Chapter XII : Fungsi Kakak dan Adik

283 36 6
                                    

Adimas hampir lupa bentuk rupa adik bungsunya. Tidak sebenarnya sih, tapi memang beberapa bulan terakhir si bungsu tak ia temukan di rumah karena sibuk skripsian dengan teman.

Pagi buta dengan memamerkan satu dari lima berkas tebal berjudul skripsi, Alvaro nyengir di kursi penumpang mobil Adimas ketika Adimas masuk ke dalamnya. Nampaknya Alvaro sudah mendahului, diam-diam tanpa suara ketika Adimas sibuk memindahkan barang ke bagasi.

"Astagfirullah." Cuma itu yang dapat terucap dari bibir Adimas disertai helaan napas pasrah.

"Mas istighfar karena tau aku mau ikut ke apartemen Mas di hari Minggu atau karena lihat judul skripsiku?" tanya Alvaro.

"Dua-duanya."

Mobil dinyalakan. Tak kuasa Adimas mengusir adiknya dari sana. Hanya bisa pasrah membawa pemuda yang belum genap dua puluh satu itu ke apartemennya.

Berbagai alasan biasanya Alvaro mengungsi ke apartemen Adimas. Satu, Bapak dan Ibu dinas malam, Bapak yang masih sering dinas malam lanjut praktik pagi, kalau Ibu menangani kasus pelik kalau sampai menginap di rumah sakit. Dua, mau ujian, si anak manja yang harus dibacakan kalau mau ujian dan tersisa Adimas yang bisa dimintai tolong karena yang lain sudah berkeluarga.

"Kaget aku kamu bahas topik hepar," kata Adimas pelan membuka pembicaraan.

"Jo jantung, Dwiki ginjal, Jessi lambung, aku hati. Intinya sama cuma organnya aja yang beda," jelas Alvaro, "tapi ditengah jalan si Jo malah ganti jadi perkara SOP rumah sakit blablabla deh."

"Apa tadi judulnya?" tanya Adimas lagi.

"Pengaruh konsumsi fruktosa terhadap peningkatan resiko fatty liver non-alcoholic pada dewasa muda. Ternyata ada pengaruhnya dan hasilnya dewasa muda sekarang memiliki resiko fatty liver non-alcoholic yang cukup tinggi." Alvaro menjelaskan dengan antusias.

"Kenapa tuh?" tanya Adimas.

"Ya, kan karena konsumsi fruktosa!" Alvaro membalas penuh emosi.

Adimas menghela napas merasa pertanyaannya diputar. Bukan itu maksudnya.

"Fruktosanya dari mana? Kan gak mungkin manusia waras ngemilin fruktosa!" balas Adimas yang baru dipahami Alvaro. Lelaki yang lebih muda itu nyengir kuda.

"Itu, Mas. Minuman-minuman kemasan, gelasan kayak thai tea, teh-tehan, segala minuman manis-manis, es krim viral yang murah tapi dapetnya banyak yang tokonya ada di mana-mana," jelas Alvaro.

"Jadi fruktosa itu beda kan sama glukosa. Si fruktosa ini bikin badan kita ada di survival mode, ke-trigger tuh kan untuk menyimpan lemak karena si badan mikir, wah lagi survival mode nih, lagi gak ada makanan. Nah, prosesnya hampir keseluruhan di proses di liver. Makanya minum manis, mengaktifkan survival mode, men-trigger proses penyimpanan cadangan makanan dalam bentuk lemak, nyimpannya di hati, jadi fatty liver non-alcoholic."

Adimas menyimak penjelasan Alvaro dengan hati-hati. Seperti biasa, adiknya yang pintar bisa mudah paham hanya dengan mendengar sekali saja. Adimas tak perlu membantu apa-apa.

"Benar, 'kan?" tanya Alvaro pada Adimas. Adimas mengulas senyum lalu mengangguk membenarkan.

"Mas, ih! Benar, 'kan?" tanya Alvaro lagi merasa tak puas dengan jawaban kakaknya.

"Benar, Dik. Kamu kan lebih pintar daripada Mas," balas Adimas tenang yang dibalas wajah mengkerut oleh Alvaro.

"Bukan masalah lebih pintar, Mas. Mas kan lebih berpengalaman!" tutur Alvaro, menuntut sebuah diskusi dari masnya yang sesungguhnya pasif ini.

"Udah benar, apalagi yang hari Mas jelasin?" Adimas bertanya balik.

"Kata Mbak, Mas lagi nanganin kasus Fatty Liver. Bagi pengalaman dong, Mas." Oh, maksudnya ini. Sumpah kepala Adimas sedang berantakan, dia tak mengerti maksud Alvaro dari awal.

Get Well SoonWhere stories live. Discover now