Lingga Baganti- 18

772 90 5
                                    

Hari kembali berganti, matahari telah sedari tadi berada di atas puncak kepala, ditandai dengan para individu penghuni Lingga Baganti telah berkumpul di tempat di mana mereka mendapatkan makanan.

Kantin.

Cuaca hari ini terasa dingin karena sedari tadi malam hujan lebat mengguyur, begitu juga dengan suasana di ruangan itu sekarang. Semua individu hanya fokus pada makanan mereka, tidak ada yang berani berbicara tentang kejadian kemarin. Di mana anak Klub Drama dirasuki oleh sesosok arwah hingga melukai Edrea.

Mereka hanya saling tatap sedari tadi, mengunyah sebentar, setelah itu kembali diam. Rasa ingin berbicara, tapi entah dari mana ketakutan itu muncul, raut ketakutan masih ada di wajah mereka. Para individu yang malang itu pasti meraung ingin pulang ke rumah mereka sekarang, tapi sayangnya semakin mereka memberontak, semakin aneh peristiwa yang dialami mereka semua.

Peristiwa-peristiwa besar seperti dirasuki arwah memang tidak sering terjadi, tapi bukan rahasia lagi kalau hampir setiap harinya kejadian aneh dan menyeramkan menimpa setiap individu di sana.

Contohnya seorang individu tadi malam mengetuk pintu kamar Isamu melaporkan anjing peliharaannya menghilang. Dan ketika dicari, anjing malang itu hanya tinggal kepala, ditemukan di dalam lemari kamar siswa itu.

Lihat betapa menyeramkannya teror yang menimpa semua orang.

Saddam, pemuda pendiam tanpa sosialisasi yang selalu mengambil tempat di sudut kantin, sendirian dengan keterdiaman sebenarnya mulai terganggu. Ia suka keheningan, tapi tidak dengan suara hati para individu yang memekak di kepalanya. Rasanya ingin membanting sendok karena kerasnya fikiran negatif mereka.

Tapi yang dilakukan Saddam hanya menghela napas, berusaha mengabaikan semua itu, mencoba fokus pada makanannya dengan Daniel yang berdiri di depannya, seperti biasa. Pemuda blesteran itu sedari awal mereka berteman, hanya melakukan hal yang sama.

Tapi ketenangan yang coba dicari Saddam hancur begitu rombongan OSIS mengambil duduk di mejanya. Bahkan mereka membawa kursi mereka sendiri ke sini.

Saddam menghela napas, memilih untuk tetap melanjutkan makannya menghiraukan sembilan orang yang menatapnya penuh penasaran itu.

Finola berdeham. "Hmm kalau dipikir-pikir Lo gak pernah ikut makan sama kami kan, Saddam? Mengingat semua kejadian yang terjadi belakangan ini, ayo kita coba mengakrabkan diri."

Saddam tetap diam, tetap fokus memasukkan suap demi suap nasi merah ke dalam mulutnya. Suasana yang akward membuat para OSIS itu saling menatap kikuk.

Hingga Kaivan dengan lancang menarik kacamata bulat Saddam hingga terlepas dari tempatnya. Saddam menghentikan suapannya, menghempaskan sendoknya dengan kasar dan menatap Kaivan dingin.

Tapi ia hanya menghela napas dan mengambil kembali kacamatanya untuk dipakai kembali.

Para OSIS menatap kesal pada Kaivan sedangkan pemuda itu terkekeh.

"Kacamata Lo tebal juga ya Saddam, tapi hebatnya Lo bisa lihat hal yang gak bisa kita lihat. Btw, Lo ganteng juga lho tanpa kacamata. Gue juga baru tahu kalau lo punya tahi lalat di bawah mata, selama ini ketutupan kacamata." Kaivan tertawa akward menyadari hanya dirinya yang tertawa di sana.

Fannan yang duduk di sampingnya menghela napas. Lalu mengeluarkan selembar kertas koran dari sakunya, meletakkannya tepat di tengah-tengah meja.

"Sebagai anak yang setiap hari berdiam diri di perpustakaan, harusnya Lo tahu peristiwa ini Saddam."

Semua orang menoleh pada kertas koran yang diletakkan Fannan tadi, terlihat sangat-sangat tua, tapi gambar yang memuat bangunan tua Lingga Baganti masih terlihat jelas di sana.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now