4. Antara Kebenaran Dan Kebohongan

876 154 6
                                    

Part 4 Antara Kebenaran dan Kebohongan

Hanya kesunyian yang melingkupinya sepanjang kepergian Marcuss, yang tak Eiza ingat lagi sudah berapa lama. Pemandangan dinding kaca yang terpampang luas di hadapannya menunjukkan bahwa hari sudah mulai siang. Dokter pun sudah datang untuk memeriksa keadaannya juga perawat yang membawakannya makan siang, yang sama sekali tak ia sentuh meski tenggorokannya terasa pecah oleh rasa haus.

Hatinya seolah telah remuk redam. Berusaha menyangkal semua fakta tersebut, tetapi hati terdalamnya tak mampu berkata-kata. Malam itu, ia tidak tidur dengan Danen. Saat bangun keesokan paginya, ia menemukan Danen yang baru saja keluar dari kamar mandi.  

Pria itu menyambutnya dengan senyum manis yang menenangkan. Mencium dan memeluknya, juga memperlakukannya dengan penuh perhatian seperti biasa. Mengenyahkan semua keraguan yang sempat muncul di benaknya. Dengan semua sikap Danen setelah malam itu, Eiza yakin Danen pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Danen tahu kalau yang bermalam dengannya bukan pria itu. Melainkan Marcuss Rodrigo. 

Akan tetapi, apakah ia bisa mempercayai Marcuss sepenuhnya. Pria yang bahkan belum pernah ia kenal. Sementara Danen, ketulusan cinta pria itu tak bisa ia ragukan untuk lima tahun hubungan yang sudah mereka lalui. Setidaknya ia harus mendapatkan penjelasan dari Danen. Tentu saja ia lebih mmepercayai Danen. Sekalipun sebuah kebohongan yang keluar dari mulut pria itu.

Eiza menyingkap selimutnya. Turun dari ranjang, menahan rasa perih di punggung tangan ketika mencabut paksa jarum infus. Berjalan tertatih dengan tangan memegang perut. Setiap langkah terasa seperti sebuah siksaan. Tubuhnya sangat lemah dan kepalanya juga pusing. Tetapi ia harus mendapatkan penjelasan dari Danen. Lebih dari apapun.

Lewat tangga darurat, ia turun satu lantai di bawah, masuk ke dalam lift dan turun di basement. Mencari jalan keluar dan meski langkahnya lambat, ia berhasil sampai di pinggiran jalan untuk mendapatkan sebuah taksi. Yang membawanya ke kediaman keluarga Lee.

Setengah jam lebih, mobil berhenti di gerbang tinggi berwarna putih yang sudah sangat familiar tersebut. Bersamaan dengan pintu gerbang yang bergerak membuka dan sebuah mobil putih muncul. Eiza lekas keluar mengenali mobil tersebut adalah milik Danen. Sang suami.

“Danen?!” Eiza menghadang mobil tersebut sebelum sempat melewati mobil taksi yang dinaikinya.

Mobil berhenti dan pria jangkung melangkah turun ketika Eiza mendekati pintu bagian depan. Begitu Danen berdiri di hadapannya, Eiza langsung menghambur ke pelukannya. “Danen?” lirihnya.

“Apa yang kau lakukan di sini, Eiza?”Keterkejutan bercampur dengan kecemasan menyelimuti suara Danen. Kedua tangannya merangkum wajah Eiza yang tenggelam di dadanya. Mengamati wajah pucat tersebut. “Seharusnya kau tetap berada di rumah sakit.”

Eiza merasakan air matanya meleleh. “Kau tahu?”

Danen mengangguk. Ujung jari Danen menghapus air mata Eiza dengan lembut. Bibirnya sempat membentuk celah, tetapi taka da sepatah kata pun yang keluar.

“Danen?” Suara memanggil dari dalam mobil mengalihkan perhatian Danen dan Eiza. Pria itu lekas membentuk jarak dengan tubuh Eiza.

Eiza menatap wanita cantik dengan rambut sebahu yang duduk di samping kursi pengemudi. “S-siapa dia?”tanyanya lirih. Tumpukan hatinya yang patah dan berusaha dikembalikan utuh, perlahan membentuk retakan. Kecemburuan menyeruak ke permukaan bahkan sebelum ia mendapatkan jawaban dari sang suami. Yang menatapnya dengan penuh rasa bersalah. Apakah wanita itu Jessi? Wanita yang dikatakan sang mertua akan menggantikan posisinya?

“Kita harus ke butik untuk mengepaskan gaun. Juga mendapatkan cincin. Semua harus selesai hari ini.” Jessi melanjutkan kalimatnya setelah mengamati penampilan Eiza dari atas ke bawah dengan penuh cemooh. “Kau bilang hanya butuh satu menit untuk bicara dengan mantan istrimu?”

Kedua mata Eiza membeliak. “M-mantan?”

Danen memegang kedua pundak Eiza. Menahan tubuh wanita itu sementara pria itu bergerak mundur. “Ya, kita sudah bercerai, Eiza. Kau sudah menandatangi surat …”

“Mamamu yang memaksaku. K-kau …”

“Maaf. Aku harus pergi.”

