10. Come and Go

5.1K 574 134
                                    

NASKAH YANG TERSEDIA DI WATTPAD MERUPAKAN NASKAH YANG BELUM PERNAH DI REVISI, MASIH TERDAPAT BANYAK KESALAHAN TERMASUK ADA BEBERAPA KATA ATAU NARASI YANG KURANG NYAMAN DI BACA. VERSI BUKU NOVEL ADALAH VERSI TERBAIK DAN LENGKAP.

~~~

Helo, tolong penuhi dengan komentar di setiap paragraf yaa? Thanks...

Helo, tolong penuhi dengan komentar di setiap paragraf yaa? Thanks

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•🛠️🛠️🛠️•

Duduk bersampingan bersama ibunya, sebuah nampan dengan semangkuk sup sayur hangat terletak di atas pangkuan Alvira. Gadis itu dengan perlahan menyuapi ibunya sedikit-sedikit.

Menghabiskan waktu tanpa seorang ayah bukanlah suatu yang mudah bagi Alvira. Hobi sekaligus karier yang susah payah ia raih beserta dukungan dari mendiang ayahnya dulu—seakan terbuang dan menghilang dengan sekejap mata. Selain mengumpat pada dirinya sendiri sebab tak bisa membuat ibunya bahagia dan hanya bisa menyusahkan Bibi Yumi, setiap detik Alvira juga berpikir bahwa ayahnya meninggal itu karena dirinya sendiri.

Alvira memerhatikan mulut ibunya dari setiap gerakan mengunyah yang begitu lambat, apa pun kondisinya jika tentang ibu—hatinya akan rapuh dan menangis. Gadis itu menepuk pundak ibunya pelan, lalu menggerakkan tangan dan jari-jari lentiknya untuk memulai berkomunikasi. "Jika selama tiga tahun ini tidak terjadi apa-apa, apakah Ibu bisa menebak jumlah medali dan trophy aku saat ini bertambah berapa banyak?"

Ibu Sera tersenyum, tangannya berbicara amat lamban. "Kau pembalap yang hebat, mungkin sekitar sepuluh kali lipat dari yang kau punya sebelumnya?"

"Itu terlalu banyak! Tidak mungkin, Bu." Alvira terkekeh.

"Kenapa tidak mungkin? Kau hebat, nyalimu besar, kau berani seperti ayahmu."

Apa yang dikatakan Ibu Sera ialah nyata adanya. Alvira dikenal dengan sosok perempuan yang berani, nyali yang ia punya begitu besar, bahkan bisa dikata lebih besar daripada nyali ayahnya. Ada gurauan di antara mereka yakni saat Ibu Sera mengandung, mendiang suaminya ingin sekali anak pertamanya ialah seorang lelaki, tetapi setelah melahirkan bayi tersebut malah berjenis kelamin perempuan. Hingga hal tersebut menjadi penguji kesabaran Ibu Sera jika Alvira saat masih kecil nakal, dan itu nakal seperti anak laki-laki bukan nakal layaknya anak perempuan.

Dulu Ibu Sera sering kesal terhadap mendiang suaminya. "Kau selalu berucap bayi yang ada di kandunganku adalah laki-laki. Lihat sekarang, anak perempuanmu kelakuannya seperti laki-laki." Tentu hal tersebut bukanlah perdebatan yang serius, Ibu Sera marah-marah layaknya seorang ibu pada umumnya, dan mendiang suaminya malah senang jika istrinya marah-marah.

Meraih cita-cita menjadi seorang pembalap mobil yang bisa bertanding hingga kancah internasional jelas bukan hal yang mudah, apalagi Alvira mengutamakan ingin menjadi pembalap mobil Formula yang tentu tidaklah murah. Banyak pengorbanan yang harus Alvira lawan, begitu juga dengan keterbatasan biaya yang ia punya. Lika-liku perjalanan kariernya cukup berat yang hanya mengandalkan hasil dari bengkel ayahnya dan gaji dirinya di pekerjaan paruh waktu.

VARLENZO: Wound Healer [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now