13

278 29 3
                                    

Di sini mereka akhirnya. Di kamar Jeno berdua karena tanpa di duga kebetulan hari itu sofa di ruang tamu harus dibersihkan oleh petugas panggilan yang biasa datang setiap bulan.

Lia sebenarnya kurang nyaman belajar di kamar Jeno. Tapi karena kak Joy juga sudah mengizinkan dan paksaan Jeno jadilah dia setuju disana. Takut-takut juga,bagaimana jika orang tua Jeno datang dan berpikir macam-macam nanti tentangnya?

Fyi, Lia kemarin sudah sah berhenti bekerja karena Jeno yang mengancam akan mengadukannya pada papanya jika Lia tetap bekerja padahal Donghae sudah melarangnya. Sebenarnya niat Donghae juga baik. Dia tahu Lia tak seharusnya bekerja di usia itu dan jika dengan mengajar Jeno kan sekalian dia mengulang materi disekolah juga untuk dirinya sendiri.

Taeyong pun mau tak mau setuju saja apalagi dia sudah mendengar berita tentang adiknya Mark yang ribut dengan Jeno membuat Taeyong sempat meminta maaf pada Lia atas ulah adiknya itu.

"Li..?"

Lia yang tengah melamun langsung tersadar dan kaget saat melihat wajah Jeno sangat dekat dengannya. Pasalnya anak itu penasaran kenapa Lia melamun dan jadilah pergerakan Lia yang kaget malah membuat wajah mereka makin dekat bahkan hidung mereka bersentuhan. Lia mematung, apalagi Jeno yang jujur saja sudah gemas sekali pada Lia.

"So-sorry..." Lirih Lia pelan. Namun saat dia hendak mendorong kursi gaming tempatnya duduk untuk mundur, Jeno malah menahannya hingga Lia kembali menatapnya.

"Jen..."

Jeno tak langsung menjawab hanya fokus menatap Lia dengan jarak sedekat itu.

"Jen..."

"I love you, Li..."

Lia melotot kaget namun Jeno sama sekali tak merubah ekspresinya yang nampak serius dengan ucapannya.

"I love you..."

"Jen..."

"Can't you see that? Can't you see that I interested with you. One whole year, Lia. Can't you see when I see you? Can't you feel everytime I always can't take my eyes over you when you around me? Bahkan walaupun itu cuma bayanganmu aja, selalu aku liatin,Li..." Ucap Jeno masih dengan posisi mereka yang sama membuat jantung Lia yang berdetak keras makin mengencang. Mungkin Jeno bisa mendengarnya jika dia lebih teliti lagi karena Lia saja merasa jantungnya sudah hampir copot.

"Jen..."

"I love you, Li. Really-really love you. Selama ini aku terlalu takut ambil langkah buat ngedeketin kamu. Aku takut kamu nolak aku. Aku takut banyak kemungkinan buruk lainnya. Aku berharap setelah kita temenan, aku dapet kesempatan. Tapi malah setelah kita lebih Deket, aku malah makin takut jauh lagi dari kamu. Aku gak bisa nahan lagi semuanya..." Ucap Jeno yang membuat Lia tak tahu lagi harus berkata apa.

Dia sendiri masih bingung dengan perasaannya untuk Jeno. Apa dia mencintainya? Tapi bukankah dia sendiri yang percaya kalau dia pasti akan mudah mencintai orang yang benar-benar mencintainya? Apa Jeno lah orangnya?

"Jen..."

"Be my girl friend, Li. Please..." Ucap Jeno yang makin membuat perasaan Lia kacau tapi lebih dominan ke perasaan bahagia mendengarnya. Apa artinya dia benar-benar sudah menaruh hati sejauh itu untuk Jeno?

"Jen..."

"Maaf...maaf kalau aku malah neken kamu dan bikin kamu gak—"

"Jen...!"

Lia menangkup wajah Jeno yang hendak menjauh membuat Jeno kembali fokus padanya dengan tubuh yang sudah keringat dingin karena takut merasakan patah hatinya.

"Boleh aku ngomong sekarang?" Tanya Lia yang diangguki oleh Jeno masih menatap mata Lia yang baginya sangat cantik itu lalu...



























Cccuuppp....!!










