42. Tidak Ada Lagi Kita

631 115 8
                                    

Part 42 Tidak Ada Lagi Kita

“Apa?!” Eiza terbeliak terkejut. 

“Tapi aku menukarnya tanpa sepengetahuan kalian. Kupikir, itu bukan sesuatu yang baik. Gelagatnya sudah membuatku curiga.”

Eiza terdiam. Tercenung lama.

“Dia pasti berpikir kau sedang hamil dan berniat menggugurkannya sebelum kau menyadarinya. Bukankah saat hamil Ezlin kau juga muntah-muntah di apartemenku. Dan saksi hidup dua garis di testpackmu adalah aku dan dia. Jadi, sebaiknya kau hati-hati dengan apa pun yang kau makan selama dia masih ada di sekitarmu.”

“T-tapi … bagaimana mungkin dia setega itu, Serra?” Eiza masih tak mempercayai apa yang didengarnya. Bahkan kebohongan yang diucapkan Dashia tentang Danen saja masih belum sepenuhnya ia percayai. “Bagaimana mungkin?”

“Nyatanya semua keburukannya satu persatu sudah mulai terbongkar. Bukti apalagi yang kau butuhkan, Eiza? Aku pun tak mempercayainya sampai melihat CCTV yang kupasang. Tunggu sebentar.” Serra beranjak dari duduknya. Masuk ke dalam kamar dan tak lama keluar dengan laptop di tangan.

Eiza hanya membekap mulutnya melihat bukti itu sekarang terpampang jelas di hadapannya.

“Sekarang kau percaya kalau dia sahabat yang bermuka dua?”

Eiza masih tercengang. Kehilangan kata-kata untuk membalas.

“Ya, patah hati memang bisa membuat seseorang seputus asa itu. Dan lagi, sepertinya kau memang perlu memeriksakan diri ke rumah sakit, Eiza. Hanya untuk memastikan kau memang hamil atau tidak. Kalaupun memang tidak, ya sudah. Tapi kalau kau sudah terlanjur hamil dan Dashia lebih dulu mengambil tindakan, kuyakinkan padamu, Eiza. Kau tak akan sanggup menghadapi penyesalanmu karena tak bisa melindunginya. Sementara kau tahu kau bisa mengambil tindakan pencegahan lebih awal.”

“Meski kau membenci tuan Marcuss, anak itu tetap anakmu. Sama seperti Ezlin.”

*** 

Eiza baru saja membuka pintu mobil ketika pintunya kembali ditutup oleh seseorang dari belakang dan lengannya ditarik menjauh.

“Danen?” Eiza menahan langkahnya mengenali pria itu adalah mantan suaminya. Kepanikan merambati dadanya, memelintirkan lengannya dari genggaman Danen.

Langkah Danen ikut terhenti. Memutar tubuh berhadapan dengan Eiza. “Dashia bilang kau ingin bertemu denganku?”

Eiza teringat keinginannya tersebut.  Dan saat ia pergi ke apartemen Serra beberapa hari yang lalu, ia pulang dengan Dashia yang setengah memaksanya singgah ke rumah sakit. “Apa kau mengawasi tempat ini?”

“Ya.” Danen tak menyangkal. “Aku mendengar dari Dashia tentang kecelakaanmu dan Marcuss.”

Eiza terdiam. Mengedipkan matanya sekali dan menjawab, “Kau tak mungkin dalang di balik kecelakaan kami, kan?”

“Apa?” Danen membeliakkan kedua matanya. “Aku tak mungkin membuatmu berada dalam bahaya, Eiza. Kau tahu aku mencintaimu.”

Eiza mencoba membaca lebih dalam kedua mata Danen. Yang malah meruntuhkan kepercayaan yang berusaha ia pertahankan meski semakin merapuh. “Aku melihatmu di basement malam itu, Danen.”

“Apa? Tidak mungkin, Eiza. Kau pasti salah lihat.”

Eiza tak akan berdebat tentang hal ini. Keyakinannya melihat Danen di malam itu tak akan terbantahkan. Bahkan dengan menatap kedua mata Danen saat ini, kebohongan itu semakin terjelaskan. 

Bagaimana mungkin pria yang sangat ia cintai, kini dalam sekejap perasaan itu berubah menjadi kekecewaan. Kekecewaan yang teramat besar yang tak lagi terelakkan. 

Billionaire's LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang