¹³-Dua sisi

54 10 3
                                    

"Dua sisi yang tak terduga, aku hilang arah"

-tertanda Yodya.

.....

Di dingin nya udara tengah malam, ada punggung yang terbiasa tegap—turun tahta. Bersandar pada tembok, seolah sedang menanggung beribu-ribu batu. Menumpuk, dan menggunung dalam ribuan kepayahan.

Kemana sosok berandal yang beberapa minggu ini membuat ulah? Kemana sosok yang kata nya tak ingin kenal asmara? Tak pedulikan raga, sekalipun berdarah-darah? Kemana sisi kuat nya itu?

Mengapa, kini hanya ada diri nya yang berlagak rapuh, bodoh, dan pengecut kala di hadapkan sosok semesta nya?

Ragnala Yodya Tohpati —nyata nya masih seorang manusia biasa. Memiliki sisi manusiawi yaitu keserakahan diri; Yodya ingin Kama hanya untuk nya—berharap jika selama ini hubungan antara Kama dengan Baskara hanya buih tidur.

Namun nyata nya tidak.

Kama terus maju dari posisi awal; sedang dia tetap di posisi awal.

Meski bibir nya berucap ikhlas, meski bibir nya meyakinkan diri akan baik-baik saja—nyata nya ikhlas tak se simple itu, dan tak ada manusia yang akan baik-baik saja bila baru saja melepaskan yang berharga.

Bahkan kini Yodya pasrah kala tangan nya di seret berdiri. Menghadiahi gema lewat asbak yang tak sengaja tersenggol.

Kaendra Pratama Putra yang kini memandang Yodya penuh tanya. Pupil mata Kaendra melebar, kala temukan manik merah Yodya menatap nya kesal, "Anjing, Lo kenapa?"

"Gue munafik"

"Hah?"

"Gue gak suka nangis, tapi malem ini sakit nya lebih dari apapun, Kae. Gue—asu—njancok—kenapa gue jadi lemah gini?"

Kaendra terperangah.

Tak pernah sekalipun diri nya temukan Yodya berujar panjang dengan wajah se kacau ini.

"Soal..Kama ya?"

Mendengar itu membuat Yodya terkekeh sumbang.

Ia lepaskan tangan Kaendra dari lengan nya, menatap pemuda itu dengan bibir bergetar kecil, "Emang ada manusia se munafik gue? Yang bilang ikhlas tapi nyata nya nangis jugaa"

Yodya terdiam, menyadari raut wajah Kaendra yang nampak terkejut.

Kaendra kira Yodya sudah ikhlas sesaat setelah mendengar Kama memilih orang lain. Sesaat setelah ia memilih kembali ke kost dan menceritakan semua pada nya.

"Bahkan Lo sekarang sadar kan kalau gue emang munafik, ngomong aja ikhlas—bahagia dia bahagia gue juga." Desis Yodya. Meneguk ludah nya susah payah, Yodya usap kasar wajah nya. Ia berniat kembali sandarkan bahu nya di tembok.

Namun gagal.

Yodya temukan diri nya yang kembali di tarik oleh satu lengan—membuat nya terperangkap begitu saja di dalam dekapan Kaendra.

Pemuda yang menjabat sebagai teman terdekat nya.

Pemuda yang saat ini menepuk pundak nya. Menelungkupkan wajah nya di antara lekuk leher si empu. Membisikan kata-kata penenang—yang membuat Yodya semakin pecah di sana.

"Gue di sini. Gue gak suka lo milih nangis sendirian. Lo lupa ya? Lo punya gue, lo bisa nangis di depan gue kapan pun. Lo temen gue bangsat" Kaendra menjeda ucapan nya, jemari panjang nya remat kaos Yodya kala rasakan basah di pundak nya, di susul lirihan tidak berdaya Pemuda Ragnala.

Bukan Kuasa KuWhere stories live. Discover now