Penghuni Baru Kamar Nomor 6

1K 164 55
                                    

"Bahkan bulan pun butuh beristirahat, Ka. Nggak selamanya dia harus bersinar."

Dia tertawa lalu melanjutkan kalimatnya," Nggak perlu terlalu terang yang penting tidak pernah padam."

____________

Terhitung satu hari kamar kos nomor 6 terisi dengan seseorang bernama Arkana Aditya. Di kamar kos nomor 2, Sandy menatap dahan-dahan bunga mawar dari jendela kamarnya yang berayun pelan oleh angin, bagaimana ia menjelaskan perasaannya ?

Kehadiran laki-laki muda itu membuatnya tak mampu tidur semalaman.

Sejenak pikirannya menerawang pada percakapan lama dengan seseorang.

Musim kemarau menyapa daerah barat, Semarang setiap hari di terpa angin kencang-cuaca khas penyambutan musim kemarau. Sandy memilih untuk berjalan-jalan di sekitar Kota Lama, menikmati angin yang membelai surai-surai halusnya.

Dan agenda jalan-jalan itu selalu ia habiskan dengan teman satu kost-nya.

"Enak nggak sih, mas ?" perhatiannya teralih menatap laki-laki muda jangkung yang sedang memilih-milih Moaci gemini-makanan yang beberapa waktu belakangan ramai peminat. Sandy terpaksa terdampar di toko makanan khas oleh-oleh Semarang dekat Kota Lama karena laki-laki itu menariknya dengan paksa.

"Beli banyak banget buat apaan ?" Meski enak Sandy tidak pernah mengira bahwa laki-laki itu akan membeli 6 kotak Moaci gemini.

Tapi alih-alih menjawab laki-laki SMA berusia 16 tahun justru tersenyum, selanjutnya dengan senyum yang semakin mekar ia menatap Sandy. "Buat adik gue, mas. Besok gue mau pulang mumpung libur."

"Buru-buru banget, Van." Sandy jelas bertanya, tapi tak terlalu memusingkan alasan temannya itu untuk pulang ke rumah. Apalagi kalau sudah membawa nama adiknya. Sandy tahu berapa besar perasaan sayang itu.

"Dia tu lucu, mas. lo kalau liat adik gue pasti bakal gemes deh." katanya sembari memasukkan satu kotak lagi Moaci gemini.

"Kalau mirip lo nggak usah ketemu deh, satu Evano Pradipta aja udah bikin pusing satu kos-kosan apalagi ada dua."

Tanpa di duga laki-laki itu tertawa membuat beberapa pengunjung menoleh ke arahnya. Lalu detik berikutnya Sandy merasakan geplakan di area pantatnya.

"VANO!" Pria dengan kacamata itu melotot menatap Evano yang masih tertawa, ini bukan lagi soal pantatnya yang panas, tapi MALU!

"Eh tapi serius deh, mas, dia tu nggak kaya gue dari muka jelas beda karena dia adik sepupu. Dari sifat apalagi, dia mah kaya anak kucing." Evan menjelaskan, lalu membenarkan topi nya sebelum akhirnya berjalan untuk membayar 7 kotak Moaci gemini.

"Van, lu serius beli 7 kotak ?"

"Buat Riki satu, tadi tu anak nitip."

Sandy mengangguk lalu mengikuti Evano yang lebih dulu berjalan. Namun belum sampai beberapa langkah laki-laki muda itu menghentikan langkah kakinya tanpa aba-aba praktis membuat Sandy menabrak tubuh tinggi miliknya.

"JANGAN MARAH-MARAH DULU INI LEBIH GAWAT!!" Evano menyela, sesaat setalah ia menatap raut wajah Sandy yang akan marah-marah.

"Gawat kenapa ?"

"Gue lupa bawa dompet." Tidak ada hal yang lebih memusingkan dari kelakuan Evano Pradipta. Sejak Sandy mengenal Evano tiada hari tanpa mengelus dada, jadi meskipun dengan berdecak kesal- karena laki-laki muda itu hobi sekali membuat pandangannya berkunang-kunang ia tetap meraih dompet dalam saku jaket jeans nya membayar 7 kotak Moaci gemini itu.

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Where stories live. Discover now