19

311 27 0
                                    

Jeno memindahkan Lia dari kamar mandi ke ranjangnya. Bukan, bukan dia yang memandikan Lia. Dia hanya meninggalkan Lia di kamar mandi dengan baju ganti sesuai kata Lia dan sisanya Lia yang mandi sendiri. Meskipun sangat kesulitan untuk berpindah dari tempat basah ke tempat kering, namun Lia berhasil melakukannya. Ya walaupun diluar Jeno siap siaga jika mendengar suara benturan sedikit saja dari dalam dia akan langsung bertanya kondisi Lia.

"Lebih segar?"

Lia mengangguk tersenyum dalam pangkuan Jeno. Ya, Jeno benar-benar suka memangkunya. Apalagi selesai Lia mandi sekarang. Aromanya benar-benar enak sekali bagi Jeno.

"Kita akan tidur berdua? Disini?" Tanya Lia ragu yang diangguki oleh Jeno.

"Keberatan? Memang kau berani tidur sendiri disini?" Tanya Jeno yang sedikit menimbulkan keraguan pada diri Lia lalu ia menggeleng pelan. Meski rumahnya terasa tak asing, tapi tetap saja rumah itu lama tak dihuni meskipun Jeno sudah meminta orang untuk merawatnya.

"Kau tak mandi?"

"Tunggu sebentar..." Ucap Jeno kembali memeluk Lia dan menghirup aroma kesukaannya itu. Lia yang sudah mulai terbiasa pun hanya melingkarkan tangannya pada pinggang Jeno. Lagipula itu nyaman juga untuknya. Rasanya sangat menenangkan dipeluk oleh Jeno.

"Aku masih rindu..." Lirih Jeno dalam pelukan mereka yang disenyumi oleh Lia. Namun senyum itu luntur saat ia teringat sesuatu yang menganggu pikirannya saat ia mandi tadi.

"Jen..."

"Hhmmm?"

"Bagaimana...bagaimana jika aku tak bisa sembuh? Bagaimana jika akhirnya aku lumpuh?" Tanya Lia ragu.

" Apa masalahnya?"

"Kamu... Kamu tak mungkin bersama dengan—"

"Aku tak peduli, Lia. Mau bagaimanapun kamu, aku akan menerimanya. Meskipun nanti aku harus menggendongku di altar pernikahan bahkan sampai kita tua nanti, aku siap. Kau tau arti kata cinta itu buta? Dan aku telah buta karena cintaku padamu selama ini..."

"Kamu bisa mendapat yang lebih sempurna..."

"Tak ada yang sempurna, Li. Aku sudah pernah mencobanya. Dan bagiku kamu yang paling sempurna..." Jawab Jeno tanpa melepas pelukan mereka. Bahkan Jeno mulai merebahkan tubuh mereka di ranjang dan menarik wajah Lia supaya menatapnya.

"Jangan pernah meragukan ku lagi, Li. Jika aku saja bisa menunggumu dan menerimamu apa adanya. Maka jangan pernah meragu tentang hatiku. Aku benci itu..." Ucap Jeno yang diangguki oleh Lia lalu Jeno kembali menyatukan bibir mereka. Menyesap bibir plum Lia untuk pertama kalinya yang membuat Lia meremas kemeja yang Jeno kenalan saat merasakan aneh pada dirinya. Jeno memindahkan tangan Lia yang ada pada bahunya untuk melingkar di lehernya dengan merasakan nafas mereka yang sama-sama mulai tak beraturan.

"Jen—"

"Jangan pernah pertanyakan mengenai cintaku padamu, Li. Semua tak berubah dan tak akan pernah berubah selain menjadi lebih besar dari sebelumnya..." Ucap Jeno dengan deep voice nya lalu kembali melumat bibir Lia hingga berhasil menerobos masuk dan mempertemukan ludah mereka untuk bermain di sana.

Tangan Jeno yang tak mau tinggal diam, mengusap dan meremat pelan pinggang Lia hingga tubuh Lia mengelijang geli dan malah membuat mereka makin menempel satu sama lain. Kepalanya sudah terasa berat dan panas tapi Jeno segera sadar dan melepaskan ciuman mereka itu hingga nampaklah wajah memerah dengan nafas terengah Lia yang membuatnya ingin sekali melakukan lebih. Tapi dia harus bertahan. Lia harus sembuh dulu, setidaknya sampai tak ada kemungkinan lagi.

"Aku akan mandi dulu. Kalau kamu mau istirahat, istirahatlah duluan,hhmmm?" Ucap Jeno mengusap wajah Lia yang diangguki oleh gadis itu. Ia memberikan satu kecupan ringan pada kening Lia sebelum akhirnya memindahkan Lia di posisi yang lebih nyaman dan dia segera menuju ke kamar mandi.

story' of us (✓)Where stories live. Discover now