18. Billionaire's Lust

782 106 10
                                    

Part 18 Billionaire Lust

Baby Ezlin sudah keluar dari rumah sakit sejak tiga hari yang lalu. Itu sudah lebih dari cukup melegakan semua kecemasan yang mencekik leher Eiza sepanjang minggu tersebut. Marcuss benar-benar memegang titik lemahnya dari segala arah. Mulai dari Danen, Serra, dan bahkan sekarang baby Ezlin.

Pernikahan mereka benar-benar hanya tentang nafsu pria itu terhadapnya. Meski Marcuss tak lagi menidurinya dengan cara yang kasar dan menyiksa lagi, tetap saja tubuhnya tak lebih dari pemuas nafsu pria itu. Waktu berjalan begitu lambat di setiap harinya bagi Eiza yang dikurung di rumah. Sekaligus begitu cepat karena tiba-tiba saja pernikahan mereka sudah berumur hampir sebulan.

Rutinitas hariannya berjalan dengan sangat hambar. Tak ada apa pun yang dilakukannya di rumah selain menunggu kepulangan pria itu dari kantor di siang hari dan melayani nafsu Marcuss di ranjang pada malam harinya. Meski tak membiarkannya tahu sedikit pun tentang kabar di luar di sana, setidaknya ia tahu baby Ezlin baik-baik saja.

Suara mesin mobil yang berhenti di halaman depan rumah memecah lamunan Eiza. Wanita itu beranjak dari kenyamanan sofa dan berjalan ke pintu utama. Menemukan Marcuss yang sudah menyeberangi teras dan menyapanya dengan satu lumatan singkat di bibir. Mengambil jas dan tas pria itu lalu mengekor di sisi pria itu menuju kamar utama.

“Aku ingin berendam,” ucap pria itu sembari melepaskan jam tangan di pergelangan tangannya. 

Eiza menutup lemari setelah mengeluarkan pakaian santai untuk Marcuss. Mengangguk singkat dan lekas ke kamar mandi untuk menyiapkan bath up. Jika ingin berendam, biasanya Marcuss akan membawa dirinya bergabung. 

“Kau terlihat begitu tenang,” gumam Marcuss ketika pria itu bergabung dengan Eiza yang sudah lebih dulu masuk ke dalam bath up. Menarik lengan wanita itu untuk berpindah ke pangkuannya. Menyelipkan helaian rambut Eiza di balik telinga dengan kedua alis yang saling bertaut. Mengamati raut wanita itu lebih dalam. 

“Lalu aku seperti apa yang sebenarnya kau inginkan?”

Marcuss hanya tersenyum, menarik tubuh Eiza semakin merapat padanya. Kulit dengan kulit. Bibir dengan bibir adalah jawaban dari pertanyaan Eiza. Hanya butuh satu ciuman untuk membawa gairah pria itu sudah naik ke permukaan. Menyatukan tubuhnya dengan tubuh Eiza. Eiza yang patuh dan Eiza yang keras kepala, selama tubuh wanita itu memuaskannya kapan pun dan di mana pun ia ingin, Marcuss tak akan mempermasalahkannya.

Tubuhnya terus menghujam ke dalam tubuh Eiza, disertai cumbuan-cumbuan di bibir, wajah, dan di mana pun permukaan kulit telanjang wanita itu. Seringai Marcuss tersamar di antara pagutan mereka ketika melihat mata Eiza yang mulai terpejam. Erangan lolos dari celah bibir wanita itu, menikmati setiap pergerakan lembut darinya. Ya, seberapa pun besar dan kuatnya Eiza berusaha membenci dirinya, tubuh wanita itu tak mengatakan keinginan yang sebaliknya terhadap setiap sentuhannya.

Keduanya berhasil mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. Dengan napas yang terengah. Tampak lelah sekaligus puas di saat yang bersamaan. Marcuss membiarkan tubuhnya dijadikan sandaran tubuh Eiza yang jatuh ke arahnya. Seringainya semakin melebar merasakan debaran di dada Eiza yang kencang.

“Bersiaplah, malam ini kita makan di luar.”

Wajah Eiza membeku mendengarkan kalimat tersebut. Napasnya yang sudah kembali normal kembali tertahan. Mengulang kalimat Marcuss dan memastikan telinganya tak salah dengar. Ini pertama kalinya Marcuss mengatakan akan membawanya keluar. 

“Sepertinya wajahnya terlihat begitu pucat karena tak pernah menghirup udara segar,” gumam Marcuss menambahkan. Mengurai pelukannya dan membiarkan Eiza menegakkan punggung menatapnya secara langsung. Wanita itu terlihat bengong. Tampak tak mempercayai apa yang baru saja dikatakannya.

Billionaire's LustWhere stories live. Discover now