How are you guys? Udah siap buat baca part ini?
Jangan panggil aku author, Thor, Utor atau Mimin dong 🥺 tega banget kalian kalau panggil aku gitu. Mending kalian panggil aku Brow, sebaliknya aku juga bakal panggil kalian Brow juga.
Sedikit info, di part ini kita akan bunuh karakter utama secara perlahan, jadi udah siap buat baca?
Btw jangan lupa Follow wattpad aku karna beberapa part akan aku private 😘
Happy reading Brow ❤️
42|| TIDAK LAGI PERCAYA
Clarysa melangkah melewati koridor menuju kelasnya dengan lesu. Setelah kejadian semalam ia belum bisa menghubungi Gerald sama sekali, pesan yang ia kirimi tak kunjung di balas, bahkan nomor laki-laki itu juga tidak aktif.
Semalam di jam dua pagi, Clarysa di bangunkan oleh salah satu waiters yang ada di klub malam itu. Waiters itu tampak ingin membersihkan ruangan yang ia tempati itu. Mengingat tentang klub malam, Clarysa jadi teringat Alin. Sebelum ia benar-benar tidak sadar, ia sempat melihat gadis itu, Clarysa sangat yakin kalau gadis yang ia lihat itu adalah Alin ia tidak mungkin salah!
Siang ini di jam istirahat Clarysa harus menemui Alin. Ada banyak hal yang harus ia tanyakan pada gadis itu, tapi sebelum itu ia harus menemui Gerald, ia harus memastikan laki-laki dalam keadaan baik-baik saja.
Clarysa sudah sampai di kelasnya. Saat ia mulai melangkah memasuki kelas itu, teman sekelasnya menatapnya dengan tatapan tidak suka dan hal itu berhasil membuat Clarysa bingung sendiri.
Clarysa melangkah mendekati Zia dan Netta yang tengah berkumpul di meja depan dengan teman cewek di kelasnya. "Zia, kenapa sih? Kok mereka ngeliatin gue gitu banget?"
Zia menjauhkan bahunya yang sedang di pegang oleh Clarysa. "Gue nggak tau!"
Jawaban Zia yang terdengar jutek berhasil menimbulkan tanda tanya besar bagi Clarysa, tidak biasanya gadis itu bersikap seperti itu padanya.
Akibat belum puas dengan jawaban Zia, Clarysa pun kembali bertanya pada Netta. "Nett, kenapa?"
Netta tampak mengangkat bahunya cuek sebagai respon atas pertanyaan Clarysa.
Clarysa sungguh bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Teman-teman sekelasnya terus menatapnya dengan tatapan tidak suka, bahkan ada yang terlihat muak dengannya. Aneh sekali, pikir Clarysa. Apakah ia sudah berbuat kesalahan?
"Guys? Cabe lagi murah ya? Soalnya pembantu gue masak pedes banget, jadi gue mikirnya cabe lagi murah," ujar salah satu teman sekelas Clarysa sambil menatap Clarysa remeh, gadis itu di ketahui bernama Mirna.
"Yang murah cabe-cabean kali Mir," ujar gadis bernama Rini merespon pertanyaan Mirna tadi.
Seisi kelas tampak tertawa atas ucapan Mirna dan Rini, mereka tertawa sambil melirik ke arah Clarysa.
"Cabe-cabean kalau main mah nggak tanggung-tanggung guys, langsung keruangan VVIP!" Timpal Loli, disusul dengan tawa menggelegar dari teman di sampingnya.
"Itu mah bukan cabe-cabean, lebih tepatnya sih, perempuan panggilan!" Sambung Disa sambil tertawa di sambut oleh teman-teman sekelas Clarysa yang lainnya. Pandangan mereka masih tertuju pada Clarysa.
Clarysa melangkah menuju mejanya dan menghampiri Chelsea yang tengah sibuk dengan buku di hadapannya, ia berharap menemukan jawaban setelah bertanya pada gadis itu.
"Chi, mereka pada kenapa sih? Kok ngeliatin gue gitu banget?" Tanya Clarysa sambil duduk dan meletakkan ranselnya.
Chelsea mengangkat bahunya cuek tanpa menoleh pada gadis itu dan malah terus berfokus pada buku di hadapannya. "Gue nggak tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERALD (On Going)
Teen Fiction"Gerald itu ibaratkan air, dan gue ikannya. Ikan gak bakal bisa hidup tanpa air, sama halnya kaya gue. Gue gak bisa hidup tanpa Gerald!" Inilah kisah Gerald Dhiafakhri. Siswa teladan yang memiliki segudang prestasi di SMA Gundala. Gerald lebih serin...