☕ Bab 14

34 2 1
                                    

KEENAN

Coffeetaria & Bar resmi buka di awal Desember. Awal yang baik untuk memulai babak baru dalam bisnis kami. Bagi sebagian orang, Desember menjadi akhir karena bulan itu ada di pengujung tahun. Tidak bagiku dan Skye.

Desember menjadi bulan spesial. Terutama bagi Skye. Dia sangat menyukai bulan Desember. Suasana hatinya selalu baik di bulan itu. Bulan ulang tahunnya.

Hal baik pun sering datang padanya di bulan Desember. Tentu saja dimulai dengan ulang tahunnya, lalu ayahnya akan sering pulang dan mengambil liburan ekstra untuk melewatkan akhir tahun bersamanya. Kado-kado yang diterimanya pun melimpah. Seringkali aku pun ikut mendapat bagian.

Cerah wajahnya di acara soft launching seakan membawa hangatnya sinar matahari yang dua minggu belakangan hanya bersembunyi di balik awan mendung memasuki kafe.

Pandangannya beredar ke seisi ruangan yang sudah dipenuhi banyak orang. Terdengar kata-kata dalam bahasa Indonesia pula yang dilempar para pengunjung. Ya, memang kebanyakan dari mereka yang hadir adalah mahasiswa dan keluarga orang Indonesia yang berniat meramaikan acaraku.

Semua ini tak lepas dari campur tangan Lydia dan Lutz. Beberapa orang yang datang memang kenalan mereka berdua. Sisanya adalah teman-temanku dan kawan-kawan Leo dan Kelsey.

Meskipun terkesan pongah, Lutz rasanya tidak seburuk itu. Dari cerita Skye, dia pernah membantu temannya agar filmnya ditampilkan di The Floating Cinema. Sekarang, dia membantu memeriahkan acara Coffetaria & Bar. Bahkan, beberapa hari lalu ketika kami tengah menyiapkan soft launching, dia memberi saran yang tak pernah kupikirkan sebelumnya.

Dia menyarankan agar aku melengkapi menu di etalase dengan camilan khas Indonesia.

"Nyokap lo, kan, pintar masak, tuh. Minta nyokap lo bantuin bikin camilan buat kafe lo aja, gih. Biar mahasiswa-mahasiswa Indo yang kangen makanan Indo bisa mampir ke sini. Kalau bisa bantuin kafe lo, kan, seenggaknya nyokap lo ada kegiatan gitu," katanya saat itu.

Perlu kuakui, Lutz kadang terkesan sulit memperhalus kata-katanya. Akan tetapi, aku memahami maksud baiknya. Oleh karenanya, aku sungguh mengapresiasi saran yang dia berikan. Ketika kusampaikan gagasan itu pada Bunda, wanita itu menyambut dengan antusias. Bahkan, dia sudah mempersiapkan daftar camilan yang ingin dibuatnya untuk Coffetaria.

Skye menyeringai. "Udah ramai banget, ya."

"Makasih sudah datang, ya. Makasih juga buat teman-temanmu yang sudah bantuin aku."

"Of course."

Di balik senyumnya, kegugupan Skye berada di tengah kerumunan orang-orang yang tidak dikenalnya masih kentara. Sesungguhnya, aku pun merasa gugup. Pasalnya, aku belum pernah mengenalkannya dengan temanku selain Leo dan Kelsey. Itu pun karena mereka bekerja di Coffetaria.

Sebelum Skye datang, aku sudah membuat garis batas untuk semua orang setelah hari yang mengubah hidupku itu berlalu. Aku membangun dinding itu tinggi-tinggi. Namun, dengan kehadiran Skye, aku tidak terlalu yakin di mana garis batas yang akan kubuat untuknya. Aku rasa aku terlalu lama memasang batas itu sampai perlahan-lahan, dinding itu mulai menjadi bagian dari diriku. Aku lupa caranya membuka diri untuk dapat dilihat orang lain dengan apa adanya. Dan lebih-lebih, aku takut.

Andai aku tahu dia akan datang, aku mungkin akan menahan diri. Setidaknya sampai pada waktunya dia akan datang. Dengan begitu, hidupku akan lebih layak untuk menjadi bagian dari dirinya.

Lalu tiba-tiba, Leo menyelinap di antara aku dan Skye. Dia menoleh ke arah pintu masuk. Bersamaan dengan masuknya seorang lelaki yang tampak familier.

"Herman," sapa Skye begitu matanya menangkap sosok itu. Di belakangnya berdiri Lydia. "Wah, makasih banget kalian sudah datang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SanctuaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang