23. Ahli Waris

562 117 3
                                    

Part 23 Ahli Waris

Langkah Marcuss dan Eiza terhenti menemukan Dashialah yang duduk di samping Loorena. Canda tawa keduanya memenuhi seluruh ruang tamu, yang kemudian terhentikan ketika menyadari keberadaan sang putra dan menantu.

“Marcuss.” Loorena beranjak dari duduknya. Memegang tangan Dashia dan membawa wanita itu mendekati Marcuss yang Eiza yang berhenti di tengah ruangan. “Kau sudah pulang?”

Marcuss tak tertarik menjawab pertanyaan basa-basi tersebut.

Eiza dan Dashia saling pandang. Sang sahabat melemparkan senyum santai seperti yang biasa diberikan untuknya, pun dengan tanda tanya yang begitu jelas di keningnya.

Tetapi kemudian senyum Dashia membeku ketika menyadari penampilan Eiza yang janggal. Siang tadi, Eiza masih mengenakan dress bermotif bunga kecil-kecil dan berwarna hijau muda. Dan sekarang wanita itu mengenakan kemeja kebesaran yang ia yakin milik Marcuss, juga jas pria itu yang membungkus tubuh mungil tersebut. Hanya menutupi sebagian paha Eiza yang jenjang dan kecemburuan menyemburat di wajahnya akan penampilan sang sahabat yang malah terlihat seksi.

Bertahun-tahun berteman dengan Eiza, wanita itu memang memiliki tubuh yang indah. Pun postur Eiza yang lebih mungil dan tak lebih tinggi darinya. Namun semua keindahan tersebut selalu tersembunyi di balik pakaian Eiza yang tertutup dan sopan. 

Sejak menjadi istri Marcuss, tentu saja Dashia juga menyadari perubahan penampilan wanita itu. Mulai dari gaun pengantin yang dikenakan Eiza di hari pernikahan, juga dress yang dikenakan wanita itu tadi siang. Semua penampilan wanita itu sama sekali bukan seperti Eiza yang sangat ia kenal selama ini. Mulai dari pilihan model dress, tas, perhiasan dan sepatu.

 “Ada apa dengan cara berpakaianmu?” dengus Loorena ketika menilai penampilan Eiza dari atas ke bawah dengan tatapan mencemooh. Menyela Dashia dan Eiza yang masih saling pandang.

“Dan kabar apa yang membawa mama ke sini?” Marcuss memenggal pertanyaan sang mama. Tak kalah dinginnya dengan sikap sang mama pada istrinya.

Loorena terpaksa menghentikan pengamatannya dari Eiza dan menatap sang putra dengan tatapan yang lebih lembut. “Ada sesuatu yang hendak mama bicarakan,” jawabnya. Melirik sekilas ke arah Eiza dengan sinis. “Terutama tentang istrimu.”

“Eiza sudah mengatakan apa yang terjadi siang tadi.”

Kesinisan di wajah Loorena semakin pekat. “Jadi dia sudah melakukan pencegahan?” dengusnya.

“Katakan apa yang ingin mama katakan,” pintah Marcuss datar. Tanpa mengurangi kesopanannya terhadap sang mama. Hubungannya dengan sang mama tak bisa dibilang baik, tetapi juga tak bisa  dikatakan buruk. Setidaknya darah memang lebih kental dari air. Loorena Rodrigo adalah wanita yang telah melahirkannya. Fakta itu tak mungkin ia hapus dari darah yang mengalir di nadinya. Pun dengan tuntutan-tuntutan yang hampir memenuhi seluruh jalan hidupnya dan membuatnya merasa sesak.

“Kita bicara setelah wanita ini …” Kalimat Loorena terhenti menyadari kata-katanya yang seketika membuat ekspresi sang putra menggelap. “Istrimu berpakaian?”

Marcuss pun melepaskan pegangan tangannya dari Eiza, membiarkan sang istri pergi ke kamar.

“Marcuss,” sapa Dashia ketika tatapan Marcuss beralih padanya. Memasang senyumnya seapik mungkin.

Marcuss tak membalas sapaan tersebut, Berjalan melewati kedua wanita itu dan duduk di sofa tunggal. Loorena dan Dashia menyusul, duduk di kursi panjang yang ada di sisi kirinya.

“Dashia sudah memceritakan semuanya pada mama tentang hubungan wanita … istrimu dengan kakaknya. Yang juga sudah menikah dengan putri tunggal Calanthe. Tidakkah kau perlu bersikap tegas pada istrimu?”

Billionaire's LustWhere stories live. Discover now