Mata Jeno membulat saat Lia mengecup pelan bibirnya seakan tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Ia melihat Lia hendak menjauh Namun Jeno tak mau lewat begitu saja dan langsung menekan Lia pada ciuman yang lebih lama lagi. Untung saja senderan kursi yang Lia duduki empuk dan kokoh. Ya jelas lah, kursi gaming mahal.

Tak ada nafsu. Ciuman itu benar-benar hanya antara dua bibir yang saling menempel tapi Jeno suka sensasi tersengat yang ia rasakan pada setiap Senti kulit bibirnya saat menyentuh bibir Lia.

Setelah beberapa saat, Jeno melepaskan Lia namun dalam jarak yang masih dekat. Menatap lekat bola mata cantik gadis idamannya itu dengan senyum yang mulai mengukir wajahnya.

"Now...we are couple?"

"Really?" Goda Lia bercanda yang diangguki yakin oleh Jeno.

"Ya... You're my girlfriend now. And ready or not, kamu harus menuhin kata-kata kamu sebelumnya buat bales perasaan orang yang cinta sama kamu. Dan itu aku. Aku mau kamu cinta juga sama aku. Oke?"

Lia tersenyum malu tapi mengangguk juga yang membuat Jeno menariknya hingga Lia bangkit dan duduk diatas pangkuan Jeno. Lia yang sadar tentu saja panik takut ada yang mendadak datang nanti melihat posisi mereka sedangkan Jeno sudah melingkarkan tangannya erat di pinggang Lia.

"Jen...nanti ada yang liat gimana?!" Tanya Lia panik mencoba melepaskan diri namun tentu saja tenaga Jeno masih lebih kuat menahannya.

"Gak akan. Mama lagi nemenin papa meeting dan pulangnya malem lagi. Kak Joy sama Eric juga gak pernah masuk sembarangan soalnya kalau pintunya gak dibuka dari dalem tanpa kunci gak akan bisa..." Jawab Jeno yang membuat Lia baru teringat betapa canggihnya rumah Jeno itu. Semua peralatan disana saja bisa dikontrol dengan suara jadi sangat mendukung untuk Jeno menjadi malas.

"Li.."

"I-iya?" Jawab Lia dengan suara pelan karena malu. Dia bahkan tak berani menatap Jeno langsung dan malah fokus pada garis vein pada tangan Jeno yang baru dia sadari semenyeramkan itu.

Jeno tak berkata lagi dan langsung menelusupkan wajahnya di perpotongan leher Lia membuat Lia sedikit kaget dan geli juga. Apalagi Jeno mengusak kepalanya disana hingga rambut Jeno seperti menggelitik lehernya.

"Geli Jen..."

Pemuda itu acuh dan tetap menggosokkan hidung dan bibirnya pada leher Lia yang baginya memiliki aroma candu baru untuknya.

"Jen...geli... Aaarrgghh...!!" Lenguh Lia saat dia merasa Jeno mengigit pundaknya yang entah sejak kapan kerah bajunya ditarik oleh Jeno hingga mengekspose kulitnya itu. Lia merinding saat dia merasakan kulitnya seperti dihisap dan dijilat oleh Jeno lalu pemuda itu tersenyum melihat hasil karyanya yang membuat Lia kaget.

"Merah..." Ucap Lia kaget melihat bahunya sudah merah.

"Tanda kalau kamu udah ada yang punya..." Jawab Jeno dengan watadosnya menaikkan lagi kerah baju Lia itu.

"Nanti kalau ilang, aku bikin lagi..."

"Kok gitu?"

"Itu tanda, sayang. Kalau orang yang udah punya pacar harus ditandai supaya dia selalu inget kalau udah ada yang punya..." Ucap Jeno dengan suara rendahnya setengah berbisik membuat Lia merinding juga.

"Jen...serem. jangan gitu. Kamu jadi kedengeran kayak papamu..." Ucap Lia yang malah membuat Jeno tertawa pelan dan mengecup bibir Lia.

"Sekarang aku udah dapet motivasiku buat belajar. Jadi jangan pernah berpikir kabur dari aku. Karena aku gak bakal mau lagi pacarku diambil orang...!"













.
.
.

















story' of us (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang