Spiegel Bar & Bistro, dan Sepenggal Cerita Tentang Evano

809 124 29
                                    

"Dengan makan Fillet Mignon Steak seharga 209 ribu yang gedenya nggak seberapa nggak bikin kenyang, Ki. Yang kenyang ego gue doang. Dan lo tau kekenyangan yang gue cari malah bisa gue dapetin cuma dari makan soto seharga 13 ribu depan gereja." Evano meletakkan macchiato miliknya yang tinggal separuh.

"lo nggak suka ?" Riki bertanya setelah menelan silician dory.

Pria yang di tanya justru tertawa, "gue masih muda men, gue suka foya-foya kalau buat gengsi dan berlaku hedon tempat ini paling gue suka. Tapi jujur di sini sepi aja, sepi yang malah bikin gue inget masalah meskipun perut di isi sama kemewahan. lebih nyenengin liat wajah bapak penjual soto yang selalu ketawa setiap gue nyambangin gerobaknya sepulang sekolah."

"Jadi intinya ?"

"Mewah nggak selalu bikin lo seneng, menyendiri disini dengan bergelas gelas Cappucino latte nggak bisa nyelesein masalah, gue tau lo nggak nikmatin semua kemahalan ini. Lo terlalu sibuk sama diri lo sendiri tanpa mau ngeliat orang lain yang bisa jadi itu kebahagiaan yang lo cari-cari. Kalau ada masalah bukan pergi tapi di hadepin cerita sama gue."

"Cerita sama gue, Ki."

____________________________

Hari semakin terik, jam sudah menunjukkan pukul setengah satu, semua teman-teman sekolahnya sudah berlalu pulang meninggalkan gedung biru bertuliskan 'SMA SANJAYA 02' yang begitu nampak panas.

Di bawah pohon ketapang dengan semilir angin yang menyejukkan pori-pori Arka terduduk menunggu jemputan, Riki belum juga sampai namun pria dari putra seorang juragan cina itu menyuruhnya untuk menunggu sedikit lebih lama lewat pesan WhatsApp beberapa menit lalu.

Hari ini berlalu seperti biasa, menyenangkan tapi tidak begitu menggetarkan hatinya. Hanya saja yang membuatnya pusing adalah tingkah para gadis di kelasnya.

Menggoda dirinya dengan kata-kata receh yang menggelikan.

"lama banget lagi Mas Riki," agaknya Arka sudah dehidrasi merasakan panasnya halaman sekolah dan Riki sama sekali belum sampai.

"Nunggu jemputan ya, Kak."

Arka tersentuk, jantungnya hampir saja berhenti ketika mendengar suara di dekatnya. Lalu berdetak lebih keras saat melihat seorang anak kecil laki-laki duduk persis di sampingnya.

Tunggu, sejak kapan ?

"Lama ya kalo nunggu jemputan." katanya lagi, namun Arka masih geming matanya memindai perawakan kecil itu. Baju hitam bergambar batman dan sepasang sendal kebesaran, sekilas tidak ada yang aneh namun saat Arka melihat lebih jelas ada sebuah luka memar di dahi anak kecil itu.

"Itu luka ?" akhirnya ia bertanya untuk memuaskan rasa penasarannya.

"Mana ? Oh ini, iya jatuh." dan keduanya terdiam.

"aku juga nunggu jemputan..."

"tapi bapak sama ibuku belum jemput." Ucapnya begitu, Arka tak menyahut lebih memilih mendengarkan.

"ANAK BARUUUUUU"

"aku pergi, kak"

Wuuush.

Bahkan sebelum Arka mengedipkan matanya anak kecil yang duduk bersamanya tiba-tiba memanjat pohon ketapang dengan kecepatan kilat.

Bukankah itu tidak mungkin ? Maksudnya BAGAIMANA BISA ?!

Dadanya benar-benar berhenti berdetak. Tubuhnya melemas, detik berikutnya ia menjatuhkan diri pada paving block sembari menatap pohon ketapang yang semula meneduhinya

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Where stories live. Discover now