Hadiah

916 120 10
                                    

Li Lianhua yang baru saja selesai mandi dan berganti baju, segera pergi ke ruang makan. Dia melihat Fang Duobing tengah menata hidangan beserta alat-alat makan di sana.

"Li Lianhua, duduklah. Sebentar lagi Xiaoyi selesai berlatih dengan Di Feisheng," kata Fang Duobing begitu melihat Li Lianhua sudah berdiri di ambang pintu.

Li Lianhua pun berjalan ke arah meja makan, kemudian sesuatu yang mencolok menarik perhatiannya. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh rambut Fang Duobing. "Sejak kapan kau punya rambut perak?"

"Eh, anu. Mungkin aku terlalu banyak berpikir, makanya rambutku beruban sekarang," balas Fang Duobing sambil menunjukkan cengiran yang sudah lama tak dilihat Li Lianhua.

Li Lianhua tersenyum, mengitari Fang Duobing yang masih duduk. Rambut perak itu tak hanya ada di satu sisi saja, tapi juga di sisi yang lain. "Apa kau mentransfer tenaga dalammu pada seseorang secara berlebih?"

"Ya ampun aku lelah sekali," kata Fang Duobing melingkarkan kedua tangannya di pinggang Li Lianhua dan menyandarkan kepalanya di dada gurunya.

"Fang Xiaobao," panggil Li Lianhua. Dia tahu Fang Duobing sengaja menghindari pertanyaannya, tapi pemuda itu masih diam dan tak melepas pelukannya.

Setelah beberapa saat, Li Lianhua pun menyerah dan mengelus-elus kepala Fang Duobing. Dia juga menepuk-nepuk punggung ayah Xiaoyi dengan lembut tanpa memaksanya untuk berbicara. Siapapun yang Fang Duobing coba selamatkan dengan Yang Zhouman, pastilah orang yang sangat berarti baginya. Toh, teknik itu sudah menjadi milik Fang Duobing. Jadi, tak pantas kalau dia melarangnya untuk menggunakannya. "Kau ini sudah menjadi seorang ayah, apa masih mau bermanja-manja begini pada shifu-mu?" tanya Li Lianhua sambil tersenyum.

"Memangnya pria besar sepertiku tidak butuh kasih sayang?" kata Fang Duobing, mendongakkan kepalanya hingga dagunya menyentuh perut Li Lianhua.

Li Lianhua terkekeh, kemudian menyentil dahi Fang Duobing hingga dia mengaduh. "Lihat anakmu."

Fang Duobing yang masih mengusap-usap dahi otomatis menoleh ke luar. "Fang Xiaoyi!" teriaknya tidak percaya.

Bocah yang tengah memegangi sesuatu di tangannya itu langsung bersembunyi di belakang Di Feisheng, membuat mereka (selain Fang Duobing tentunya) terbahak. Tampaknya dia sengaja masuk ke dalam kolam teratai untuk memetik biji teratai yang sedari tadi ada di genggamannya. Tiap kali Fang Duobing berusaha menariknya, Xiaoyi dengan cepat menghindar dan berpegangan pada ujung Tsing Yi Di Feisheng.

"Xiaoyi," panggil Li Lianhua.

Bocah itu langsung berlari menghampiri Li Lianhua begitu mendengar namanya dipanggil. Kemudian segera mengulurkan tangkai teratai pada pria besar di hadapannya. "Untuk Paman Huahua."

"Aiyoo, benarkah?" Li Lianhua segera berjongkok di depan Xiaoyi untuk menerima biji teratai pemberiannya. Dia mengusap hidung Xiaoyi yang tertutup lumpur hitam sambil tersenyum. Bocah itu tampaknya tidak bisa menahan diri setelah melihat senyuman manis Paman Huahua, sehingga dia buru-buru memberi kecupan di pipi Li Lianhua.

"Heh, yang sebenarnya ayahmu itu siapa? Kenapa kau hanya mencium Paman Huahua saja?" protes Fang Duobing mengusak rambut putranya dengan gemas.

Xiaoyi mengibas-ngibaskan tangannya, mengisyaratkan agar sang ayah juga berjongkok. Setelah cukup dekat, dia menciumi wajah sang ayah hingga ikut ternoda dengan lumpur di wajahnya. Fang Duobing tertawa sambil menaruh Xiaoyi di bahunya seperti karung beras, lalu membawanya untuk pergi mandi. Dia menyuruh Li Lianhua dan Di Feisheng untuk makan lebih dulu tanpa menunggu mereka.

"Kau ini, seperti Xiaoyi saja," ujar Li Lianhua mengusap noda lumpur dari pipi Di Feisheng menggunakan ujung lengan bajunya.

"Oh, terima kasih," kata Di Feisheng sambil tersenyum menatap Li Lianhua.