“Danen?” Eiza menangkap lengan Danen yang sudah berbalik dan hendak kembali ke dalam mobil. “Ada yang ingin kutanyakan padamu?”

Danen berhenti, Memutar kepala dan menatap Eiza tanpa melepaskan pegangan wanita itu.

“Saat malam pertama kita, apakah kau menjualku pada pria itu?”

Pupil mata Danen melebar. Menatap kedua mata Eiza yang menggigit bibir, tampak gugup menunggu jawaban darinya.

“Katakan tidak, Danen. Aku akan tetap mempercayainya meski itu sebuah kebohongan. Kumohon,” rintih Eiza penuh permohonan. “Anak yang ada di perutku milikmu, kan? Buah hati kita. Mamamu …”

“Bayi itu bukan anak kandung Danen, Eiza.” Suara Maria menyeruak. Menyentakkan tangan Eiza dari tangan Danen. Jessi yang sudah turun dari mobil menahan lengan Danen. Bergelayut pada pria itu saat Maria menunjukkan sebuah lembaran ke depan Eiza. “Ini adalah hasil tes DNA yang dilakukan oleh Danen sendiri. Dan hasilnya tetap sama. Tidak ada kecocokan antara anak hasil selingkuhanmu itu dengan Danen.”

Eiza mengambil kertas tersebut, tak mempercayai kedua matanya. Membaca hasil tes yang sama persis dengan hasil yang dilakukan olehnya. Kepalanya menggeleng, menatap Danen yang membuang pandangan darinya. Tak mengatakan apa pun. “Aku tidak pernah mengkhianatimu, Danen.” Eiza berusaha mendekati Danen, tetapi kembali didorong menjauh oleh Maria. “Semua ini hanyalah sebuah kebohongan.”

“Hasil ini adalah bukti bahwa kata-katamulah yang sebuah kebohongan, Eiza. Kau mengkhianati putraku. Lagipula, ayah kandung dari putrimu sudah mengakui hubungan kalian dan tes DNA yang dilakukannya 99,99 % cocok dengan darahnya.”

“Tidak, Ma. Itu tidak mungkin benar. Eiza bahkan tidak pernah mengenal pria itu.” Kata-kata Eiza terbata. Kesulitan mencari kata-kata untuk menyangkal semua tuduhan tersebut. Semua fakta yang seperti dijungkir balikkan ini benar-benar membuatnya kebingungan. 

“Jadi kau sudah bertemu dengan pria itu?” dengus Maria mengejek. “Lihatlah, Danen. Sekarang semua kebusukannya sudah terbongkar, kan? Beraninya dia menginjakkan kaki di sini dan dengan tak tahu malunya muncul di hadapanmu.”

“Itu tidak benar, Danen. Aku tak pernah mengkhianati pernikahan kita. A-aku ke sini untuk bertanya padamu. Apakah …”

“Semua bukti-bukti ini sudah menjelaskan semuanya, Eiza. Tak ada yang perlu kau tanyakan. Lagipula kalian sudah menandatangani surat perceraian dan minggu depan, Danen akan bertunangan dengan Jessi. Danen sudah cukup berbaik hati dengan tidak membakar semua barang-barangmu dan malah mengirimnya pada selingkuhanmu. Sekarang jalan kalian sudah berbeda. Danen berhak mendapatkan yang lebih baik darimu. Berbahagia dengan Jessi.”

Eiza tak sanggup mendengarkan semua kata-kata Maria. Yang memaksanya menerima fakta bahwa dirinyalah yang berkhianat dalam pernikahan mereka. Dengan pandangan yang mulai memburam oleh air mata, ia menatap Danen yang masih tak ingin menatapnya. 

“Sebaiknya kalian segera pergi,” pintah Maria dengan nada yang lebih lembut pada Danen dan Jessi. “Biarkan mama yang mengurus wanita murahan ini.”

Jessi membawa Danen naik kembali ke dalam mobil. Sementara Maria menahan Eiza yang masih berusaha mendekati Danen.

“Kumohon, Danen. Dengarkan penjelasanku.” Tangan Eiza terulur, berusaha menyentuh pintu mobil yang mulai melaju menjauh dari mereka dan tangannya yang lain ditahan oleh Maria. Begitu mobil benar-benar menjauh, Maria mendorong tubuh Eiza dengan kasar ke tanah. Wajahnya yang sebelumnya hanya diselimuti kemarahan, sekarang berubah menjadi kekejian dan kelicikan yang teramat jelas. Dengan sebuah seringai ketika mencengkeram wajah Eiza. 

“Kau lihat, putraku lebih mempercayaiku, kan?” Maria menambah tekanannya pada wajah pucat yang terisak dan merintih. “Malam pertama dalam pernikahan kalian. Memang akulah yang menjualmu pada pria hidung belang itu. Hingga sekarang, Danen masih percaya kalau malam itu, wanita yang bersamanya adalah kau. Apa kau tak ingin tahu siapa wanita yang menggantikanmu?” seringai Maria naik lebih tinggi.

Eiza tak ingin mendengarkan meski keingintahuan di dadanya teramat besar. Nyaris tak tertahankan, sebesar rasa takut di hatinya menghadapi kenyataan ini.

“Ya, dia adalah Jessi. Dan sudah ada seorang putra di antara mereka.”

Billionaire's LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang