CHAPTER 16 : GULITA

43 6 0
                                    


Nafas ini rasanya pendek sekali dari hari ke hari, membuat ku sengsara diri sebab tak mampu menyanyi dengan leluasa. Namun tetap aku tahan sesak di dada, demi menghibur banyak telinga, agar mereka tak kecewa.

Hari ini aku menampilkan lagi, sebuah lagu penuh makna yang dalam. Dengan syair marifat yang mengandung arti kehidupan dan kematian, hakikat sejati dari setiap insan tuhan.

Lagu Kurnia, aku bawakan dengan sepenuh jiwa. Sekuat tenaga menahan sakit di dada, menahan getaran diri yang mengguncang raga, menyerang paru-paru yang tinggal organ tanpa guna.

"Terlukis hakikat insani
Dari cinta lautan jiwa
Satu pengzahiran rasa jelas di mata
Satu lakunan di pentas dunia
lukisan yang tidak berbingkai
Dan bahasa yang tak ternilai
Kita renangi bersama lautan nikmat
Sampai ke pulau segala keramat"

Nada rendah yang aku ambil cukup stabil, sehingga aku mampu melanjutkan nyanyian ku yang di sambut tepuk tangan, serta sorak sorai meriah dari peminat ku. Sesekali aku lambaikan tangan pada mereka dan mereka pun mengikuti gerakan tangan ku, dengan begitu riang nya hati kami.

"Pabila kita pulang
Dendangkan lagu kasih sayang
Hilangkan keraguan terangkan kegelapan
Apa ayang ada di langit dan bumi
Adalah satu curahan cinta kita tak terperi
Aku hanya menumpang kasih melihat keindahan
Menjamah kebahagiaan
Dan berterima kasih atas kurnia
Yang tak terhingga"

Ah, di tengah reff aku hampir saja tersedak. Tapi untungnya aku bisa menahan batuk yang sungguh sesak, agar tak mengkhawatirkan banyak pihak. Para peminat ku melanjutkan nyanyian itu dengan semangat, membuat ku tersenyum hangat.

"Terlukis hakikat insani
Dari cinta lautan jiwa
Satu pengzahiran rasa jelas di mata
Satu lakunan di pentas dunia
lukisan yang tidak terbingkai
Dan bahasa yang tak ternilai
Kita renangi bersama lautan nikmat
Sampai ke pulau segala keramat"

Oh tuhan, tunggu sebentar lagi. Ku mohon biarkan aku menyelesaikan nyanyian ini. Rasanya dada ku sesak sampai ingin meledak, aku tekan dada ini dengan tangan kiri berusaha menahan rasa yang membludak. Ku tatap puluhan mata yang berbinar-binar memandang ku dari bawah sana, lantas aku lemparkan senyuman terbaik ku meskipun langkah ku limbung.

"Pabila kita pulang
Dendangkan lagu kasih sayang
Hilangkan keraguan terangkan kegelapan
Apa ayang ada di langit dan bumi
Adalah satu curahan cinta kita tak terperi
Aku hanya menumpang kasih melihat keindahan
Menjamah kebahagiaan
Dan berterima kasih atas kurnia
Yang tak terhingga"

Dengan nafas tersengal, aku selesaikan nyanyian itu walaupun tak sempurna. Tapi betapa luas nya hati peminat ku, mereka tetap bertepuk tangan dan mengapresiasi diri ini. Memaksakan lagi senyuman terbit di wajah ini, aku pun membungkuk hormat pada penonton.

Setelah itu aku berbalik untuk kembali ke back stage, tapi baru beberapa langkah ku ambil. Kaki ini sudah bergetar hebat, hingga langkah ku terhenti di tempat. Rasa sesak itu datang menyeruak, kini seluruh dada ku rasanya seperti di timpa batu besar.

Sorak sorai penonton yang menggema kini teredam oleh suara dengungan yang memekakkan telinga, membuat ku memejamkan mata beberapa masa.

Pandang mata ku berkunang-kunang dan perlahan menghitam. Aku tak sanggup lagi menahan massa tubuh ini, hingga akhirnya tumbang.

Tapi saat jatuh aku tak merasakan sakit sama sekali, aku jatuh di tempat ternyaman. Sampai akhirnya aku rak sadarkan diri di sana.

****

98's 2: AZAM UNTUK ASMARA {END} ✓Where stories live. Discover now