| 10 | Rewrite The Stars

202 21 3
                                    

AND how do we rewrite the stars?
Say you were made to be mine
And nothing can keep us apart
'Cause you are the one I was meant to find
It's up to you, and it's up to me
No one could say what we get to be
And why don't we rewrite the stars?
Changing the world to be ours

You know I want you
It's not a secret I try to hide
But I can't have you
We're bound to break and my hands are tied

Iman sedang khusyuk sendiri mendengarkan lagu Rewrite The Stars yang masuk kedalam daftar lagu kesukaannya sejak pertama kali ia mendengarkannya. Ia baru saja selesai terapi berjalan dan berada di kamarnya kembali.

"Wihhhhh ... udah mulai bisa jalan, nih."

"Ya ... gitu, deh, Kak. Kenapa emangnya?"

"Bagus, dong, itu tandanya bentar lagi sembuh."

"Sembuh?"

Ini belum genap seminggu, tapi Iman merasa jika ia akan pulih lebih cepat dari perkiraan dokter. Hal itu seharusnya ia syukuri, tapi ada satu hal yang membuatnya terus kepikiran dari semalam.

Jika ia sudah pulih, kemanakah ia akan pulang?

Ke rumahnya kembali? Ah, Iman masih belum bisa menerima kehadiran Nizam. Lelaki itu mungkin sudah meminta maaf padanya, tapi tetap saja sakit hati yang dirasakan belum kunjung hilang. Kejadian-kejadian sebelum ini membuatnya nyaris gila.

Iman mungkin bisa memaafkan orang, tapi untuk kasus yang satu ini ia tidak begitu yakin. Ia mungkin bilang kepada kakaknya jika ia memaafkan perbuatannya, tapi didalam hati ia masih merasa sakit hati. Hal ini membuat Iman ragu, apakah ia ikhlas atau tidak dalam memaafkan.

Iman tahu ia tidak boleh egois, tapi untuk kali ini, apakah boleh ia melakukannya?

"Aish!"

Tangan Iman tergerak mengacak rambutnya kasar, kepalanya masih terbebat kain putih, dan sesekali ia masih merasakan pening akibat luka yang dialaminya.

Kriet!

"IMAN!"

Seseorang datang terburu-buru menghampiri Iman, mencegahnya untuk mengacak-ngacak rambut dengan kasar, tangan Iman langsung ditarik ke bawah. "Iman! Kamu ngapain pegang-pegang kepala gitu? Nanti makin parah gimana?"

Iman langsung menoleh karena ia merasa familiar dengan suara tersebut, suara itu sudah lama tidak ia dengar karena satu kejadian. Netranya sempat membulat saat melihat orang yang berada didalam ruangannya.

"Kak Shafira?"

Shafira, sosok perempuan bercadar yang menjabat sebagai Ketua Teras Neuro dan notabene sudah menjadi istri Nizam itu menatap prihatin pada Iman. "Kamu nggak apa-apa, kan? Maaf, ya, Kakak baru bisa dateng. Banyak urusan soalnya."

"Iya, nggak apa-apa. Kakak gimana kabarnya? Maaf juga nggak sempet dateng buat jengukin Kakak waktu itu."

"Santai itu, mah. Nggak usah dipikirin," Shafira beranjak mengambil kursi dan duduk disamping brankar Iman. "Lagian, ya, siapa yang tiba-tiba bawa kendaraan sembarangan waktu perang? Terus tiba-tiba hilang bikin semua orang khawatir. Untung aja Roman nemuin kamu di dekat pantai," lanjut Shafira sambil geleng-geleng kepala.

Iman hanya membalas dengan sengiran, tapi sedetik setelahnya raut wajahnya berubah menjadi datar kembali dan menatap lurus ke depan. "Eh, Kak ... sekarang MATA dan TAPOPS gimana keadaannya?"

Bangkit! (Boboiboy X Ejen Ali X Anicraft) AOF #6Where stories live. Discover now