| 06 | The Scars Are Comeback

263 25 6
                                    

MALAM itu, obrolan panjang terjadi di rumah Mak Yah, bahkan Mak Yah sampai meminta mereka untuk beristirahat karena sudah terlalu malam. Well, memandangkan mereka sudah mulai mengantuk, mereka akhirnya memilih untuk menginap dan akan kembali ke Markas MATA di Jakarta besok.

Yah, sebenarnya mereka tidak ingin merepotkan Mak Yah karena menginap, tapi wanita tua itu sangat baik, beliau bilang jika jarang sekali ada orang kesini selain anak-anak kecil.

"Lo kenal Mak Yah sejak kapan, Dy?" Ali yang masih belum tidur menatap Rudy seraya meminta penjelasan. Kedua remaja itu berada di ruang tamu dan duduk diatas kasur tipis yang digelar oleh Mak Yah untuk mereka, beberapa dari mereka sudah ada yang tertidur.

"Mak Yah itu temen Ibu gue," jelas Rudy. "Gue kurang tahu pasti, tapi gue pernah ketemu sama Mak Yah beberapa kali saat Ibu dan Ayah gue masih ada, dan gue sama Mak Yah masih ingat saat-saat itu. Karena itu waktu gue kesini, Mak Yah ingat sama gue."

Ali mengangguk. "Kalau masih inget, berarti memang sedekat itu orang tua lo sama Mak Yah, ya?"

Rudy hanya mengangguk kecil sebagai balasan, netranya menatap lurus ke depan sambil merapatkan sarung yang dipakainya. "Mak Yah kenal lo karena Ejen Aliya, kan?"

"Lo tahu?"

"Mak Yah sendiri yang cerita ke gue."

Kali ini Ali yang mengangguk kecil. Aku tahu, kalian merasa Rudy jadi lebih sedikit terbuka, kan? Cukup berterima kasih pada Ali yang berhasil membuat Rudy jadi bisa menceritakan semuanya, sejak insiden beberapa bulan lalu, ketika MATA mendapatkan misi untuk meringkus The Dark Evil (Baca Seri AOF Ke-4 : Kekuatan Keyakinan).

Ali bilang, tidak masalah jika Rudy tetap berada pada sifat aslinya, dingin, nyebelin, dan suka makan, namun Ali selalu bilang bahwa jika ada masalah, ada baiknya untuk diceritakan, karena status mereka adalah teman, sudah begitu mereka berada di asrama, kedekatan harus ada. Tentu saja Ali tidak mengatakannya kepada Rudy saja, Ali mengatakan itu kepada semua orang.

"Gue tahu," tiba-tiba Rudy berujar. "Gue tahu lo sama yang lain pasti bingung kenapa gue menyendiri disini? Padahal, kalau kata mereka, gue bisa pergi ke rumah Azizah."

"Gue lebih banyak pengalaman disini, dan gue juga kenal Mak Yah, anak-anak kecil disini juga butuh banget orang yang membuat mereka senang, jadi dengan tinggalnya gue disini selama beberapa minggu terakhir, gue bisa nolongin Mak Yah dan ngebantu anak-anak. Membahagiakan orang itu dapat pahala, kan?"

"Tapi lo tinggal disini bukan buat pelarian lo, kan?"

Pertanyaan Ali sukses membuat Rudy terdiam, sebelum pada akhirnya dia menghela napas. "Ya ... sebenarnya itu ada benarnya, sih ... gue tertekan ... sama apa yang terjadi ..."

"Orang tua gue, adek gue, temen gue, mereka semua udah nggak ada. Apa lagi yang bakal direbut dari gue setelah ini?" ujar Rudy parau. Dalam nada bicaranya itu tersirat rasa sakit.

"Iya ... gue sering mikir gitu juga, waktu kehilangan Mama gue dulu," ujar Ali yang jadi memikirkan ucapan Rudy sebelumnya. Ia tahu tujuan Rudy berada disini bukan hanya untuk membantu warga pinggiran, tapi juga untuk menyembuhkan luka, meski masih meninggalkan bekas.

"Maaf ..." gumam Ali.

Rudy menatap Ali tak berkedip. "Hah? Maksud lo apaan minta maaf?"

"Maaf udah nanyain hal yang bikin lo keinget masa lalu."

"Lah? Santai aja kali ... gue sendiri yang juga mau cerita ... lo juga yang bilang kalau ada masalah mendingan diceritain. Lo pikun?"

Rudy berbicara dengan nada datar nan dingin, tapi cukup membuat Ali tersenyum kecil. Rudy kemudian membaringkan dirinya diatas kasur tipis dan mulai menutup matanya. "Udah, ah, nggak usah dipikirin, biar mata lo nggak jadi mata panda mendingan lo tidur sekarang. Besok kita balik, kan?"

Bangkit! (Boboiboy X Ejen Ali X Anicraft) AOF #6Where stories live. Discover now