7. Kebaikan Untuk Semua Orang

726 127 1
                                    

Part 7 Kebaikan Untuk Semua Orang

Marcuss memasukkan kunci ke dalam sakunya ketika seseorang berjalan mendekat. Menatap pintu di belakangnya dengan kedua alis yang saling bertaut.

“Kau mendapatkannya lagi?” Pria itu bertanya.

Marcuss hanya mengedikkan bahunya. “Kali ini dia akan menjadi urusanku, Marco. Jika kau membantunya lagi …”

“Aku hanya menunjukkan arah jalan sebagai pria yang baik, Marcuss,” kilah Marco pada sang sepupu. “Dan kau tak mengatakan kalau dia … seseorang yang cukup penting sehingga harus kau kurung di rumahmu.”

“Dia akan menjadi masalah yang serius jika aku tak mengurusnya dengan tanganku sendiri.” Ada penekanan yang tegas dalam nada suara dan tatapan Marcuss. Yang bukannya membuat Marco diam patuh, tetapi malah membuat kerut keheranan di kedua alis pria itu. “Kau mencariku?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Marco teringat tujuannya mencari Marcuss, menunjukkan surat undangan. “Dari Nyonya Lee.”

Marcuss mengambil undangan tersebut.

“Dan sepertinya surat undangan pernikahannya akan menyusul.”

Marcuss hanya melirik sekilas. Hanya perlu memastikan tanggal pertunangan tersebut sebelum memberikannya kembali pada Marco. “Aku akan datang.”

“Sebagai pasangan Dashia?”

Marcuss tampak mempertimbangkan sejenak. Ekor matanya melirik ke arah pintu tempat Eiza ia kurung lalu mengangguk singkat. “Aku ingin kau memastikan surat perceraian Danen Lee dan Eizara keluar lebih cepat dan kirim salinannya padaku.”

“Untuk?”

“Aku memerintahmu bukan untuk mempertanyakan tugas yang kuberikan, Marco. Dan hanya karena kau sepupuku, bukan berarti kau harus ikut campur urusan pribadiku.”

Marco pun merapatkan mulutnya, mengedikkan bahu dan menjawab, “Oke.”

Saat Marco hendak membalikkan tubuhnya, tiba-tiba ia berubah pikiran. “Berikan surat undangan itu.” Marcuss mengulurkan tangannya.

“Untuk?” Marco kembali diherankan.

Marcuss tak menjawab, menyambar kertas tersebut dari tangan Marco lalu kembali membuka pintu di belakangnya. Saat mendorong terbuka pintu kamar tamu tersebut. Ia menemukan ranjang yang kosong dan jendela kamar yang terjemblak terbuka. 

“Dia kabur? Lagi?” Marco menjulurkan kepalanya di samping Marcuss. ada nada geli yang terselip di sana ketika Marcuss menggeram kesal dan menyeberangi ruangan. melompat keluar jendela. Sementara Marco hanya duduk di kusen jendela, mengamati sang sepupu yang menghilang di balik pohon besar. Tak lebih dari satu menit, sang sepupu muncul kembali. Memanggul tubuh mungil yang berusaha memberontak. Kedua kaki menendang ke segala arah dan kedua lengan yang memukul-mukul punggung Marcuss. Tetapi kekuatan sekecil itu, sedikit pun tak mempengaruhi langkah Marcuss. 

Ia bangkit berdiri, memiringkan tubuh dengan bersandar di pinggiran jendela ketika Marcuss melompat masuk. Sedikit membantu memperlebar jendela untuk tubuh besar sang sepupu.

“Lepaskan aku, berengsek!” jerit Eiza nyaring. Berulang-ulang.

“Kau benar-benar sesuatu, wanita muda,” geram Marcuss. Membanting tubuh Eiza ke tengah kasur yang empuk. Melemparkan undangan di tangannya ke wajah Eiza sebelum wanita itu duduk dengan benar dan menormalkan napas. “Jika kau memiliki waktu luang begitu banyak, kenapa tidak kau gunakan pikiran warasmu untuk membaca itu, hah?”

Kepala Eiza tertunduk, menatap surat undangan yang jatuh di pangkuannya. Tangannya bergerak mengambil benda itu dan nama Danen dan Jessi menjadi pemilik acara pertunangan tersebut terpampang jelas di kedua matanya. Mata Eiza melebar, tersadar. Seolah tertampar oleh fakta yang semakin nyata tersebut. Rasanya wajahnya sudah terasa kebas oleh semua kenyataan-kenyataan yang datang silih berganti. Ia benar-benar sudah kewalahan. Air matanya terasa sudah kering. Berapa pun pisau yang mengiris hatinya, sebanyak apa pun ia ingin mengungkapkan kepedihannya dengan menangis. Matanya terasa kering. Meski hatinya berdarah-darah.

Billionaire's LustWhere stories live. Discover now