11

244 33 0
                                    

"I'm sorry, Ji..."

Yeji tersenyum dan menoleh ke arah Lia yang nampak tertunduk ke arah bukunya.

"Don't need to apologize, Li. Semua orang punya takdirnya sendiri. Termasuk kamu. Sebenernya semua ini terjadi kan karena kesalahan aku. Aku yang salah paham sama tatapannya Jeno ke kita yang nyatanya itu buat kamu..."

Gadis itu meraih tangan sahabatnya lalu mengusap luka di tangan Lia yang darahnya sudah mengering. Lia tak mau di perban alasannya supaya tak lembab dan baginya lukanya tak parah.

"Masih sakit?"

Lia menggeleng pelan namun bisa Yeji lihat tatapan Lia yang penuh keraguan tengah memikirkan hal lain.

"Kamu ragu sama dia?"

"Aku bahkan gak pernah berpikir sejauh itu tentang dia, Ji. I mean, aku tau dia,sebatas tau. Kalau cari tau buat diriku sendiri, aku gak pernah. Kamu tau, aku sama dia itu..."

"Li... Ortunya aja gak masalah even mereka tau siapa kamu. Jadi dimana yang harus kamu raguin? Jeno udah berusaha nunjukin perhatiannya sama kamu. Tapi kamu cuma ngeliat itu dari sisi pertemanan aja. Makanya kamu gak sadar..."

Lia terdiam dan tak lagi tau harus bicara apa. Teringat padanya kemarahan Jeno tadi karena ucapan Mark padanya dan itu jauh diluar ekspektasi Lia. Bagaimana Jeno tak tahu takut bahkan di depan banyak orang untuk melawan Mark bahkan tak membiarkannya membungkuk memohon maaf atas apa yang sudah terjadi.

"Aku gak tau kalau kakeknya Jeno pemilik yayasan..."

"So do I... Aku kaget baru kepala sekolah yang bilang tadi. Anaknya soalnya gak keliatan tengil macem anak yang berkuasa. Yah, kalau ada yang bilang kak Mark atau kak Jaehyun cucunya sih aku masih ada rasa percaya. He's definition of down to the earth..." Canda Yeji tertawa pelan yang akhirnya membuat Lia tersenyum juga.

"So... You need to tell kak Taeyong about you quit from your job, right?"

"Am I?"

Yeji memutar bola mata dan menghela nafas kesalnya.

"Ofcourse you are... Kamu dapet kerjaan ngajar empat anak itu secara gak langsung..." Ucap Yeji yang mendapat gelengan pelan oleh Lia.

"Aku bantu mereka sebagai temen, Ji. Aku gak minta di bayar sejak awal. Aku bakal tetep kerja dan sebelum berangkat kerja aku bisa bantu Jeno belajar..."

"Itu bakal capek banget Li. Kamu bisa kurang istirahat..."

"It's better daripada aku keliatan manfaatin Jeno. Aku rasa Jeno mampu, cuma dia butuh motivasi aja buat serius belajarnya..."

"And you're his motivation..." Ledek Yeji yang membuat Lia mengulum senyumnya menutupi rasa malunya.

"Aku harap sekarang Jeno gak lagi di marah aja sama orang tuanya..."




































"Bye Li...!'

"Bye Ji..."

Yeji pulang dengan jemputan nya dan Lia segera berjalan menuju tempat pemberhentian bus. Namun belum juga sampai, ia lebih dulu berhenti saat sebuah motor juga berhenti disebelahnya dan dia hafal betul itu motor siapa.

"Jeno?"

Pemuda itu membuka kaca helmnya dan tersenyum hingga matanya tinggal segaris.

"Ngapain disini?" Tanya Lia heran pasalnya Jeno kan sudah lebih dulu pulang dan sudah mulai menjalani masa skorsingnya.

"Jemput kamu. Ayo aku anter pulang..."

"Aku bisa naik bis, Jen..."

"Nope. Gak bisa..." Jawab Jeno sembari turun dari motor dan mengambilkan Lia helm yang ia bawa.

"Emang kamu udah izin pergi?"

"Udah. Malah kak Joy tadi bilang mau jemput kamu, tapi gak aku izinin. Kalau kamu keluar sama dia, bisa sampe malem kamu gak dipulangin..." Jawab Jeno sembari memakaikan Lia helmnya membuat Lia terdiam membisu menatap pemuda Lee itu.

"Kenapa?" Tanya Jeno tersenyum ditatap oleh Lia seperti itu membuatnya malu juga.

"I think you fall for wrong person..."

Jeno terdiam sejenak mencerna kata-kata Lia lalu kembali tersenyum.

"No one can control it, Lia. So do I. And everyone knows, you're the right person who can get more love and attention. Bahkan walaupun aku tau dari awal kamu mungkin gak tau aku, tapi aku gak pernah bisa ngerubah fakta kalau aku udah jatuh ke pesonamu. Kamu itu kayak magnet dimana bisa bikin mata aku selalu tertuju ke kamu walaupun kamu jauh..."

Jeno meraih tangan Lia lalu melihat luka yang tadi ada disana. Ia merasa bersalah karena menahannya lah Lia bisa sampai terluka seperti itu. Apalagi mengingat saat Lia menangis tadi. Entah Jeno harus bahagia karena Lia menangis untuknya atau sedih karena dia membuat Lia menangis.

"Masih perih?"

"Kamu orang kesekian yang nanya itu ke aku..." Jawab Lia tertawa pelan yang juga membuat Jeno tertawa.

"Can we get lunch? Aku sampe rumah langsung tidur tadi..." Tanya Jeno yang dijawab anggukkan oleh Lia.

"Let's go then..."

Jeno pun naik ke atas motor dan membantu Lia juga untuk naik lalu mereka segera meninggalkan sekolah itu juga tiga ekor kurcaci yang sejak tadi memantau mereka.

"You win, Jun. Kameranya pasti bakal langsung Dateng ke rumah Lo..."

"Ckk...kameranya udah Dateng seminggu yang lalu. Udah ayo balik..." Ucap Renjun santai tanpa dosa naik kedalam mobil yang menjemput mereka. Btw, mereka semobil ya karena tinggal di perumahan yang sama. Jaemin sama Renjun sendiri masih sepupu dari darah ibu mereka sedangkan Haechan sahabat piyiknya Renjun dan Jaemin sahabat piyiknya Jeno. Makanya keempat anak itu bisa berteman baik.

"Jeno lucky ya. Belum putus dari winter, udah dapet yang baru aja..." Ucap Haechan saat memakai sitbelt nya membuat Jaemin dan Renjun melotot dan saling menoleh.

"Bener juga..."

"Masih ada masalah yang belum selesai..."
















.
.
.















story' of us (✓)Where stories live. Discover now