5. Berkah

1.7K 329 43
                                    

Vote dulu sebelum baca

###

'Kupikir kuilnya luar biasa. Ternyata biasa saja.'

Callian merengut kesal karena penampakan kuil yang ia bayangkan tidak sesuai dengan ekspektasinya. Ia pikir bangunannya akan terlihat megah, berwarna putih bersih dan dipenuhi ornamen mewah. Walaupun ia sendiri sudah sangat sering melihat kemewahan. Sepertinya Callian lupa bahwa sebelumnya ia hidup sebagai putra dari konglomerat.

Kuil disini tampak begitu sederhana. Selain luas, tidak ada hal lain yang menarik perhatiannya. Bangunannya seperti bangunan lama yang tidak diurus, tidak ada hiasan apapun di dinding, bahkan catnya sudah terkelupas.

"Callian, ayo. Kita harus menemui pendeta." Arion melangkahkan kakinya diikuti Callian.

"Ayah, mengapa kita harus menemui pendeta? Apa ayah akan beribadah? Atau memberi sumbangan? Tapi ayah, sebanyak apapun sumbangan yang ayah berikan, kurasa itu tidak akan cukup untuk memperbaiki kuil ini. Sebaik–" Callian terus berceloteh hingga mulutnya ditutup oleh tangan Arion.

"Ssst! Kau tidak boleh berbicara seperti itu. Kita akan menemui pendeta agar kau bisa mendapatkan berkah." Arion menjelaskan dengan nada tenang, tangannya yang semula menutup mulut Callian kini berada di pundak Callian.

"Berkah? Apa itu?" Callian mengangkat kedua alisnya. Ini pertama kalinya ia mendengar tentang berkah. Seberapa keras ia menggali ingatannya, ia tidak mendapatkan jawabannya.

Arion menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sekarang, putranya benar-benar banyak bicara. "Maafkan aku, seharusnya kau menemui pendeta saat berusia lima tahun. Aku terlalu sibuk menjalankan berbagai misi dari guild. Setiap anak yang menemui pendeta akan mendapatkan berkah. Pendeta itu sebenarnya merupakan perantara dari Dewi Piana, Dewi yang melindungi Plana. Berkah yang diterima juga beragam." Arion menjelaskan panjang lebar.

"Selamat datang kepada mereka yang dilindungi Piana."

Seorang pendeta pria dengan jubah putihnya yang sederhana menghampiri Arion dan Callian.

"Putraku belum mendapatkan berkah. Bisakah ia mendapatkannya disini?"

Pendeta itu menatap Callian dari atas ke bawah hingga membuat Callian merasa risih. "Paman, apa ada yang salah denganku? Mengapa kau menatapku seperti itu?"

Pendeta itu tersentak, sesaat kemudian ia segera menormalkan ekspresinya. "Maaf atas tindakanku yang tidak sopan. Adik kecil, sebaiknya kau melepas penyamaranmu sebelum berdoa untuk mendapatkan berkah. Anda juga, tuan." Pendeta itu berkata sambil tersenyum.

Callian sedikit terkejut mendengar perkataan pendeta itu, dapat mengetahui bahwa dirinya tengah menyamar hanya dalam sekali lihat. Dari tampilannya, pendeta itu tampak seperti orang polos bagi Callian.

"Mengapa aku harus melakukannya? Bukankah Dewi itu maha melihat?" Callian memberikan tatapan penasaran pada pendeta itu namun yang ia dapatkan hanya senyuman lembut yang anehnya membuat bulu kuduk Callian berdiri.

"Callian, tidak baik berkata seperti itu. Kau bisa meminta berkah tanpa melepas penyamaran namun itu dianggap tidak sopan." Arion menjawab pertanyaan putranya.

'Mungkin ini sebuah budaya? Agak aneh!'

Arion memberikan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna biru terang lalu menyodorkannya pada Callian. Sama seperti sebelumnya, Callian mengambil ramuan itu lalu meminumnya tanpa ragu. Tidak lama setelah itu, rambut putih keperakan dan mata birunya kembali seperti semula.

"Silahkan lewat sini."

Pendeta itu lagi-lagi tersenyum, ia melangkah lebih dulu untuk membimbing Callian dan Arion menuju tempat yang biasa digunakan untuk mendapatkan berkah. Dalam perjalanan, pendeta itu juga menjelaskan pada Callian, mengenai doa apa saja yang harus ia sebutkan saat berada dihadapan patung Dewi Piana.

