Ingatan Dimana Aku Kehilanganmu

922 141 33
                                    

"Gue harap lo nyesel. Lo pikir kalau lo mengakhiri hidup lo sendiri rasa sakit lo di dunia ini bakal ikut hilang, seandainya lo tau bahwa rasa sakit itu nggak hilang melainkan pindah pada raga-raga yang kehilangan."

_____________________

Seumpama manusia mampu memilih untuk seperti apa mereka ingin hidup. Pasti semua orang akan memilih hidup dengan semua hal yang bersifat sempurna.

Banyak teman, banyak uang, hidup tenang.

Tidak ada sedih dan tidak ada mengeluh, tidak ada pengharapan, Tuhan tidak akan di sembah.

Sayangnya kita masih manusia banyak kurangnya, ada batasnya. Hidup sudah memiliki jalannya sendiri, Arka tahu itu tapi tetap saja dalam harapannya ia masih ingin mengulang hari-hari bahagia nya. Memiliki pilihan hidup sendiri, menghalau yang ingin pergi dan menata masa depan sesuai keinginannya.

Hari-hari dimana ia masih mampu tidur nyenyak, bangun pagi dengan harapan besar. Hari-hari dimana ia masih bisa bernapas dengan ringan.

Hari-hari dimana ia tidak perlu menelan pil untuk sekedar tidur dan menjaga kewarasannya, juga hari-hari dimana ia masih mampu melihat Evano berdiri di hadapannya dengan senyum hangat sembari menenteng berkotak-kotak Moaci Gemini untuknya, dan mendengar suara laki-laki itu di ujung telepon.

Tapi lagi-lagi ia tahu hukum hidup tidak seperti itu.

Kebahagiaannya terenggut di suatu pagi pukul 2 dini hari. Pagi dimana seharusnya ia masih tidur nyenyak namun harus terbangun karena gedoran pada pintu kamarnya, terdengar begitu tergesa-gesa.

Dan teriakan mama nya mampu membuatnya bangkit dari tidur. Pintu itu terbuka bersamaan dengan tubuhnya yang terhuyung ke belakang karena tiba-tiba saja mama memeluknya sembari menangis hebat.

Arka tidak tahu apa yang terjadi, sebab saat ia bertanya tentang keadaan rumit dini hari itu, mama justru semakin menangis tergugu.

Tapi ia tahu suatu hal buruk telah terjadi.

Sampai pada waktu dimana ia di bawa pergi ke rumah Evano, tidak bisa ditampik bahwa dadanya berdebar saat melihat begitu banyak keluarga berkumpul disana.

Sesaat ia menahan napasnya ketika melihat bendera kuning masih tergeletak di atas lantai, seseorang telah pergi.

Wajah-wajah murung di dalam ruangan semakin membuat Arka tak tenang. Bersamaan dengan itu sebuah Ambulans memasuki halaman rumah.

Arka mendesak keluar melihat apa yang terjadi. Dan ketika sebuah tubuh tak bernyawa itu di keluarkan tangisan mama nya sendiri semakin memenuhi ruangan, di susul dengan ambruknya tubuh mama Evano.

Detik itu juga Arka ingin berteriak sekencang-kencangnya saat kain penutup tubuh tak bernyawa yang baru dimasukkan ke dalam rumah terbuka.

Wajah itu terlihat begitu dingin tanpa aliran darah...

Sangat dingin, bahkan Arka tak tahu apakah wajah itu damai ataukah sedih. Tubuhnya sendiri kaku dan aliran darahnya terasa berhenti.

Papa sudah menutup wajahnya sendiri, terisak. "YaAllah...."

"Nggak, ini salah..." sekuat apapun ia menopang tubuhnya pada akhirnya kedua lututnya beradu pada lantai yang dingin.

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Where stories live. Discover now