22 • Naik Tayo

4.3K 303 17
                                    

Warning!
part ini mengandung banyak sekali typo!
Happy Reading!
*****












Sedari tadi Revan cuman bisa natep Kenzie yang lagi makan potongan paha ayam yang ke lima. Untung tadi saat Kenzie meminta nya untuk membeli ayam goreng upin-ipin Revan langsung konek, tidak seperti kemarin-kemarin saat Kenzie memintanya untuk membeli ice crea olaf.

"Lo gak ada niatan nyisain gue satu potong doang?" Tanya Revan.

Sedari tadi Revan melihatnya, Kenzie seperti menikmati paha ayam yang dia pesen gofood. Perut Revan juga terasa lapar, bunyi keroncongan bahkan sudah terdengar sejak tadi.

Kenzie mendongak menatap Revan balik, dengan mulut yang penuh anak itu menyodorkan paha ayam yang tersisa hanya tulang saja dan masih sedikit ada dagingnya, mungkin sekitar satu gigitan lagi.

"Mau?" Tawar Kenzie.

Lelaki jangkung itu menghela napas pelan, "Gak! Lo aja." Jawab Revan dengan wajah datarnya.

Emang dia ini manusia apaan yang dikasih tulang doang mau? Anjing kali ah yang suka mainin tulang sebagai mainan nya. "Evan marah?" Imbuh Kenzie, wajah anak itu yang sebelumnya terlihat ceria kini terlihat murung.

Revan menggeleng kan kepalanya, dia menepuk pucuk kepala Kenzie. "Enggak! Makan aja abisin, gue mau ke kamar." Suruh Revan.

Ia berdiri dari duduk nya lalu beranjak pergi dari ruang tengah karena sedari tadi mereka masih berada di ruang tengah. Kenzie yang melibatkan keergian Revan lesu. "Evan beneran marah ya?" gumam Kenzie pelan sambil melihat kearah tulang yang sedang dia pegang.

"Tuh kan Evan beneran marah sama Ken ya?" Ulang anak itu.

Kenzie sudah terlihat seperti anak bodoh yang bertanya dengan tulang sudah tahu kalau tulang itu benda mati, tidak bisa menjawab bahkan mengeluarkan suara sepelan apapun.

Kenzie menyimpam tulang itu di piring, ia berdiri beranjak dari sana pergi dari ruang tengah menyusul Revan ke kamar. Tidak peduli dengan tangan nya yang belum di cuci bekas makan barusan.

"Evan~~" Panggil Kenzie.

Lelaki manis itu melangkah kan kakinya masuk ke dalam kamar mereka, kedua matanya melihat Revan yang sedang duduk di tepi kasur dengan laptop yang di pangkuan nya juga kacamata yang bertengget apik di hidung.

"Evan~" Panggil Kenzie sekali lagi.

Revan mendongak, mengalihkan pandangan mya dari laptop ke asal suara. Sebelah alis lelaki jangkung itu terangkat dengan tatapan bertanya yang di layangkan nya untuk Kenzie.

"Kamu marah?" Tanya Kenzie berjalan mendekat kearah lelaki itu.

Revan mengendus kan hidung nya ketika merasakan bau sesuatu saat Kenzie sudah berada di samping nya. "Lo belum cuci tangan?" Tanya balik Revan tidak menanggapi pertanyaan Kenzie yang di lontarkan.

"Jawab dulu baru nanya." balas Kenzie kesal.

Revan menghela napasnya pelan. "Tadi lo udah nanya gitu sebelum gue ke kamar, gue jawab apa tadi? Lo ga denger?" Sahut Revan.

"Denger kok."

"Kalo denger ngapain nanya lagi? Sana lo cuci tangan dulu." Ucap dan suruh Revan pada Kenzie.

"Ya kan siapa tahu Evan. Lain di mulut lain di hati." Gumam Kenzie yang masih dapat di dengar oleh Revan.

"Paha ayam nya masih ada, tadi ken cuman bercanda."

Lelaki manis itu melangkah kan kakinya keluar kamar, ia berniat membereskan bekas makan nya dulu lalu habis itu mencuci tangan nya.

