26. Gagal Total

643 114 17
                                    

Part 26 Gagal Total

Seperti yang dikatakan oleh Dashia, Marcolah yang berdiri di depan pintu. “Marco?”

Tatapan Marco menyipit. Kecurigaan tersamar ketika menatap wajah Eiza yang tampak janggal. Pandangannya bergerak turun, menatap kedua tangan wanita itu yang saling meremas di depan perut. “Ya, ini aku,” angguknya. Tatapannya melewati pundak wanita itu dan bertanya lagi, “Kau sudah tidur?”

Eiza menggeleng. “Ada apa?”

“Marcuss memanggilmu.”

“A-aku …”

Marco mengangguk. “Kepalanya sedikit pusing, dia ingin kau membawakan segelas air putih.”

“P-pusing?”

“Ya. Kau harus membujuknya untuk tidur di kamar. Jika tidak, dia tidak akan tidur sampai pagi.”

“Y-ya.” Eiza menjilat bibirnya yang kering. Sepertinya obat yang ia campurkan ke dalam minuman Marcuss sudah mulai bekerja.

“Aku harus pergi. Sedikit urusan yang mendadak,” pamit Marco lalu mengangguk dan berjalan menuju tangga. 

Eiza menoleh ke arah ruang ganti,menatap pintu yang setengah terbuka dan melihat Dashia yang sedang berganti pakaian. Sekali lagi ia mendesah pelan, mengambil gelas air minum yang masih penuh di nakas kemudian berjalan keluar. Menuju ruang kerja Marcuss.

Lampu ruangan sudah dimatikan ketika Eiza melangkah masuk. Tetapi jendela ruangan yang tidak ditutup, sedikit membantu pandangan wanita itu untuk menemukan Marcuss yang duduk bersandar di tempat yang sama ketika ia mengantar kopi untuk pria itu dan Marco.

Kepala Marcuss terdongak, mengarah ke langit-langit ruangan dan lengan yang menempel di lengan sofa. Wajah pria itu sedikit bergerak ke samping ketika mendengar langkah Eiza. “Tutup pintunya,” perintahnya lirih.

Eiza membeku, untuk sesaat dengan perintah tersebut. Meski begitu tetap menurut dan melangkah lebih ke dalam. Mendekati tempat pria itu.

“M-marco bilang kepalamu pusing.” Eiza mengulurkan gelas air putih di tangannya.

Marcuss menatap sekilas gelas tersebut. “Sedikit, juga haus,” jawabnya. Tatapannya bergerak melekat ke wajah Eiza. Lebih lama, sengaja membuat wanita itu diselimuti kegugupan dengan senyum penuh artinya.

“Minumlah.” Eiza lebih mendekatkan gelas di tangannya. Tetapi karena tangan Marcuss masih tak bergerak, kakinya bergerak maju. Dan Marcuss memang tak berniat mengambil gelas air putih tersebut. “K-kau ingin kuambilkan obat?”

Marcuss menggeleng. Lengkungan senyumnya lebih lebar menyadari pegangan Eiza yang mulai bergetar. “Badanku tiba-tiba terasa panas.” Tangannya bergerak. Melepaskan kaitan kancing kemejanya yang sudah setengah terbuka hingga menampilkan dada dan perut telanjangnya. Sabuk di pinggangnya pun berhasil ia lepaskan dari tubuhnya dan mendarat di lantai.

Eiza mengamati wajah Marcuss yang mulai dilembabi keringat. Napas pria itu juga mulai memberat. Eiza tak tahu tentang obat perangsang yang diberikan oleh Dashia kepadanya. Wanita itu hanya mengatakan obat itu akan membuat pikiran Marcuss sedikit tidak waras dan akan meniduri wanita mana pun yang dekat dengan pria itu untuk melampiaskan keinginan yang sudah terlanjur dipancing. Dan ya, kedua mata Marcuss menyiratkan hasrat yang mulai berkabut di kedua bola mata hitam pria itu. Sama seperti ketika pria itu menginginkan tubuhnya. Sekaranglah saat yang tepat untuk membawa pria itu ke kamar.

“Aku akan membantumu ke kamar.” Eiza membungkuk, mengambil lengan Marcuss untuk membantu pria itu beranjak dari sofa.

Namun, tubuh Marcuss sama sekali tak bergerak. Bahkan menarik tubuh Eiza hingga jatuh di pangkuannya. 

Billionaire's LustМесто, где живут истории. Откройте их для себя