21

515 29 1
                                    

Lia mengerutkan alisnya saat ia mulai merasakan pegal luar biasa pada tubuhnya dan usapan juga kecupan di wajahnya membuatnya terpaksa membuka matanya.

Hal yang pertama ia lihat adalah Jeno yang tengah bertelanjang dada tertutup selimut menghadap padanya dengan senyum tanpa dosanya menciumi bibirnya.

"Jen—"

Ucapannya terpotong kala ia mengingat apa yang sudah terjadi diantara mereka sebelumnya hingga dirinya memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya. Kakinya Lia bahkan bergerak meski rasanya perih di pusatnya dan sadar kalau kulit kakinya bergesekan secara langsung yang artinya dia benar-benar tak menggunakan sehelai benangpun dibawah sana.

"Jeno...!!"

"Iya sayang?" Jawab Jeno tersenyum polos yang langsung dipukuli oleh Lia yang kesal. Namun bukannya kesakitan, Jeno malah tertawa puas melihat wajah kesal Lia.

"Kau...! Kenapa kau melakukannya. Kita belum menikah..."

"Kau sendiri yang membuatku emosi. Apa aku sudah pernah mengatakan kalau emosi Jeno yang sekarang lebih parah dari yang dulu? Aku kesal kau berencana akan pergi dariku..."

"Tapi kan aku bilang jika aku belum bisa berjalan. Sekarang aku sudah bisa berjalan tapi—"

"Mungkin kau akan kesulitan berjalan beberapa hari..." Jawab Jeno tersenyum lagi yang mendapat geplakkan dari Lia.

"Jika ayah tahu, habis kau dengan katana miliknya!"

"Kalau begitu jangan beri tahu ayah. Kau tak mau kan anak kita menjadi anak yatim tanpa ayah?" Ucap Jeno sembari tangannya mengusap bagian perut Lia membuat mata Lia kembali membulat lebar.

"Kau..."

"Aku mengeluarkannya di dalam jika kau lupa. Enam kali. Aku rasa itu cukup untuk membuat bayi kita..." Jawab Jeno yang membuat Lia menghela nafas pasrah dan Jeno langsung memeluknya erat hingga kembali mereka bisa merasakan tubuh mereka bersentuhan tanpa batasan apapun.

"Minggu depan kita akan menikah. Tenang saja. Aku sudah menelfon ayahmu tadi dan semua sudah dipersiapkan.

"Dasar gila!" Gerutu Lia tapi pada akhirnya ia membalas pelukan Jeno juga hingga Jeno tersenyum dan kembali mengecup pipi Lia.

"Aku senang kau sudah kembali mengingat semuanya. Kau sudah sembuh total dan kita sudah melakukannya. Jadi tak ada alasan lagi kita menunda untuk menikah..."

"Terserah mu, Jen. Jam berapa sekarang? Kita masih di kantor,kan?"

"Iya... Dan sekarang sudah jam 7 malam. Kau lapar?"

Lia melirik tajam Jeno yang membuat Jeno terkekeh pelan.

"Ayo kita mandi setelah itu kita ke restoran sebelum pulang..." Ajak Jeno yang langsung saja menggendong Lia ala brydal tanpa memikirkan malunya Lia sekarang.

"Aku malu, Jen!"

"Aku sudah melihat semuanya. Dan aku ingin mencobanya lagi ucap Jeno mengecup bibir Lia sebelum mereka masuk ke kamar mandi.

"Lee jenooo.....!!"



































"Aaasshh....!!!"

"Sudah...cukup Jen...aku lelah..." Ucap Lia dengan mata mengantuk nya. Bisa bisanya saat mandi Jeno melakukannya dan bahkan setelah mereka tiba di rumah Jeno melakukannya lagi. Sudah tak terhitung berapa kali seharian ini Jeno menanamkan benihnya pada Lia. Jeno seperti tengah melampiaskan dendam kesumat selama 11 tahun Lia hilang.

Jeno pun tersenyum dan mengecup kening Lia lalu melepaskan bagian bawah mereka dan berbaring di sebelah Lia. Menariknya dalam pelukan hangat meskipun mereka tengah berkeringat.

story' of us (✓)Where stories live. Discover now