Beberapa kemudian Kenzie menyelesaikan pekerjaan singkat nya, anak itu kembali ke ruang tengah tidak ke kamar. Kenzie mengambil ipad nya yang masih memutar kartun yang sama, ia duduk di atas karpet lagi dan mencari kartun yang lain.

Ia mengambil bantal sofa kemudian memeluknya. Tidak lama kemudian, Revan datang dengan laptop yang berada di tangan nya dan ikut duduk di samping lelaki manis itu. Kenzie melirik sekilas kearah suaminya dan kembali fokus dengan kartun yang di tonton nya sekarang.

"Gue gak marah." Sahut Revan tiba-tiba, jari jemari lelaki itu menari kesana kemarin atas keyboard tanpa melihat kearah Kenzie dan masih tetap fokus ke layar laptop nya.

"hah?"

"Gue gak marah Ken." Ulang Revan sembari mengalihkan pandangannya dari layar laptop menatap kearah Kenzie yang sedang fokus nonton.

"Ken tahu. Kan tadi udah bilang."

*****

"Jangan bawa kendaraan Evan! Naik tayo aja!"

Hari sudah menjelang pagi, dimana pagi ini semua orang kembali melakukan aktivitas nya seperti biasa. Di basement apartemen terdengar suara rengekan seorang remaja yang bersikekeh meminta untuk tidak membawa kendaraan motor atau mobil.

Revan menghela napas, kalau pagi ini mereka naik bus nanti pulang nya bagaimana? Ia paham maksud perkataan Kenzie yang meminta nya untuk naik tayo, karena tayo itu kan sebuah bus.

"Nanti pulang nya gimana? Mau naik bus lagi atau enggak?" Tanya Revan, ia harus memastikan sesuatu dulu. Jika pulang nya Kenzie tidak ingin naik bus lagi nanti siang ia akan meminta salah satu supir di rumah nya untuk menjemput nanti sore saat pulang sekolah.

Kenzie terdiam, anak itu tampak berpikir dengan pertanyaan yang Revan lontarkan. Tidak lama kemudian, Kenzie menggelengkan kepalanya pertanda tidak tahu.

"Gak tahu."

Revan melihat kearah jam tangan yang bertengger di tangan kanan nya, jarum jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh kurang. Masih ada waktu empat puluh menit untuk mereka sampai ke sekolah.

"Yaudah ayo ke halte, sepuluh menit lagi bus nya datang." Ucap Revan.

Lelaki jangkung itu menggengam tangan Kenzie lalu berjalan pergi keluar dari basement. Revan memutuskan untuk berjalan menuju halte karena jarak nya juga tida terlalu jauh, bahkan bisa di bilang sangat dekat.

Skip, singkat cerita.

Sekarang Revan maupun Kenzie sudah berada di dalam bus, bus baru saja jalan meninggalkan halte sekitar dua menit yang lalu. Di bus ini juga banyak anak-anak sekolah lain, Kenzie duduk di dekat jendela sedangkan Revan di sampingan nya.

Di samping Revan juga ada seorang remaja yang sekira usianya seumuran sama mereka cuman dari sekolah lain, bangku yang mereka duduk terdapat tiga dan Revan duduk yang di tengah-tengah.

Kenzie yang memang dasarnya baru pertama kali nya naik bus seperti ini entah kenapa ia merasa gerah, padahal juga ini masih pagi dan cuaca nya belum panas.

"Evan, gerah." Adu Kenzie.

Revan menatap kearah Kenzie, dahi anak itu juga terlihat sedikit mengeluarkan keringat. Telapak tangan Revan terangkat, mengusap keringat suami kecil nya. "Jendela nya buka, biar angin nya kerasa." Balas Revan, kemudian ia membukakan jendela bus.

Beberapa menit kemudian, sekitar pukul tujuh kurang sepuluh menit mereka baru saja sampai di sekolah. Sebelum ke kelas, Revan dan Kenzie berjalan menuju kantin untuk membeli makanan.

"Mau roti bakar rasa coklat Van." Ucap Kenzie saat mereka sudah sampai di kantin.

"Bi, roti bakar rasa coklat lima."

"Baik den Revan, di tunggu ya."

"Mau apa lagi?" Tanya Revan.

"Eum, mau susu coklat."

*****
Tbc.
26 Juni 2023

REVZIE || Slow UpdateWhere stories live. Discover now