DALAM RUMAH KITA

415 66 20
                                    

"Rumah hangat mu dan rumah dinginku. Rumah kita yang berbeda, rumah yang tak ramah, rumah yang tak ramai, rumah yang rumit,"

______________________
Sebagai tempat pulang, rumah harusnya menjadi bagian paling penting bagi semua orang.

Sebagai tujuan terakhir dalam sebuah perjalanan, rumah harusnya mengayomi dan memberi kenyamanan. Memeluk raga-raga lelah yang butuh diistirahatkan. Menjadi sandaran paling nyaman di dunia yang keras ini.

Rumah harusnya menjadi kalimat, "Selamat beristirahat." Untuk mereka yang kembali pulang setelah berjalan terlalu lama.

Rumah harusnya menjadi kalimat, "Kamu sudah melakukan terbaik hari ini." Untuk mereka yang pulang setelah berjuang mati-matian di luar sana.

Rumah harusnya menjadi kalimat, "Tidak apa-apa aku akan memelukmu." Untuk mereka yang telah berdiri sendirian di luar rumah selama ini.

Atau,

Rumah harusnya menjadi kalimat, "Ada aku di sini bersama mu." Untuk mereka yang hidup dalam kekhawatiran.

Untuk mereka yang berada dalam dunia yang menakutkan.

Untuk orang-orang yang tidak memiliki teman selain rumah.

Sayangnya sebagian dari orang-orang memiliki rumah yang mengkhianati peran.

Setiap mereka membuka pintu, mereka akan di cerca sebab perjalanannya tak membuahkan hasil apa-apa. Setiap mereka kelelahan dan haus, lalu pulang untuk sekedar meneguk air putih mereka justru di dorong keluar, di paksa untuk berjuang lagi.

Setiap mereka menangis sebab rasa khawatir merundungnya setiap saat, lalu mereka pulang, tapi yang di dapat hanya kekosongan tanpa arti. Memasuki kamar yang sepi dan sunyi, tanpa ada sambut hangat, tanpa ada kata penenang, tanpa ada uluran secangkir teh dari seseorang yang biasa di sebut ibu.

Rumah kehilangan jati dirinya, mereka yang memiliki rumah seperti itu pelan-pelan akan rubuh, atau mungkin hancur.

Seperti Evano.

Ya, seperti dirinya.

Mama tahu rumah yang ia bangun bersama suaminya telah hancur bahkan sebelum mereka benar-benar menjalankan rumah tangga mereka.

Mama tahu ia bukan sambut hangat atau dekapan erat bagi anak dan suaminya, mama tahu ia telah gagal menjalankan kewajibannya.

Mama tahu, sangat tahu.

Rumah impian yang ia bangun bersama dengan suaminya ternyata hanya sebuah bangunan tanpa arti. Di dalamnya tidak ada cinta, di dalamnya dingin tanpa hangat, di dalamnya hanya ada pertengkaran.

Ramai yang tidak mama suka, ramai yang membuat mama terluka.

Ia pikir menikah akan membuatnya menjadi ratu, lalu ia mengabdikan hidupnya sebagai bentuk syukur sebab telah di cintai sepenuh hati oleh seorang suami. Namun ia salah, setelah ia mengabdikan seluruh hidup dan rasa cintanya, ia terkhianati.

Mama jatuh pada harapannya sendiri, ia terpuruk saat tahu suaminya tak benar-benar mencintai. Dan ia makin hancur saat tahu bahwa suaminya membagi hati dengan sahabatnya sendiri.

Lalu,

"Ini anakku sama dia. Dia nggak mau ngerawat anak ini, aku mohon-aku mohon kamu nerima anak ini, dia nggak punya siapa-siapa selain aku, Tar."

Di suatu pagi saat mama hendak menyambut suaminya selepas pulang kerja, saat kopi yang mama seduh masih hangat san mengepulkan uap suaminya datang namun mama terheran sebab suaminya tak datang sendiri, dalam dekapannya seorang bayi tertidur dengan nyenyak, kulitnya begitu merah.

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Where stories live. Discover now