Chapter : 09

878 67 0
                                    

[•••]

"R.I.P. Derana Dreiden."

Kalimat itu terus terngiang sepanjang perjalanan pulang sekolah. Saking terngiangnya hingga Dera lupa membayar ojek pesanannya. Beruntung sudah dibayar sang mama setelah sepuluh menit tukang ojeknya menunggu.

"Kamu kenapa sih? Dari tadi kayak zombie aja." tanya Mauretta selaku mama Derana dengan sedikit ejekan.

Dera yang duduk di sofa panjang ruang tamu semakin menurunkan bahunya. Ia mengangkat kedua kakinya ke atas meja. Hal itu terjadi sebelum detik berikutnya kaki itu ditarik kasar oleh Mama Mauretta. Dera tidak protes karena itu memang tidak sopan.

"Kamu kenapa sih?" tanya Mama Mauretta lagi, ia heran. "Nggak tahu." Jawaban Dera hanya berupa gumaman.

"Sana ganti baju, abis itu terserah mau ngapain!" titah Mama Mauretta. Ia berdiri dari single sofa yang ia tempati. Dengan menyangga pinggangnya, ia berjalan menuju kamar mandi.

Dera mengikuti arah perginya, hingga pintu kamar mandi tertutup, baru cewek yang masih berseragam sekolahnya itu berdiri bersama helaan napas lelahnya.

Dengan langkah gontai Dera menaiki tangga menuju kamarnya. Jujur hari ini sangat melelahkan. Sebenarnya tak banyak hal yang Dera lakukan. Hanya saja yang ia alami cukup untuk membuatnya kepikiran.

Aroma bunga Lavender memasuki rongga hidung Dera hingga ke paru-parunya. Aromanya begitu menenangkan berangsur merilekskan ketegangan dalam diri Dera.

Tanpa melepas atribut sekolahnya, Dera tengkurap di atas kasur. Tak berselang lama ia sudah terlelap.

[•••]

Rona jingga menyoroti ruangan melalui kaca transparan. Dera selaku penghuni ruangan secara otomatis terbangun oleh alarm tubuhnya.

Tak lama setelah ia duduk dering telepon mengejutkannya. Dengan mata terpejam ia meraba, mencari letak ponselnya.

Tak ada suara selama beberapa detik setelah ia mengangkat panggilan itu. Dera mengerutkan kening. Ia menjauhkan ponselnya dari telinga, menatap heran panggilan yang masih terhubung itu.

Maka Dera memutuskan menyapa terlebih dahulu, "Hallo?"

"Ran, lo ada waktu nggak nanti malam?!" tanya orang di seberang sana dengan napas tak beraturan.

"Nggak tahu nanti." Dera berdiri, mengapit ponselnya dengan bahu kanannya.

"Kenapa emangnya?" Jari tangannya bergerak melepas atribut sekolahnya.

"Gue disuruh kencan buta anjir masa!" rengek orang itu.

Dera melempar dasinya. "Ya elah, kencan buta doang." ucap Dera menyepelekan. Jarinya kembali bergerak membuka kancing baju.

"Ya masalahnya gue nggak mau,.tolol! Kalo gue mau nggak bakal gue koar-koar kayak gini!"

"Ya itu masalah lo lah, kenapa malah ngeluh ke gue?" Dera berjalan menuju gantungan baju. Ia meletakkan ponselnya lalu menekan tombol loud speaker pada ponselnya.

"Karena..." ucapan dari seberang sana menggantung membuat Dera fokus menggantung kemejanya.

"Lo bantuin gue gagalin ya?" ucapannya yang lirih mendorong Dera untuk menanyakan kejelasannya.

"Bantu gue gagalin kencan butanya!" seru lawan bicara. Nadanya sarat sekali akan kekesalan.

"Lusi, itu masalah lo, bukan masalah gue. Jadi, lo urus aja sendiri." tegas Dera. "Udah ya, gue mau mandi."

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang