"El,"
Kedua mata Iris berkaca-kaca, melihat puting payudaranya mengeluarkan ASI setelah sekian lama menanti. Wanita itu menerjang Elazein dengan pelukan eratnya, Elazein yang semula ikut terharu kini panas dingin. Bagaimana tidak panas dingin, jika Iris yang bertelanjang dada, memeluk Elazein yang juga bertelanjang dada. Payudara yang kenyal itu menyentuh kulit Elazein secara langsung, membuat jiwa kelaki-lakiannya meronta.
"El, akhirnya!"
"Iya, sayang." Tahan Elazein, tahan jangan sampai khilaf, Elazein menyemangati dirinya sendiri. "El ayo ke rumah sakit!" Elazein mengangguk, dia menitipkan sang anak pada Ibunya yang memang memilih untuk tinggal di kediaman Vestergaard setelah resmi bercerai dengan Eduardo Lund.
Serangkaian proses di lalui dengan sabar dan penuh antusias, sampai pada akhirnya. Iris bisa merasakan yang selalu di rasakan Ibu-Ibu menyusui di luar sana, matanya berkaca-kaca, membuat Elazein menatapnya sangat lembut dan penuh akan cinta. Sesederhana ini, tapi istrinya bisa merasa sangat bahagia.
"Ssh, pelan-pelan, sayang. Tidak akan ada yang merebutnya darimu,"
Jemarinya dengan sangat lembut mengusap pipi kemerahan bayinya yang tampak menyusu dengan kuat. Bayinya seperti sangat kehausan. Elazein mendengus, "Daddy yang akan merebutnya, lihat saja!" Rasa terharu yang sempat singgah langsung lenyap begitu saja dalam diri Iris.
Dengan gemas, Iris mencubit lengan Elazein yang ada di atas pahanya. Pria itu meringis, "Sakit, sayang." Bukannya kasihan, Iris malah mengomeli suaminya. "Sama anak sendiri kok ngomongnya gitu? Ini tuh punya anak kamu!"
"Sebelum dia ada, itu punya aku sayang! Semuanya yang ada di tubuh kamu itu punya aku!"
"Mengalah, El. Masa sama anak sendiri perhitungan,"
"Bukan perhitungan, sayang. Tapi dia rakus sekali! Harusnya berbagi denganku! Yang kanan dia dan yang kiri aku!"
Tak!
Keningnya yang mulus jadi sasaran jitakan Iris, "Mesum!"
"Sama istri sendiri tidak ada yang berani melarang," wajahnya yang menggoda istrinya benar-benar menjengkelkan bagi Iris, "Wajahmu bisa biasa saja tidak sih?"
"Enggak bisa, sayang." Kerlingan nakal Elazein berikan yang semakin membeludak rasa kesal dalam diri Iris Clooper, "El. Wajahmu menjengkelkan! Aku jadi ingin mengepaknya ke dalam koper lalu aku jual dengan harga selangit!"
Bibir proposional yang selalu menjadi incaran dan impian semua wanita untuk mencicipinya itu cemberut merasa kesal, "Sayang. Semua orang menginginkan aku menggoda mereka loh, bisa-bisanya kamu mengataiku menjengkelkan! Harga diriku tercubit, sayang."
"Kamu pikir aku peduli?" Iris memindahkan bayinya ke sisi sampingnya, menciptakan senyum nakal Elazein. "Anak kita sudah tidur, sayang. Sekarang waktunya aku isi amunisi, supaya esok, energiku penuh kembali." Niat terselubungnya langsung terkoneksi dengan isi kepala Iris, "Aku baru sembuh, Elazein! Jangan macam-macam!"
"Apa salahnya macam-macam, sayang? Kita sudah menikah, sah-sah saja."
"Tapi tetap saja, aku baru sembuh!!"
"Baiklah, selamat malam, sayangku, istriku tercinta."
Iris terkikik geli, wanita itu menaruh bantal guling di sisi putranya agar tidak terjatuh, lalu kembali berbaring menghadap Elazein. "Selamat malam juga suamiku," bukannya langsung memejamkan mata, Iris malah menyodorkan payudaranya, membuat kening Elazein berkerut.
"Kenapa, sayang?"
"Tadi katanya mau charger amunisi,"
Senyum cerah secerah matahari ada 2 di siang hari langsung menyambut suasana hati Elazein, pria itu melahap puting buah dada istrinya sembari memejamkan mata. "Dasar bayi besar," Iris terkekeh sembari mengelus lembut rambut hitam legam suaminya.
Kebahagiaan ini, semoga selalu bertahan lama.
