SIP : Bab 25.

2.2K 203 68
                                    

Wanita dan rasa gengsi terkadang bersanding tak tahu diri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Wanita dan rasa gengsi terkadang bersanding tak tahu diri. Menjulang tinggi hingga tak jarang malah bikin uring-uringan sendiri. Seperti sekarang. Sebenarnya apa sih, mau Fale saat ini?

Semalam rencana bermalam di rumah Mira diurungkan. Awalnya Fale memakai alasan kalau ia tiba-tiba malas untuk mengendarai roda empatnya lagi, tapi insting wanita dalam sambungan telepon membuatnya refleks menggigit bibir bawah sambil diam beberapa saat kemudian.

"Si Edgar udah pulang, ya, makanya lu nggak jadi nginep di rumah gue? Gimana, lu udah ngobrol sama dia, Fal?"

Seperti diserang peluru tepat di kening, Fale yang tak menyangka kalau Mira seperti dukun wanita hanya mampu diam saja. Ia membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara sebelum serangan pertanyaan lain yang lebih menuntut menodong telinganya.

Jadi karena malas meladeni ocehan Mira di sambungan telepon, Fale jawab sekadarnya dan buru-buru menutup sambungan sambil melirik balkon kamar Edgar yang lampunya seketika menyala.

Dan setelah itu keresahan pun dimulai.

Semalam Fale malah berakhir uring-uringan tak jelas sambil memutar-mutar ponsel di tangan. Hatinya sibuk memaksa ia untuk mengirim pesan pada Edgar sedangkan otaknya malah mengejek puas karena melihat sikapnya lebih menggelikan daripada saat Zola menyamakan pria tampan dengan aktor Korea.

Tak bisa tidur karena kesal kenapa Edgar tak berinisiatif mengirim pesan lebih dulu padanya, Fale awali pagi ini dengan keadaan yang jauh dari kata semangat. Setelah membersihkan diri, membuat sarapan sederhana di pantri, ragu-ragu ia melangkah menuju balkon sambil memegang novel yang diambil secara acak. Ekor matanya yang sulit diajak bekerja sama langsung menoleh ke arah balkon Edgar sebelum mendengar suara bel apartemen ditekan dua kali.

Gegas melangkah menuju daun pintu, dalam hati kecil Fale yang mulai merasa gugup, ia harap itu pria yang tak ia temui saat di balkon. Namun, harapannya pupus saat matanya melihat pria lain yang tersenyum sambil membawa beberapa box makanan di tangan.

"Arif?" Dan Fale bersyukur masih bisa tersenyum menyambut Arif yang mulai masuk ke apartemennya.

"Udah sarapan, Fal?"

Berjalan santai menuju sofa, Arif letakkan menu yang ia masak sendiri di atas meja. Kemudian, layaknya pemilik tempat kakinya terayun mantap menyambangi area pantri untuk mengambil beberapa alat makan.

"Udah tadi cuma makan buah, sih?"

"Mau diet?" Kening Arif mengernyit saat memberi tatapan pada pemilik tempat. "Apa yang mau dikecilin, Fal. Badan lu udah serba pas."

Fale mendengkus sambil mendaratkan bokong di sofa. Tak lama Arif duduk di sampingnya dengan dua mangkuk, satu piring, dan dua sendok.

"Bukan diet, gue tadi males bikin sarapan."

"Masih jadi kebiasaan, ya. Males buat sarapan." Arif buka bungkusan yang tadi ia bawa. "Sarapan penting, Fal. Jangan disepelein." Lalu menyodorkan sepotong puff kari pada Fale dan menuang saus beda rasa ke dalam dua mangkuk kecil. "Cobain, ini sarapan khas Malaysia."

Secret In Paris ✔️Where stories live. Discover now