SIP : Bab 8.

2.2K 237 32
                                    

Guys, di vote dulu dong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Guys, di vote dulu dong. Komen seikhlasnya dan jika berkenan bantu follow akunku.
Terima kasih.

Hari ini CEO We Are One FH kembali pada rutinitasnya seperti biasa, setelah menyelesaikan urusan pribadi di kota yang jadi perbatasan Singapura dan Indonesia. Pak Edo, begitu orang-orang memanggilnya saat mulai bekerja membantu perusahaan keluarga agar semakin jaya. Namun, jelas tak berlaku bagi wanita yang saat ini sedang berdiri di seberang mejanya.

Sambil membawa map dan tablet, sang keponakan yang hari ini memakai kemeja biru lengan seperempat dipadu rok span hitam sebatas lutut sedang membicarakan jadwal yang seminggu ini tertunda. Lantas berceloteh satu masalah yang sebenarnya sudah ia ketahui beberapa hari yang lalu.

"Kasih tahu Kafi buat meeting besok pagi. Nanti bilang sama dia, sebelum mulai suruh ke kantor Om dulu. Sekitar setengah jam sebelum meeting dimulai."

Fale mengangguk paham. "Terus Om, launching mebel set sama kitchen set bener-bener bakal ditunda, ya?" Wanita itu beranjak menuju sofa, duduk santai di sana sambil menatap pria yang menjadi satu-satunya saudara kandung sang ibu.

Edo mengangguk seraya mengembuskan napas kasar. "Ada yang main curang, Fal."

Dan Fale bisa melihat sorot frustrasi di sepasang manik yang persis seperti milik Edgar. Berdeham saat nama itu tiba-tiba saja terlintas di kepala, Fale meletakkan tablet di atas meja sambil memasang telinga untuk mendengarkan cerita yang pasti akan keluar dari mulut pria di sana.

"Kenapa mikir begitu, Om?"

"Kayaknya setiap barang mau launching, ada yang janggal. Dana buat promo catatannya lebih besar dari yang keluar."

Edo melempar punggung pada sandaran kursi sebelum memijat kening sendiri. Urusan keluarganya mungkin selesai setelah kematian sang ayah tiga bulan lalu, tapi masalah di perusahaan yang rata-rata ia tanggung sendirian membuat kepalanya terasa pening. Ayahnya hanya memiliki dua anak. Ia dan Lani. Sang kakak sudah lama keluar dari perusahaan, tepatnya saat memiliki anak yakni Fale. Lalu ada tiga orang adik laki-laki dari sang ayah dalam perusahaan yang sebenarnya patut dicurigakan. Dan satu-satunya cucu Wirasena yang bisa diandalkan hanya wanita muda di depannya saja.

"Fal?"

"Ya, Om."

"Edgar gimana?"

Merasa seperti diintrogasi karena kejadian semalam, Fale refleks berdeham samar sambil bergerak mengambil tablet dan map di atas meja untuk menutupi raut gugupnya yang semoga saja tak terbaca.

"Maksud Om gimana?"

Edo terdengar mendesah pasrah. "Om sebenarnya nggak kasih izin dia tinggal di apartemen."

"Kenapa, Om?" Fale mulai penasaran.

"Selain rumah kakek masih luas buat nampung orang, Om juga perlu banyak bicara sama Edgar buat ngurus perusahaan. Kalau tinggal pisah gini susah, Edgar juga sulit buat diajak ngobrol."

Secret In Paris ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang