11. Mencintai Takdir

5.6K 1.4K 714
                                    

Hai, hai, haiiiii!!!

Selamat malam semuanyaaa

Absen hadir dulu sebelum ketemu Eijiiii

****

Usai kelas pagi ini, Aeris tidak berniat untuk melipir main terlebih dahulu bersama dua temannya. Dia justru berlari terbirit-birit di sepanjang koridor kampus begitu keluar dari pintu kelas lantai satu. Bahkan teriakan Danu dan Dania pun tidak dia pedulikan. Aeris hanya fokus berlari seperti tengah dikejar setan.

"Cepet banget jalannya," gumam Aeris kemudian mempercepat langkahnya untuk menggapai seseorang yang berada beberapa langkah di depannya.

"KAMBING!" panggil Aeris setelah jarak keduanya sudah dekat. Teriakan mautnya itu mampu membuat beberapa mahasiswa menoleh ke arahnya, tapi dia tidak begitu peduli.

Sesampainya tepat di sebelah Reiji yang berhenti, Aeris pun membungkuk dan menjadikan kedua lututnya sebagai tumpuan kedua tangannya. Dia butuh beberapa detik untuk mengatur napasnya yang tersengal-sengal akibat berlarian.

"Kenapa lagi?" tanya Reiji dengan air muka tenang seperti biasanya.

Aeris kembali menegakkan tubuh setelah berhasil menetralkan napasnya. Dia memandang Reiji dengan cengiran tipis. Laki-laki itu terlihat sedikit berantakan hari ini. Kemeja yang Reiji gunakan juga tidak terlalu rapi, seperti disetrika asal-asalan. Kantung mata laki-laki itu juga menebal. Entah perasaan Aeris saja atau kenyataannya memang begitu.

"Gue lupa belum ganti biaya tambal bannya, Kak," ucap Aeris, langsung pada inti pembicaraannya.

"Oh, nggak usah," balas laki-laki itu singkat.

"Ah, nggak mau!" tolak Aeris. Dia segera merogoh saku roknya untuk mengambil uangnya di sana, tapi Reiji justru melenggang pergi tak peduli.

"KAK!"

Aeris kembali mengejarnya, membuat Reiji terpaksa berhenti lagi.

"Gue nggak mau utang budi," lanjut Aeris sembari menyodorkan selembar uang merah muda.

"Gue cuma bantuin, bukan buka jasa tambal ban," tutur Reiji, masih menolaknya.

"Tapi gue belum pernah punya utang, Kak. Nanti bisa kepikiran tujuh hari tujuh malam."

"Salah lo sendiri nganggep itu utang."

"Tapi, kan...."

"Nggak usah." Reiji mendorong pelan uluran tangan Aeris. "Kalau lo masih nggak enak, ikut gue ngobrol di sana sebagai ganti."

Aeris mengikuti arah tunjuk Reiji ke sebuah kursi taman kampus yang kosong. Tetapi, sebelum mendapat jawaban darinya, laki-laki itu sudah terlebih dahulu berjalan meninggalkannya. Mau tidak mau, Aeris pun memilih untuk menuruti saja. Dia pun berjalan di belakang laki-laki itu.

Sesampainya di sana Reiji langsung duduk di sebuah kursi kosong dan menyuruh Aeris untuk ikut duduk bersamanya. Dia menautkan kedua tangannya di atas paha dengan pandangan lurus ke depan, posisi yang menandakan bahwa dirinya tengah berpikir. Reiji bisa merasakan suasana canggung antara dirinya dan Aeris. Dia bukanlah orang dengan kepribadian ekstrovert yang gampang mencairkan suasana, melainkan sebaliknya. Bahkan untuk masuk organisasi saja Reiji membutuhkan banyak energi yang harus dikeluarkan karena organisasi menuntutnya untuk pandai bersosialisasi.

"Kalau nggak salah denger, lo pernah bilang kalau nggak pernah tertarik sama jurusan ini." Reiji buka suara. Namun, pandangannya masih menatap jauh ke depan, bukan ke arah Aeris yang jelas-jelas duduk di sampingnya.

Rotasi Dunia ReijiWhere stories live. Discover now