***
Menikmati semangkuk mie rebus dengan potongan cabai dan beberapa sendok saus agaknya akan sangat menguji adrenalin perut di tengah malam begini, apalagi hujan yang tengah turun bersama gemuruh petir, semakin membara saja keinginan Iris untuk menikmati mie rebus instan racikannya.
Dia turun dari ranjang dengan hati-hati, dua bayinya yang satu bayi besar dan yang satu bayi beneran, tengah terlelap nyenyak dengan saling memunggungi tapi berposisi persis. Menggemaskan sekali kedua pangerannya itu, dia pun bergegas ke dapur, mengambil dua bungkus mie instan dengan beberapa cabai yang dia potong kecil-kecil.
Api kompor menyala besar supaya air dalam panci bisa mendidih dengan cepat, dimasukkannya mie dan juga beberapa toping tambahan seperti telur, udang yang sudah di rebus sebelumnya, dan juga gurita berukuran kecil. Aroma menggugah selera membuat perut keroncongan, Iris jadi tidak sabar untuk mencicipi mie buatannya di tengah malam dengan memandangi hujan turun.
Lekas, nampan berisi mangkuk, gelas, dan kudapan dia bawa ke halaman belakang, duduk di sebuah kursi dengan rintik hujan yang tak jauh di depannya. "Tenangnya suasana," Iris meniup-niup kuah berwadah sendok sebelum dicicip dengan wajah sumringah.
"Nyonya,"
"Uhuk .... Uhuk ...."
Lise yang panik terburu-buru membantu Nyonyanya minum, tadi dia iseng ke dapur karena ingin memeriksa apakah masih ada minuman kesukaannya di kulkas atau tidak. Bukannya mendapatkan minuman yang dia cari, Lise malah melihat Nyonyanya sedang membawa nampan ke halaman belakang. Aroma yang sedap, membuat Lise mengikuti.
Tidak menyangka kalau Nyonya akan tersedak begini, "Maaf, Nyonya. Maaf, saya tidak sengaja." Iris tersenyum sembari menggeleng, "Tidak masalah, Lise. Aku hanya terkejut, oh ya, kamu kenapa jam segini masih di luar kamar? Sini duduk dulu," Lise duduk di dekat Nyonya.
Wanita yang lebih tua dari Iris tapi belum menemukan tambatan hatinya itu tersenyum, "Tadi haus tapi malah melihat Nyonya ke halaman belakang. Saya kira halusinasi, di ikutin eh ternyata beneran."
"Hahaha! Kamu aneh sekali, oh ya, mau coba?"
"Tidak, terima kasih banyak, Nyonya."
"Sama-sama," dirinya hanya basa-basi jadi lebih seru kalau Lise menolak tawarannya. "Lise kau tau sesuatu tidak?"
"Tidak, Nyonya. Memangnya ada apa?"
Iris menopang dagu, "Ada seseorang yang terobsesi pada kesetiaannya terhadap majikannya sampai dia tidak menikah-menikah juga lalu mati dalam keadaan single. Mengenaskan sekali ya, Lise?"
"Nyonya, apa Anda sedang menyindir saya?" Lise tersenyum paksa, dia sadar betul jika Iris tengah menyindirnya. "Ya lagian! Kamu sudah setua ini masa kalah sama saya yang sudah menikah? Bahkan sudah punya satu buntut!" Iris bicara dengan nada sebalnya, gemas sekali pada Lise yang terlalu tak acuh pada kisah asmaranya.
"Nyonya, jodoh seseorang itu datangnya berbeda-beda waktunya. Mungkin jodoh saya masih on the way, atau lagi sibuk menonton wanita-wanita cantik di sosial media," Lise Pernille mencoba membalas dengan candaan.
"Kalau begitu, kau tidak akan menarik lagi di mata jodohmu."
"Maksud Nyonya?"
"Karena kamu sudah tidak cantik nanti, sudah tua!" Lise Pernille tersenyum masam, Nyonya memang sangat menyebalkan tapi dia tidak berani membantah apa pun. Hanya pasrah sembari mengangguk, "Kau menikah saja dengan asisten Ludwig. Dia mirip dengan suamiku perangainya, kau bisa hidup bahagia bersamanya."
"Ba─Ha? Apa, Nyonya?!"
***
Follow + Vote + Spam koment!!
YOU ARE READING
Perjuangan Dia Yang Terlahir Kembali
FantasyIris Clooper di kehidupan pertama, sangat membenci suaminya yang otoriter, impulsif, dan pasif. Bukankah sangat lengkap untuk menjadi kandidat dirinya benci? Apalagi, dia di buat hamil anak pria itu. Iris tidak menyukai kehamilan yang hanya akan me...