12. One Team

4.1K 532 92
                                    

RAMEIN DI KOMEN YAAA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

RAMEIN DI KOMEN YAAA

HEHEEE

~~~

🛠️•••🛠️

Rintik hujan menitik di atas penderitaan Varlenzo, pun suara guntur beradu dengan deru napasnya yang kian memburu. Tangisnya pecah di pelukan seseorang yang sudah lama ia usir jauh-jauh dari kehidupan, telah memakinya dengan kasar, juga menganggapnya yang hanyalah beban.

Alvira mencoba memperbaiki keadaan, kendati dirinya masih kebingungan apa yang telah terjadi sehingga membuat Varlenzo bercucuran air mata dan darah. Mengobati luka Varlenzo adalah satu-satunya hal yang bisa Alvira lakukan sekarang. Bertanya tentang apa yang telah terjadi itu tidaklah baik, Varlenzo tak akan menjawab. Gadis itu membiarkannya untuk bercerita dengan sendirinya.

"Lebih baik kau berganti pakaian dulu." Alvira berucap lirih.

Laki-laki itu hanya menatapnya dengan sisa air mata yang membuat matanya terasa lelah. "Tidak, obati dulu luka di wajahku."

"Lukamu banyak ... tak hanya di wajah. Di punggung banyak memar, tanganmu juga terluka."

"Kalau begitu obati semuanya." Tak merasa ragu Varlenzo melepas atasannya, ia telanjang dada sekarang. Terdengar erangan kecil dari mulut laki-laki itu saat tangannya tak sengaja menyentuh luka lecet di pundaknya.

Alvira menelan ludahnya susah. Ujung jari-jarinya mulai terasa dingin sebab melihat banyaknya luka tubuh yang Varlenzo dapatkan. "Baiklah, dan maaf jika terlalu pelan. Aku masih belum terlalu berani melihat darah." Alvira mulai membersihkan darah-darah yang setengah mengering.

Varlenzo teringat sesuatu ... Alvira pernah mengalami kecelakaan hebat, mungkin gadis itu trauma melihat luka dan darah di tubuhnya. "Apa kau takut?"

"Takut? Takut apa?"

"Melihat luka dan darahku?"

Pergerakan tangannya seketika berhenti, paras cantiknya memasang tanpa ekspresi. "Aku menganggapnya sedang belajar."

"Daripada anxiety-mu kambuh, lebih baik hentikan. Terlalu Lelah jika melihatmu kesakitan sekarang. Aku sedang tak berdaya, Alvira." Varlenzo menatap gadis di sebelahnya penuh kasihan. " Sebelumnya tidak ada seorang pun yang mengobatiku jika aku terluka, jadi jika kau tak jadi mengobatiku pun tidak masalah ... aku sudah terbiasa seperti ini...."

"Tidak ada yang mengobatimu sebab kau tak punya siapa-siapa, benar?"

"Kau mengejekku?"

"Laki-laki kasar sepertimu seharusnya mendapat kalimat lebih menyakitkan dari itu."

Saat membersihkan luka, Alvira bergidik ngeri membayangkan jika dirinya mendapat luka seperti ini mungkin sudah terbaring di ICU. Tubuh Varlenzo kekar seperti atlet, bahunya lebar, dan warna kulitnya tan. Alvira sempat membuang pandangannya sekejap sebab pikirannya sudah menjalar terlalu jauh, ia memukul dahinya sendiri dan Varlenzo menyadari itu.

VARLENZO: Wound Healer [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now