Berbeda dengan tampilan sebelumnya, dibalik pintu kayu yang usang, sebuah ruangan yang begitu luas dan megah memasuki penglihatan Callian.

'Woah! Ini benar-benar kuil sungguhan! Pantas saja ayah menutup mulutku sebelumnya.'

Tempat untuk mendapatkan berkah benar-benar sesuai dengan ekspektasi Callian tentang kuil di dunia lain.

"Nah, adik kecil. Kau bisa mendapatkan berkah setelah berdoa dengan tulus dihadapan patung Dewi Piana. Semakin tulus doamu, semakin baik berkah yang akan kau dapatkan. Jangan takut, Dewi kita sangat murah hati."

Pendeta itu menjelaskan tanpa melepaskan senyumnya.

"Aku akan menunggu disini." Arion mengacak rambut putih keperakan milik putranya. Ia membiarkan Callian melangkah mendekati patung Dewi Piana.

'Aku tidak tahu, dewa-dewi atau apapun itu didunia ini. Entah kalian nyata atau tidak, tolong biarkan aku bahagia sebagai rakyat biasa. Aku mohon, beri aku berkah yang bermanfaat untuk hidupku.'

Callian menyatukan kedua tangannya. Matanya terpejam, ia benar-benar berdoa dengan tulus dan berharap agar Dewi Piana mengabulkan permohonannya. Callian tidak menyadari bahwa altar tempat dimana ia berdiri mulai mengeluarkan cahayalkeemasan. Hal itu jelas, membuat Arion dan pendeta yang melihatnya seketika membeku.

Callian membuka matanya setelah ia merasa bahwa waktu untuk berdoa sudah cukup. Ia memperhatikan tubuhnya dan berharap ia dapat merasakan sesuatu yang baru. Sayangnya, yang Callian inginkan tidak terjadi. Tubuhnya biasa saja, tidak demam, tidak nyeri atau apapun itu. Callian juga tidak merasakan sesuatu yang hangat layaknya banyak mana yang mengalir ditubuhnya, seperti yang dijelaskan banyak novel atau film bertema isekai.

'Apa Dewi Piana itu tidak ada?'

Callian mulai meragukan keberadaan Dewi Piana yang disebut-sebut sebagai pelindung Plana itu. Bukankah seharusnya ia mendapatkan berkah? Mengapa ia tidak merasakan apapun?

Callian menghampiri ayahnya yang berada di samping pendeta. Alisnya terangkat saat melihat dua orang dewasa dihadapannya terdiam.

"Ayah! Apa yang terjadi?" Callian menarik tangan Arion hingga membuat pria itu tersadar.

"Callian, bagaimana denganmu? Kau baik-baik saja?" Arion memeriksa tubuh putranya dari atas ke bawah memastikan bahwa Callian baik-baik saja.

Callian mengangguk, "Aku baik-baik saja. Tapi ayah, aku tidak merasakan apapun. Apa aku tidak mendapatkan berkah?"

"Itu salah adik kecil, kau sudah mendapatkannya. Kau memiliki kekuatan suci! Selamat! Dewi Piana benar-benar melindungi mu." Pendeta di samping Arion segera bersuara.

'Kekuatan suci? Jangan bilang, aku akan menjadi seorang saint!?'

Bulu kuduk Callian kembali berdiri mendengar perkataan pendeta itu. Belum lagi, Saint, orang suci atau apapun itu yang memiliki kemampuan ilahi di isekai biasanya sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan banyak orang. Bahkan ada diantara mereka yang mampu menyembuhkan hewan, monster, atau mahluk lain selain manusia. Bagaimana jika ia akan dimonopoli untuk melakukan hal itu di masa depan?

Melihat wajah putranya yang terlihat pucat, Arion segera merangkul Callian. "Jangan khawatir, walaupun begitu banyak orang yang mendapat berkah berupa kekuatan suci, aku yakin, kekuatan suci milikmu pasti yang terbaik." Arion mengusap punggung putranya, ia berharap Callian merasa terhibur.

'Ternyata berkah ini pasaran. Syukurlah.'

Callian menghela napas lega mendengar perkataan ayahnya. Itu artinya, kemungkinan-kemungkinan yang ia bayangkan tidak akan pernah terjadi.

Anehnya, perasaan Callian tidak membaik. Ia merasa ada hal buruk lainnya yang tengah menanti.

###

Am I a Noble?Onde as histórias ganham vida. Descobre agora