***

Malam itu Li Lianhua tengah duduk sendirian di Paviliun Teratai. Sedari tadi dia sudah merasa pusing dan sebagian tubuhnya terasa kebas. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu segera menotok aliran energi pada bagian dadanya. Tak lama kemudian Li Lianhua terbatuk kecil dengan sedikit darah membasahi bibirnya yang pucat. Pria itu mengambil sapu tangan dari dalam bajunya dan buru-buru mengusap sudut mulutnya hingga bersih tak bersisa.

Fang Duobing menoleh ke samping, tempat di mana Di Feisheng berdiri. Meskipun tak kentara, ekspresi pria garang itu tampak khawatir. Dia tak pernah menyangka jika efek Racun Bicha masih sekuat itu meskipun sudah bertahun-tahun ditahan dengan baik oleh Li Lianhua menggunakan obat-obatan buatannya serta Yangzhouman dalam tubuhnya. Fang Duobing tersenyum kecil, lalu meremas bahu Di Feisheng dan melesat menuju Paviliun Teratai. Dia menotok titik agar Li Lianhua tak bergerak, setelah itu secepat mungkin mentransfer tenaga dalamnya. Li Lianhua tak mengomel ataupun menolak, karena bagaimanapun juga dia membutuhkannya.

***

"Kalian ini sebenarnya mau membawaku kemana?" tanya Li Lianhua yang masih berpegangan pada lengan Di Feisheng dengan mata ditutup kain.

"Ayah, apa di sini ada harimau?" tanya Xiaoyi, mendongak pada sang ayah.

"Kalaupun ada, harimau itu pasti takut pada gurumu. Ekspresinya kan lebih garang daripada harimau," balas Fang Duobing.

Li Lianhua tertawa singkat, kemudian menegur Fang Duobing.

Semakin lama, Li Lianhua bisa mencium bau yang tempo hari pernah dia temui pada tubuh Di Feisheng. "Ah Fei, kau tidak membawaku ke rumah bordil kan? Gila saja kau mengajak Xiaobao dan Xiaoyi ke sini!" omelnya.

"Ayah, rumah bordil itu apa?" tanya Xiaoyi yang masih memainkan ilalang di tangan kanannya.

"Hah? Rumah apa itu? Ayah juga baru dengar," balas Fang Duobing menggendong putranya yang tampaknya sudah mulai kelelahan setelah berjalan lima belas menit. Tempat yang mereka tuju memang lokasinya agak sulit untuk dijangkau menggunakan kuda. Jadi, mau tak mau mereka harus mendaki sebentar agar bisa sampai di sana. Namun karena bulan bersinar cerah dan udaranya yang sejuk, membuat perjalanan mereka cukup menyenangkan.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Mana mungkin aku mengajak mereka ke tempat yang bahkan aku sendiri tidak pernah menginjaknya," balas Di Feisheng menepuk-nepuk tangan Li Lianhua yang mencengkram lengannya erat-erat.

"Lalu kita mau ke mana?" tanya Li Lianhua masih penasaran, tapi dia bisa mendengar percikan dan aliran air yang cukup deras. Apa ini sungai?

"Kita sudah sampai!" seru Fang Duobing girang.

Di Feisheng pun tersenyum, kemudian tertawa melihat raut wajah Li Lianhua yang masih tampak bingung. "Jangan takut, ada aku di sini."

Suara Di Feisheng yang terdengar tenang itu cukup membuat cengkraman Li Lianhua melonggar. Dia semakin merapat pada Di Feisheng untuk memastikan kalau pria itu tidak akan meninggalkannya sendirian ataupun mendorongnya ke gua penuh ular dewata seperti beberapa tahun lalu saat pria garang itu bersikeras untuk menyembuhkan Racun Bichanya.

***

Di Feisheng akhirnya melepas kain yang menutupi kedua mata Li Lianhua sepanjang perjalanan tadi.

"Ini," ujarnya menoleh pada Di Feisheng, lalu Fang Duobing.

Keduanya mengangguk dan tersenyum. 

"Hadiah untukmu," balas Fang Duobing,membiarkan LiLianhua mengamatinya lebih dekat. 

Mau tak mau Li Lianhua tertawa kecil, mengutuk kebodohannya dan prasangkanya terhadap Di Feisheng selama ini. Wangi yangmenempel pada tubuhnya, bajunya yang kotor dan sepatunya yang penuh dengan noda tanah, pastilah karena dia menghabiskan waktunya di tempat ini. Entah sudah berapa lama dia tidak menangis, tapi rasanya kali ini tangisannya bukan karena kehilangan ataupun sesuatu yang menyedihkan, melainkan kebalikannya. Dia merasa bahagia, terharu sekaligus tak percaya.

Li LianhuaWhere stories live. Discover now