Prolog

50 10 4
                                    

Terkungkung dalam kesendirian, dunianya terasa hambar kala dijalani. Mungkin hampir setiap saat dunia tak henti memberi luka, Alia Wiguna tetap lah menjadi manusia yang selalu berpasrah dan mengharapkan secuil kebahagiaan.

Namun sepertinya kali ini Alia kembali terluka. Kala ia mendengar dengan jelas bagaimana pembicaraan dua keluarga besar terkait adiknya yang akan dijodohkan dengan lelaki dari keluarga Atmaja.

Zayan Atmaja, pewaris tunggal keluarga Atmaja. Lelaki yang pada awalnya merupakan kekasih Alia. Bahkan dua bulan yang lalu sebelum kakeknya meninggal Zayan dan Alia sempat dijodohkan. Alia mencintai Zayan, sangat mencintai. Namun kenapa kini keluarganya memutar arah menjodohkan Zayan kepada sang adik. Sungguh Alia tak rela.

Gurauan antara dua keluarga tersebut kian membuat Alia iri. Meskipun Alia termasuk anggota keluarga Wiguna, kehadiran Alia benar-benar tiada bagi mereka. Alia cuma bisa memandangi mereka dari balik dinding, karena Alia dilarang masuk dalam acara perjodohan tersebut.

Alia menangis terisak, hatinya benar-benar sakit sekali. Zayan miliknya, tapi kenapa harus sang adik yang memilikinya. Semenjak kakek meninggal, yang tadinya Alia masih memiliki orang yang berpihak padanya. Kini benar-benar tak ada. Jahat memang, tapi Alia tahu kakeknya sudah sangat lelah waktu itu. Ikhlas tidak ikhlas Alia terpaksa menerima.

Tanpa diduga tatap mata kepala keluarga Wiguna mengarah pada dirinya. Tatapannya ketara sekali marah. Hal itu membuat Alia meremang dan memutar balikkan badan. Alia berlari kecil memasuki kamarnya. Didalam kamar Alia menangis seolah ia baru kehilangan separuh jiwanya.

Alia lantas mencari sesuatu, ia bahkan membuat kamarnya berantakan. Hingga barang yang ia cari akhirnya ketemu di bawah kolong tempat tidur. Sebuah pisau cutter kecil, dengan kilat Alia menggoreskan benda tajam itu ditangan kirinya.

Cairan merah kental mengalir deras di lengannya. Mungkin bagi setiap orang hal itu terasa menyakitkan, namun bagi Alia itu terasa hambar. Alia seolah mati rasa, kendati setiap cucuran itu benar-benar ia nikmati.

Terlalu banyak luka yang ia dapatkan sejak ibunda melahirkan dirinya kedunia kejam ini. Alia tak tahu, Bagaimana kehidupan normal bagi setiap manusia. Alia pikir setiap manusia diberi kebahagiaan dan kesengsaraan setara. Namun mengapa detik ini Alia selalu sengsara? Apa memang kebahagiaan itu sebenarnya tak ada?

Hampir setiap hari Alia selalu berada dikamar, menjadi gadis introvet yang jauh dari lingkungan sosial. Membaca diksi indah, melukis sesuatu yang setara dengan perasaannya, Alia melakukan itu hampir setiap hidupnya.

Biasanya kakek mengajaknya jalan-jalan, rekreasi ke taman hiburan yang amat menyenangkan. Namun kini kakek tiada. Hidup Alia terasa sunyi.

Wajah dahayu-nya yang amat lembut terlihat, namun sayangnya selalu saja ada luka yang merusak wajah itu. Tangan kurus yang banyak bekas sayatan itu, kini tergerak memukul dada yang terasa sesak.

"Zayan milik aku papa." Alia terisak. "Zayan cahaya satu-satunya bagi aku, kenapa harus kamu ambil, Celsy?"

Celsy Amara Wiguna, adik Alia yang kini duduk di bangku perkuliahan. Alia dan Celsy cuma beda setahun saja. Tapi mereka sama sekali tidak akrab seperti saudara pada umumnya. Alia tahu jika adiknya itu amat membenci dirinya, Alia tahu jika ia dan Celsy bukan saudara kandung. Mereka berbeda ibu. Andin–ibu Alia telah meninggal beberapa bulan setelah kelahirannya. Lalu papa menikah lagi dengan wanita lain seusai itu. Wanita itu bernama Mona, ibu kandung Celsy.

Dari dulu Alia selalu takut akan kehilangan Zayan. Namun ketakutannya terjawab hari ini, Alia bahkan tidak berhak mengklaim lelaki itu miliknya. Zayan dan Alia sudah menjalin kasih tiga tahun yang lalu. Ini berkat kakek yang mengenalkan dirinya dengan lelaki berperawakan tinggi itu.

Zayan baik, baik sekali padanya. Alia menganggap lelaki itu sebagai tangan yang menariknya dari lumpur yang sangat cair dan dapat menghisap objek yang jatuh ke dalamnya. Segitu berharganya Zayan bagi Alia. Mungkin alasan Alia bisa menampilkan senyuman manisnya selain kakek, adalah Zayan.

Alia sudah tenggelam jauh dalam tangisannya, sampai-sampai ia tak sadar kehadiran sang papa yang menatapnya tajam. Tersirat kebencian dibalik pandangan itu, Wiguna dengan tega menjambak surai lembut itu sehingga Alia terkaget dan berteriak sakit.

"Papa sakit!" Wiguna tak peduli. Pria itu sangat membenci putrinya satu ini. Setiap tekanan dunia yang dirasakan Wiguna, maka Wiguna akan melampiaskannya ke Alia.

"SUDAH SAYA BILANG JANGAN KELUAR KAMAR, ALIA! SAYA MALU MELIHAT ANDA MENGINTIP TADI!" Murka Wiguna memukul pipi tirus anaknya. Alia meringis sakit, air matanya jatuh kelantai.

"Maaf." Hanya kata itu yang mampu Alia ucapkan. Wiguna lantas berjongkok, menyamakan tingginya dengan Alia. Tiada percakapan, Wiguna hanya memandang Alia dengan tatapan yang masih sama.

"Saya benci wajah ini, saya muak dengan wajah anda, Alia!"

Alia memejamkan mata sekejap, suara berat papanya sungguh membuat Alia ketakutan.

Sejak kecil Wiguna selalu memperlakukan kasar Alia. Bahkan tak segan-segan pria itu menganiaya Alia hingga meninggalkan luka fisik dan mental yang tak main-main.

Sungguh, Alia hidup bagai mati tak enak, hidup pun segan. Mungkin jika ditanyakan apa yang Alia butuhkan sekarang, Alia akan menjawab bahwa ia butuh seorang teman.

____

Hola guys, selamat datang dicerita baru aku😘

Jangan stuck sampai prolog aja ya ... Coba deh baca beberapa part baru nilai ceritanya, hehe🤣

Maafkeun aku yang gak tahan update cerita lagi😁

Padahal banyak cerita lain yang gak tau kabarnya gimana😭

Jangan lupa vote ya readers yang baik ...

Sampai jumpa dipart pertama😊🌼

AMERTA : Tentang Aksa Yang Tak Pernah RedupDove le storie prendono vita. Scoprilo ora