8. Penawaran dan Kesepakatan

905 140 6
                                    

Part 8 Penawaran dan Kesepakatan

Marcuss menyeringai menemukan Eiza yang duduk di tepi ranjang ketika membawa makan malam untuk wanita itu. Juga undangan pesta yang tergeletak di lantai. Pandangan keduanya sempat bertemu ketika pria itu melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Meletakkan nampan di meja.

“Kemarilah,” pintah Marcuss, menepuk sisi tempat duduk yang kosong di sampingnya. 

Eiza tak langsung bangkit. Satu-satunya hal yang memaksa kedua kakinya bergerak hanyalah rencana yang lebih besar dan butuh banyak riset untuk mengenal seorang Marcuss Rodrigo.

“Aku suka keputusanmu,” gumam Marcuss begitu Eiza duduk di sisinya. Tubuh pria itu berputar ke samping, menghadap Eiza dengan salah satu lengan diletakkan di punggung sofa. “Menjadi wanita patuh.”

Eiza hanya menatap kepuasan yang tersirat di kedua bola mata hitam tersebut. Mempertahankan kewaspadaan dengan jarak yang diperpendek oleh Marcuss saat pria itu menelengkan kepala ke arahnya. “Jika kau mendapatkan keinginnanmu, lalu bagaimana denganku?”

Salah satu alis Marcuss terangkat. Wanita satu ini tak berhenti membuatnya terkejut. Dalam penolakan maupun kepatuhan yang ditunjukkan padanya.

Eiza sengaja mengedarkan pandangannya ke sekeliling mereka. “Aku memang tak pernah mendengar namamu. Kita berada di dunia yang berbeda, itu satu hal yang pasti. Melihat kediamanmu, dan juga caramu bersenang-senang dengan istri orang, kau jelas akan mendapatkan semua keinginanmu dengan mudah. Pun apa yang kau berikan adalah hidup mati seseorang.”

Senyum Marcuss semakin dipenuhi kepuasan. “Kau mulai menggunakan otakmu, ya.”

Eiza mengabaikan ejekan tersebut. Meluaskan hati dengan mengakui ketololannya selama tiga hari ini. “Apakah kau juga seorang yang dermawan?”

“Terkadang.” Marcuss mengedikkan bahu kecil. Memberikan satu kerlingan mata menggodanya.

“Apa yang bisa kau berikan untukku?”

“Katakan apa yang kau inginkan? Berapa?”

Eiza terdiam. Tak ada nominal yang cukup untuk menjual darah dagingnya sendiri. “Apakah aku boleh melihat putriku?”

Marcuss terdiam dengan keinginan tersebut. Alih-alih nominal, keinginan Eiza jauh lebih besar dari semua nominal yang bisa disebutkan. Naluri keibuan Eiza tak bisa disembunyikan dengan baik meski sebelumnya kata-kata wanita itu berhasil mengorek harga dirinya. Seringai membentuk di kedua ujung bibirnya.

“Setidaknya katakan di mana putriku. Apakah dia baik-baik saja?”

“Ya. Dia baik-baik saja. Kau sudah mendapatkan jawabanmu?”

Eiza mencoba terlihat puas meski jawaban sialan itu sama sekali tak memuaskannya. Pun hanya seujung kuku.

“Dan di mana?” Senyum Marcuss melengkung lebih tinggi. “Kau tak akan mendapatkan jawabannya secepat dan semudah ini, wanita muda.” Tangan Marcuss terulur. Menyentuh ujung dagu Eiza dan menggoyangnya dengan gemas. “Kau butuh lebih banyak sikap patuh sebelum mendapatkan semua yang kau inginkan.”

Bibir Eiza menipis marah, ketegangan begitu jelas di kedua mata wanita itu. Tetapi ia menghitung hingga sepuluh di dalam hati. Perlahan dengan amarah yang semakin mengempis. Tak menyangka butuh lebih banyak kesabaran untuk berhadapan dengan pria ini. “Lalu, berapa banyak yang bisa kau berikan untukku. Sebagai bayaran untuk delapan bulan mengandung darah daging dan melahirkannya?”

Marcuss tertawa kecil. “Pada akhirnya kalian para wanita sama saja.”

Eiza tak peduli dibandingkan dengan siapa dan juga pada sifat materialistisnya. Ia butuh lebih banyak pegangan untuk kabur dari seorang Marcuss Rodrigo, kan?

Billionaire's LustWhere stories live. Discover now