CHAPTER 13: IZINKAN AKU

55 7 0
                                    

"Laporannya sudah saya terima, besok pagi akan saya periksa. Terimakasih, kamu bisa kembali beristirahat."

"Iya, Selamat malam."

Asmara menutup panggilan telepon itu, seperti nya dari salah satu manager yang mengirimkan laporan lagi. Ya, dia akan memeriksa nya besok. Karena dia baru saja selesai memeriksa laporan yang masuk sejak pagi. Mulai dari sore hingga matahari tenggelam, Asmara baru selesai dengan pekerjaannya sekarang.

Ah, aku jadi rindu. Padahal baru lima jam dia meninggalkan ku bekerja, aku sudah merasa sepi sekali. Tapi sekarang dia kembali kepadaku, karena pekerjaannya telah usai. Asmara pun menghampiri ku yang tengah duduk di atas tempat tidur.

"Obatmu sudah di minum, Zam?" tanya Asmara sambil memasangkan selimut untuk membalut tubuh ku di malam yang dingin.

Tapi sebenarnya bukan itu yang aku butuhkan, melainkan pelukan dari hangat nya raga istriku.

"Sudah," jawabku.

Asmara tersenyum, dia menatap ku tulus. "Sekarang kamu istirahat ya? Sudah malam," titahnya pula.

Aku menggeleng sebagai bentuk penolakan, membuat Asmara mengernyit dalam. Lantas dia mendudukkan diri di sisi tempat tidur, menyamai diriku.

"Kenapa tidak mau tidur? Apa kamu mau berjaga hingga pagi?" tanya Asmara seraya tersenyum menggoda.

"Aku mau peluk, Mara," rengek ku dengan wajah memelas.

Asmara tertawa kecil, lantas merapatkan dirinya ke arah ku. Lalu dia menarikku masuk ke dalam pelukannya. Iya, dia mengabulkan permintaan ku. Memeluk diri ini dengan hangat, membiarkan ku bersandar di pelukannya yang nyaman.

"Apa aku meninggalkan mu terlalu lama?" tanya Asmara lembut.

"Iya. Aku sampai rindu," jawabku.

Dia terkekeh lagi, sembari mengeratkan pelukannya padaku. Aku merasakan sebuah kecupan mendarat di puncak kepala ku, seperti seorang anak yang mendapatkan ciuman manis dari sang ibu. Aku tersenyum sembari memejamkan mata, dan mengeratkan tautan tangan ku di pinggang nya.

"Mara, aku ingin tanya sesuatu tapi kamu jangan marah ya?" ucapku dengan hati-hati.

"Hmmm? Tanya apa, sayang?" sambut Asmara.

Aku menarik nafas panjang sebelum melanjutkan bertanya, sambil menelan ludah perlahan. Menenggelamkan kekhwatiran dan keresahan yang mungkin akan menggema, aku pun memberanikan diri bertanya. "Mara, boleh aku perform seperti biasa? Eee- tidak seperti biasa, maksud ku.... Setidaknya sekali saja dalam sehari," kataku dengan perlahan dan hati-hati.

"Aku merasa bosan di rumah saja, boleh kan Mara? Please... Aku janji aku tidak akan merepotkan mu, aku janji tidak akan drop lagi dan tidak akan skip radioterapi. Ku mohon izin kan aku perform lagi, sayang." Aku memohon dengan memelas pada Asmara, berharap diri nya mengizinkan ku bekerja walaupun sekali perform saja.

Bukan semata bekerja mencari nafkah, tapi mencari hiburan diri dan semangat hidup juga. Sebab aku merasa lebih berharga dan segar jika sudah berada di tengah-tengah pentas dunia, menghibur banyak mata dan telinga. Menyanyi untuk pelipur lara mereka, seolah dari sana aku mendapatkan transfer energi sehingga membuat ku bersemangat lagi.

Ku dengar lirih nafas Asmara berhembus dengan berat, namun dia tak melepaskan pelukannya barang sedetik jua. Asmara-ku mengusap lembut pundak ringkih ini, seraya berkata. "Zam, bukan aku tak mengizinkan kamu perform. Tapi- aku masih mengkhawatirkan mu, sayang. Masih terbayang di kepala ku saat kamu terbaring seperti kemarin, itu sangat mengerikan bagi ku, Zam."

"Tapi, Mara. Aku drop karena menolak pengobatan radioterapi, dan sekarang aku sudah rutin berobat kan? Aku yakin aku tidak akan drop lagi," timpal ku meyakinkan Asmara.

98's 2: AZAM UNTUK ASMARA {END} ✓Where stories live. Discover now