicaranya terdengar benar-benar tulus.

"Santai aja, Kak. Kalau mau cerita-cerita dikit, ke gue juga bisa. Dijamin aman." Aeris mengacungkan dua jempolnya dengan cengiran lebarnya yang begitu riang. Namun, hal itu tidak berlangsung lama saat Aeris mengingat satu hal. "Astagaaa! Gue lupa ngabarin bonyok gue!"

*****

Aeris turun dari motor Reiji setelah mereka sampai di depan pagar rumahnya. Rafael yang tadinya tidur di sepanjang jalan kini sudah bangun dan tersenyum lebar ke arahnya. Aeris membalasnya dengan senyum yang tak kalah manis. Dia merasa sangat senang hari ini. Berkat Reiji, Aeris jadi tahu rasanya menjadi kakak.

Dalam sekali pertemuan, Aeris langsung merasa nyaman dengan Rafael. Anak itu sangat menggemaskan, penurut, dan kelihatan penyayang sekali. Aeris berharap mereka masih bisa bertemu di hari-hari berikutnya. Dia akan merindukan anak itu pastinya.

"Kak, makasih untuk hari ini," ucap Aeris kepada Reiji.

"Gue sama Rafael yang harusnya bilang gitu," jawab Reiji.

Aeris menggeleng pelan. "Gue happy banget soalnya. Nanti main-main sama Rafael lagi, ya," ucapnya begitu semringah sambil mencubit pipi tembam Rafael.

"Mau gue bantu ngomong ke bokap nyokap lo?" tanya Reiji menawarkan diri karena Aeris sempat cemas sebab lupa memberikan kabar ke orang tua.

"Nggak apa-apa, Kak. Nanti gue bilang aja kalau asyik belajar bareng lo sampai lupa di mana arah pulang."

Rotasi Dunia ReijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang