Chapter : 23

447 52 2
                                    

[•••]

"Sial! Panas banget muka gue!"

"Mana itu guru ceramahnya panjang kali lebar lagi." Lusi terus mengeluh sepanjang perjalanan menuju kelasnya setelah upacara selesai. Ia berjalan bersama teman sekelasnya.

"Kan! Anjingnya lagi, itu orang ceramahnya di teduhan, anjing! Kan nggak adil banget!" sahut cewek yang berjalan di dekatnya yang kebetulan mendengar keluh Lusi.

"Asli banget." balas Lusi mengiyakan kata-katanya. "Anjing." makinya dalam gumaman.

"Muka lo merah banget, Si." ucap salah seorang dari gerombolan itu khawatir. "Kayak dipanggang."

"Udah nebak dari awal sih gue." balas Lusi santai, dengan tangan semakin kencang mengipasi wajahnya. Meski tak dipungkiri bahwa wajahnya terasa terbakar, Lusi nampak tenang.

Sekian berjalan mereka semua hampir tiba di kelas. Tiba-tiba seseorang menyeletuk, "Dari tadi gue nggak lihat Derana. Dia ke mana?"

"Ha?" beo Lusi spontan menoleh pada orang itu. "Maksudnya?"

"Eh, iya. Derana mana? Kan biasanya dia baris di depan gue. Kali ini ganti Brenda depan gue." sahut siswi yang lain.

Lusi melirik sekumpulan mereka dan benar, ia tidak menemukan sosok Derana di sana.

"Alah, bakal balik sendiri nanti. Bolos kali." ucap Lusi tenang, ia begitu yakin. "Bajingan! Nggak ngajak-ngajak." gumamnya.

Sepuluh menit setelah masuk kelas, guru yang memiliki jadwal mengajar pertama masuk. Banyak pelajar yang langsung mengeluh. Bahkan memaki dalam gumaman, bukan lagi dalam hati.

Hanya saja, guru pertama ini seakan memiliki dua sisi diri. Jika beliau sedang Tidak begitu serius, maka para penghuni kelas itu berbicara santai padanya. Pun tanpa melanggar etika dan sopan santun.

Berbanding terbalik jika guru perempuan bertubuh tinggi kurus nan tak ada lekukan itu dalam mode serius. Tak mampu sudah para pelajar, siapapun mampu menandinginya.

"Udah sepuluh menit, kalian pasti udah nggak capek lagi 'kan?" Santai sekali bukan? Ditambah senyum ramahnya itu terukir sedari beliau memasuki kelas.

"Yaelah! Sepuluh menit mah kurang, Bu!" seru seorang siswa yang duduk di belakang. Lusi meliriknya tak lama kembali ke depan.

Siswa lain menyahuti, "Iya, cuman sepuluh menit! Makan aja saya belum kelar, Bu!" Dan masih banyak lagi keluhan lainnya.

"Sudah-sudah, hari ini ada yang spesial. Tahu?" Ibu guru itu memberi tebakan yang tak membuat para anak muridnya tertarik.

"Paling ulangan dadakan." balas siswa yang mulai jengah.

"Sayangnya kali ini bukan." Ia tersenyum simpul. "Masuk!" perintahnya menatap pintu masuk kelas. Hal itu membuat banyak pelajar yang menatap pintu penasaran.

Tak lama muncul seorang perempuan berseragam sama dengan mereka, berjalan anggun dan tersenyum ramah.

Tiba di dekat ibu guru, ia berhenti dan menghadap para penghuni kelas.

Lusi menatap ke arah depan tanpa berkedip. Tubuhnya mematung sesaat. Matanya melotot dan mulutnya menganga.

"SIA!!"

[•••]

"Hai."

Netra hitam itu berkedip bingung. Wajahnya kaku dan bibirnya terbuka.

Dera mengerutkan keningnya dan melirik sekitar panik. Salah! Salah! Seharusnya ia tidak melakukannya!

Secepat kilat ia berbalik dan mengatur napas serta jantungnya. Sial bukankah kata Lusi cowok itu masih dirawat di rumah sakit? Bagaimana bisa ia ada di sini? Mengenakan -Dera menoleh sebentar- seragam sekolah lagi. Argh!!

Behind the Script [Upload Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang