Lingga Baganti- 38

609 91 0
                                    

Saddam menghentikan langkahnya yang membuat semua orang mengernyit bingung, tatapannya lurus entah apa yang ia lihat.

Sedangkan pemuda berkacamata itu menatap sosok kecil dengan tubuh lebam tengah tersenyum padanya. Tampak sekali bahwa seluruh tubuh bocah itu penuh luka dan lebam, tubuhnya juga basah.

"Dari mana?" Saddam bertanya dengan hati-hati karena ia dengan sangat jelas melihat warna merah yang menyelimuti tubuh bocah ini.

Bocah itu menunjuk ke ujung jalan, entah apa yang ia tunjuk.

"Dari jauh." Kemudian ia terkekeh.

Saddam tiba-tiba berjongkok, para OSIS di belakang sana semakin mengkerut penasaran, dengan siapa sosok yang Saddam ajak bicara? Untung saja mereka ditutupi oleh mobil, atau orang-orang akan melihat mereka aneh.

"Tadi kamu bilang tentang keluarga Ogawa, kamu kenal?"

Bocah laki-laki itu menggeleng, lalu mengangguk. "Gatau, tapi nenek tau. Tanya nenek aku aja."

"Rumah neneknya di mana?"

Bocah itu tampak berpikir lalu cekikikan. "Aku mau bilang asalkan kakak bantu aku, aku kangen Mama."

Saddam mengulas senyuman tipis, raut wajahnya tampak sangat bersedih. "Kakak bantu."

Bocah itu tertawa senang, telunjuk kecilnya yang tampak tak lagi mempunyai kuku mengarah pada sebuah rumah yang terletak tak jauh dari sana, hanya melewati beberapa rumah.

Saddam mengulas senyum. "Terimakasih, habis ini kamu istirahat ya, kakak bantu." 

Bocah laki-laki itu mengangguk lalu setelahnya menghilang. Para OSIS di sana menatap penasaran, mereka baru pertama kali melihat Saddam berbicara selembut ini entah siapa lawan bicaranya. Tapi dari kalimatnya, sepertinya itu adalah sesosok anak kecil.

Saddam berbalik lalu menunjuk rumah yang tampak sederhana di sana. "Kita ke sana."

Mereka semua hanya mengangguk saja, mengikuti langkah Saddam.

"Tadi itu siapa?" Kaivan tiba-tiba berceletuk.

"Anak yang punya rumah," jawabnya.

"Anak kecil?" tanya Hikaru.

Saddam hanya diam, lalu menghela napas. "Korban pembunuhan."

Mereka terdiam setelah kalimat terakhir Saddam itu, jelas sekali raut wajah para OSIS tidak senang, merasa sedih karena masih adanya rasa kemanusiaan. Entah setan mana yang tega menghabisi nyawa anak kecil.

Langkah mereka berhenti, menatap rumah yang tampak sepi. Isamu lagi-lagi maju melihat keadaan.

"Permisi."

"Permisi, ada orang?"

Lima kali percobaan memanggil, akhirnya seorang wanita yang wajahnya tak muda lagi keluar dengan ekspresi bertanya-tanya.

"Ada apa ya?"

"Apa neneknya ada di rumah?" Saddam bertanya.

"Nenek saya? Ada, beliau lagi sakit. Adek ke sini ada apa ya?" tanyanya, raut wajahnya seperti ketakutan jelas sekali menunjukkan orang kecil.

Apalagi ketika melihat penampilan sepuluh orang di depannya, aroma serbuk berliannya benar-benar menyengat hidung jika dibandingkan dengan dirinya sendiri yang hanya berpakaian lusuh dengan beberapa tambalan.

"Ada yang mau saya tanyakan, bu." Saddam berujar kembali.

Wanita itu mengangguk. "Masuk dulu adek semua, gak enak berdiri di luar." Wanita itu mempersilahkan masuk, memperlihatkan rumah sederhananya yang mungkin tidak bisa menampung kesepuluhnya di ruang tamu.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now